Beranda / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 61. Senyum itu Indah

Share

Bab 61. Senyum itu Indah

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-07 11:42:04

Alma terpaku. Suara-suara ramai dari pesta perayaan itu seakan lenyap dalam hitungan detik. Di hadapannya, Prof. Baskara masih menggenggam lengannya dengan erat, ekspresi wajahnya serius. Tapi Alma sendiri seperti kehilangan kata-kata. Dia tidak tau harus menjawab apa?

Namun, sebelum satu suku kata pun keluar dari bibirnya, Felix meraih tangannya dengan pelan. Lalu menarik Alma dan menempatkan Alma di belakang tubuhnya. Hal tersebut membuat pegangan Prof. Baskara terlepas begitu saja.

"Prof," ucap Felix akhirnya. "Mohon jangan sembarangan menarik orang dari instansi lain di depan publik.” Felix bicara dengan ekspresi sedikt dingin. Meski begitu, ia terlihat masih menghormati Baskara. Jelas terlihat keduanya memang sudah kenal dekat sebelumnya.

Prof. Baskara menatap Felix tajam. "Apa sih kamu, Lix?! Jangan ganggu-ganggu deh! Minggir! Saya lagi pitching orang penting!"

seru Baskara, suaranya mulai meninggi.

Felix tetap berdiri dan tak bergerak. Seakan menjadi tameng yang siap melindung
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pelakor itu Adikku   Bab 107. Tidak menyerah

    Nadine termenung sendiri di atas ojek online yang membawanya pulang malam itu. Tangan kanannya masih dibalut perban tipis, padahal hanya lecet kecil karena sempat menyentuh aspal saat ia menjatuhkan diri secara dramatis di depan mobil Felix. Tapi bukan lukanya yang sakit, melainkan harga dirinya. Kenapa sih dia dingin banget?Apa aku kurang cantik? Kurang anggun? Kurang menarik? Nadine menggigit bibir. Matanya menatap kosong dari balik helm milik abang ojek. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa Felix menolak pesonanya begitu saja. Padahal ia sudah memainkan semua strategi yang biasanya berhasil, senyuman manis, tatapan sedih, bahkan kisah dramatis tentang Alma. Begitu sampai di kost, Nadine langsung masuk ke kamar dan membanting tasnya ke atas kasur. Ia menatap cermin lama-lama.Aku masih Cantik, kan? Masih oke banget, kok. Harusnya dia terpesona. Malam itu Nadine tidak bisa tidur. Ia menyusun rencana baru. Besok ia harus tampil maksimal. Ia akan tunjukkan pada semua orang bahwa di

  • Pelakor itu Adikku   Bab 106. Kecelakaan kecil

    Bunyi klakson panjang memecah kesunyian jalan. Mobil hitam itu berhenti mendadak hanya beberapa sentimeter dari tubuh Nadine yang pura-pura ketakutan di tengah jalan. Dengan sigap, pintu mobil terbuka dan Felix melompat keluar. “Nona! Kamu nggak apa-apa?” tanya Felix panik, langsung menunduk mengecek kondisi Nadine yang duduk di pinggir trotoar sambil memegangi pergelangan tangannya. Nadine meringis, tapi dalam hati senyum puasnya hampir meledak. “Tangan aku … sakit,” rintihnya pelan, menundukkan kepala seperti sedang menahan tangis. “Ya ampun … kamu terluka.” Felix langsung berjongkok dan melihat goresan merah di tangan Nadine. “Ayo, saya antar ke klinik terdekat,” ucapnya sambil membantu Nadine berdiri. Sesaat ia tersentak ketika mengenali wajah Nadine. Tapi ia tetap tidak banyak bicara. Nadine pura-pura kesulitan berjalan, sengaja bersandar pada lengan Felix sepanjang perjalanan ke mobil. Dengan hati-hati Felix membantu Nadine duduk di kursi penumpang. Setelah menutup pintu, ia

  • Pelakor itu Adikku   Bab 105. Siasat Nadine

    Langkah Arhan terhenti di tangga ketika ia melihat sosok Rafael menaiki anak tangga. Jantungnya berdetak tak karuan. Wajah Rafael tampak heran, bahkan sedikit curiga. Arhan langsung memalingkan pandangan dan menuruni anak tangga dengan cepat. “Baru pulang, Dok?” sapaan Rafael cukup santai, tapi tajam. “Iy—iyaa, cuma mampir sebentar,” sahut Arhan terbata, tak berani menatap lama. Ia segera berjalan cepat menuruni tangga dan menuju ke mobilnya yang diparkir di ujung gang. Dalam hati, Arhan kalut. "Kalau Rafael cerita ke orang-orang rumah sakit kalau aku datang ke kost Nadine malam-malam, bisa kacau! Bisa makin hancur nama aku!" pikirnya. Ia menyalakan mobilnya, lalu melaju pergi tanpa menoleh ke belakang. Sementara itu, Rafael mengetuk pintu kost Nadine. Tak lama, pintu dibuka, dan muncul sosok Nadine yang sudah mengganti bajunya dengan piyama tipis warna krem, rambutnya disanggul rapi, dan aroma harum dari tubuhnya langsung menyambut Rafael. “Mas Rafael …” Nadine tersenyum lebar,

  • Pelakor itu Adikku   Bab 104. Pertemuan di Kost

    “Ngapain di situ, Suster Nadine?” Suara dingin yang muncul dari belakang membuat tubuh Nadine menegang seketika. Ia berbalik cepat dan mendapati Suster Nisa berdiri dengan tangan terlipat di dada, menatapnya dengan curiga dari ujung kepala hingga kaki. Nadine sempat kehilangan warna di wajahnya, tapi refleks memasang senyum manis dan nada suara tinggi khasnya. “Ya ampun, Suster Nisa ngagetin aja. Mukanya biasa aja dong, emangnya saya maling?” “Lagian kamu ngapain ngintip-ngintip? Gimana saya nggak curiga? Biasakan ketuk dulu sebelum masuk!” sahut Nisa galak. “Siapa yang ngintip? Saya tadi udah ketuk pintunya, tapi sepi. Saya pikir ada orang di dalam,” elak Nadine sambil memainkan ujung rambutnya. Suster Nisa mendengus panjang. Ia tahu, adu argumen dengan Nadine tidak akan pernah berujung menang. “Terus, ada keperluan apa kamu ke sini?” Nadine sempat gelagapan, namun otaknya cepat bekerja. “Tadi di lorong saya ketemu pasien yang nanyain jadwal praktik dokter Felix. Saya pikir, ya

  • Pelakor itu Adikku   Bab 103. Siapa dr.Felix ?

    Setelah tadi menangis manja dan dipeluk dengan penuh kasih sayang, kini Nadine melanjutkan langkah berikutnya. Perlahan, raut wajahnya dibuat sedih lagi, meski dalam pikirannya ia sibuk menyusun strategi. "Mas ..." Nadine membuka suara sambil memainkan jari-jari tangannya di atas meja. "Hmm?" sahut Rafael yang kini duduk di seberangnya, sambil memandangi wajah Nadine penuh perhatian. “Aku tuh … kadang nggak ngerti, Mas. Kenapa akhir-akhir ini Kak Alma jadi begitu jahat sama aku …” Nadine menarik napas dalam. “Dulu dia yang paling pertama ngebelain aku. Tapi sejak dia naik jabatan, jadi dokter favorit di rumah sakit ini, malah aku yang terus dijatuhin.” Rafael mengernyit. “Jahat gimana maksudnya?” Nadine berpura-pura menunduk, lalu berujar dengan nada pilu, “Dia ... suruh aku keluar dari rumah. Padahal aku nggak punya tempat lain. Dulu, almarhum ibu nitipin aku ke dia. Tapi sekarang katanya aku ini beban, bikin malu. Cuma karena gosip yang bahkan belum tentu bener ....” Rafael m

  • Pelakor itu Adikku   Bab 102. Pria Lugu

    Lorong ruang VIP rumah sakit siang itu sedikit ramai. Sebagian staf sudah berganti shift, sedangkan beberapa tenaga medis masih sibuk lalu lalang mengurus pasien VIP. Dengan langkah pelan namun pasti, Nadine menyusuri koridor menuju ruang staf yang berada di ujung sayap kiri. Di sanalah Rafael-supervisor perawat, biasa memeriksa laporan medis pasien rawat inap, saat tak ada tugas mendesak. Nadine tahu, lelaki itu selalu ada jika ia butuh pelarian. Dan hari ini ... ia memang butuh pelarian. Pintu ruang rekam medis terbuka perlahan. Dan seperti yang ia duga, Rafael sedang duduk sendirian sambil membaca laporan. Pria itu langsung berdiri begitu melihat Nadine masuk. "Nadine," ucap Rafael dengan mata berbinar, suaranya lembut namun penuh kejutan hangat. "Kamu kelihatan capek banget. Sini duduk dulu! Aku buatin minum." Nadine hanya mengangguk samar, pura-pura lemas. Ekspresi matanya menunduk, dan bahunya sedikit jatuh. Ia tahu betul, kelemahan yang diperlihatkan di depan Rafael aka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status