Share

Surat Dari Hanifah

"Minggat?" Ibu membeo ucapanku.

"Maksudnya Hani pergi dari rumah ini tanpa pamit?" tanyanya memastikan. Nadanya naik se-oktaf.

Aku mengangguk lemah seraya mengusap kasar wajah. Tak pernah terbayangkan kalau dia akan pergi dari rumah ini. Tanpa pamit lagi. Bahkan aku tak tahu kapan dia pergi. Mendapati hal ini entah kenapa hatiku terasa sesak.

"Nah, kan! Tambah nggak sopan. Seenaknya aja dia pergi. Sudah Bar, ajukan saja gugatan cerai, biar nyaho istrimu itu. Sudah kebangetan pergi nggak pamit. Apa sih maunya Hani? Sudah enak hidup di sini, semua ada, semua terpenuhi, punya suami dan mertua yang baik, eh, cuma dimadu doang milih minggat."

Aku tak ingin menanggapi ucapan Ibu. Tidak penting juga dan sedikit heran. Bagaimana bisa Ibu berucap seperti itu? Perkara diduakan itu bukan masalah kecil. Tidak semua mau dan pasti sakit bagi kaum wanita, hanya saja kenapa Hani tidak bertahan barang sebentar sampai anak yang diimpikan lahir, pasti aku akan kembali padanya lagi. Jadi tak perlu ada
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Risna Rifky
up tiap hari yah thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status