Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 10 Dua Iring-Iringan Pengantin yang Berpapasan

Share

Bab 10 Dua Iring-Iringan Pengantin yang Berpapasan

Author: Jovita Tantono
Seindah-indahnya langit malam kemarin, cahaya mentari hari ini pun juga secemerlang itu. Adeline terbangun karena cahaya matahari yang menyilaukan. Begitu membuka mata, ia langsung melihat senyum nenek yang disinari matahari. “Adeline, hatimu benar-benar tenang ya. Hari ini kamu akan menikah, tapi masih bisa tidur dengan pulas begini.”

Adeline mengubur wajahnya ke telapak tangan nenek, suaranya terdengar malas, “Aku masih ngantuk, Nek.”

“Jangan ngantuk lagi, mobil pengantinmu sudah datang!”

Adeline mengangkat kepala dan mengikuti arah jari nenek yang menunjuk ke luar jendela. Deretan mobil mewah hitam terparkir rapi memenuhi halaman depan sanatorium.

Benarkah pria dari dunia maya itu datang menjemputnya untuk menikah?

Ia pun bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Yang dilihatnya adalah seorang pria yang berdiri tegap diselimuti cahaya keemasan pagi.

Setelan jas gelap yang dikenakannya dijahit pas dengan tubuhnya, kancing manset khusus memantulkan cahaya seperti berlian di bawah sinar matahari.

Dari ujung rambut sampai ujung kaki, seluruh tubuhnya memancarkan pesona kalangan atas yang membuat orang tak bisa memalingkan pandang.

“Cepetan ke sana.” Suara neneknya terdengar dari belakang. Pria yang awalnya membelakanginya perlahan membalikkan badan.

Tatapan Adeline jatuh ke wajah pria itu, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.

“...Kamu?”

Pukul sembilan lewat lima puluh sembilan, di jalan utama pusat Kota Jakarta, dua jalur besar yang mengarah ke timur dan barat dipenuhi dua iring-iringan mobil pengantin yang melaju rapi..

Satu barisan milik Keluarga Brown. Satunya lagi milik Keluarga Galvin. Keduanya adalah pria paling berpengaruh di Kota Jakarta, satu memiliki kuasa, satunya memiliki harta. Dan hari ini, mereka menikah di hari yang sama. Seluruh media pun begadang semalaman demi memburu momen terbaik, bahkan menyiarkan langsung prosesi pernikahan ini ke seluruh negeri.

Dua barisan mobil pengantin itu begitu megah, sepanjang mata memandang, barisan mobil-mobil tersebut seperti naga yang tak terlihat ujung maupun pangkalnya. Diperkirakan jumlahnya lebih dari seratus mobil. Setiap mobil dihiasi kain merah dan bola bunga, kemeriahan itu bahkan membuat matahari pagi tampak seperti terlapisi kain merah tipis.

Awalnya dua iring-iringan mobil itu berjalan di jalur masing-masing, tapi seiring dengan pergerakan yang saling mendekat, mereka bertemu di bundaran tengah jalan utama.

Saat dua mobil-mobil itu saling bertemu, tradisinya adalah pengantin wanita saling bertukar buket bunga, yang melambangkan doa dan restu satu sama lain.

Pernikahan Leo diumumkan secara mendadak, jadi tak seorang pun tahu siapa calon istrinya. Maka saat ini, semua mata dan lensa kamera diarahkan ke mobil pengantin milik Keluarga Brown, berharap dapat melihat wajah pengantin wanita lebih dulu.

Namun, hanya ada satu orang yang sama sekali tidak tertarik dengan itu semua yaitu Felix.

Sejak semalam, setelah menutup telepon dari Adeline, dia tidak bisa tidur. Kini dirinya terasa seperti melayang, berada dalam kondisi kosong dan tak berpijak tanah.

Dia tak peduli siapa wanita yang dinikahi Leo. Yang dia pedulikan hanya satu hal yaitu apakah Adeline sudah datang ke lokasi pernikahan?

Sebelum prosesi penjemputan, ia tak melihat Adeline di lokasi pernikahan. Dengan sifat profesionalnya, seharusnya Adeline tidak akan terlambat. Tapi hari ini, dia tak kunjung muncul.

Dia sempat menelepon, tapi tidak bisa tersambung. Dia pun menyuruh orang untuk mencarinya ke sanatorium, tapi kabar yang diterima justru tempat itu sudah kosong.

Sekarang, bahkan dari berita lokal pun tidak ditemukan kabar adanya kecelakaan atau kejadian luar biasa.

Di tengah sorotan seluruh keramaian, mobil pengantin milik Leo perlahan menurunkan jendela. Wajah seorang wanita di balik kerudung putih muncul ke permukaan. Meski ada tirai tipis yang menutupi, namun bentuk wajahnya masih terlihat jelas. Para wartawan langsung memutar lensa ke mode zoom maksimal dan mengaktifkan kamera resolusi tinggi.

Valencia yang berdiri cukup dekat bahkan tak perlu alat bantu apapun. Ia dapat melihat wajah itu dengan jelas.

Sangat familier. Begitu familier hingga membuat jantungnya gemetar, hingga dia terkejut dan tidak bisa bernapas.

Adeline?!

Apakah dia salah lihat?

Kenapa dia bisa ada di dalam mobil pengantin milik Leo? Dan... dia mengenakan gaun pengantin?

Adeline mengulurkan tangan, menyerahkan buket bunganya. Valencia pun secara refleks mengulurkan tangan menerimanya. Bibirnya bergetar, seolah ingin memanggil nama Adeline dan juga seolah ingin menanyakan sesuatu.

“Selamat atas pernikahanmu.” Adeline lebih dulu berbicara. Buket bunga berpindah ke tangan Valencia, begitu pula ucapan doanya.

Tak peduli seperti apa masa lalu mereka, hari ini semuanya sudah berlalu.

Felix telah berlalu. Valencia pun berlalu. Semua cinta, benci, dan dendam itu... sudah selesai.

Selamat atas pernikahanmu?

Adeline?!

Kenapa Felix merasa... barusan itu suara Adeline?

Felix yang menunduk pun tertegun sejenak, kemudian tiba-tiba mendongak dan menoleh ke arah suara itu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
PiMary
Kamu sdh kehilangannya Felix,selamat menikmati penyesalanmu....
goodnovel comment avatar
Sofia Ana
keren luar biasa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 411 Sekarang Dia Punya yang Lebih Baik

    “Urusan Keluarga Stefani tak mendesak sampai harus diselesaikan hari ini. Mereka punya fondasi yang kuat, tidak akan goyah begitu saja.” Leo menarik Adeline untuk duduk di sampingnya.“Sekarang yang terpenting, kamu selesaikan dulu pekerjaan di sini. Besok pagi kita langsung pulang.” Mendengar itu, Adeline menghela napas pelan, lalu menyalakan laptop dan kembali bekerja.Leo tahu kapan harus diam. Ia hanya menemani di sisi, sesekali menyodorkan segelas air hangat.Adeline menutup mata sejenak, menikmati perhatiannya, lalu tiba-tiba bertanya,“Menurutmu... bagaimana kelanjutannya antara Frans dan Tias?”Leo menatapnya dengan sudut mata. “Kenapa tiba-tiba tertarik membahas itu?”“Aku hanya merasa... Tias memang agak manja, tapi dari tatapannya, dia tulus. Dia tidak punya niat buruk, hanya terlalu menyukai Frans.”Leo mengangkat alis. “Kamu cukup memperhatikan dia, ya.”Adeline tersenyum samar. “Mungkin karena... aku melihat bayangan diriku yang dulu padanya.”Gerakan Leo seketika terhent

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 410 Tatapan yang Menyingkap Rahasia

    Orang sering berkata, ketika menyukai seseorang, mulut bisa berbohong, tapi mata tak akan pernah menipu. Dan kini, tatapan Frans adalah bukti paling jelas.Tias tertawa sinis. Emosinya memuncak hingga suaranya bergetar.“Kalau memang cuma urusan bisnis,” ujarnya tajam, “Lalu apa penjelasanmu soal album kliping di laci ruang kerjamu? Setiap kali ada wawancara Adeline di majalah ekonomi, kau selalu gunting dan simpan sendiri, bukan?”Mendengar itu, wajah Frans langsung berubah. Ia menoleh dengan cepat, menatapnya tajam. “Kau menggeledah barang-barangku?”“Aku hanya…” Tias terkejut oleh tatapan tajamnya dan refleks mundur selangkah. Tapi segera ia merasa dirinya tak bersalah, lalu menegakkan tubuh lagi.“Kemarin aku ke rumahmu untuk mengantar barang, ibumu yang memintaku menunggu di ruang kerja, bukan aku yang sengaja mencari!”Adeline dengan cepat menangkap ketegangan yang kian menebal di antara mereka, dan segera memutuskan untuk menengahi. “Pak Frasn, sepertinya hari ini bukan waktu ya

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 409 Saingan Cinta yang Tiba-tiba

    Di aula pesta, Adeline tengah berbincang pelan dengan Leo tentang urusan Keluarga Stefani.“Ternyata kau Adeline, ya?” Suara seorang gadis muda yang manja tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.Adeline menoleh, melihat seorang gadis bergaun merah muda berdiri di depannya. Gadis itu sedikit mendongakkan dagu, menatapnya dengan sorot mata penuh penilaian.“Ada perlu?” tanya Leo dengan nada dingin, tubuhnya tanpa sadar sedikit bergeser, berdiri di depan Adeline untuk melindunginya.Gadis itu meliriknya sekilas, lalu mendengus pelan. “Hmph, aku bukan mencarimu.”“Aku Adeline,” ujar Adeline dengan tenang. “Dan kamu?”“Aku tunangan Frans, Calon Nyonya Muda Keluarga Slamat, Tias Solastika.”Saat memperkenalkan diri, Tias mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. Nada suaranya sarat dengan permusuhan yang tak disembunyikan.Melihat gaya menantang yang begitu terang-terangan, Adeline langsung paham. Ia ingin tertawa, jadi ini maksud kedatangannya, untuk “menandai kepemilikan”.Namun Adeline t

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 408 Tak Bisa Menjadi Orang yang Tak Berperasaan

    “Keluarga Stefani? Keluarga konglomerat itu?”“Ya, benar. Kudengar mereka kolaps. Utang menumpuk, dana beku di mana-mana. Selama ini kemewahan mereka cuma topeng belaka...”Hati Adeline seolah tenggelam. Ia segera menoleh pada Leo. “Keluarga Stefani bermasalah?”Leo mengerutkan kening. “Aku belum dengar apa pun.”Adeline tak sempat menjawab. Ia bergegas menuju teras luar aula dan menekan nomor Adelia di ponselnya.“Tut... Tut...”Nada sambung berdering cukup lama, namun tak seorang pun menjawab.Perlahan, kecemasan mulai merayap di dada Adeline. Ia menatap layar ponsel yang tetap gelap, lalu menarik napas dalam-dalam dan kembali ke aula dengan langkah tergesa.“Telepon Adelia tak bisa dihubungi,” katanya dengan suara rendah pada Leo. “Benarkah kabar tentang keluarganya?”Leo tidak terkejut, hanya mengangguk pelan. “Ya.”Adeline langsung menangkap ketidakwajaran dalam nada suaranya. “Kapan kamu tahu?”“Masalah arus kas Keluarga Stefani sudah berlangsung lebih dari setengah tahun,” jelas

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 407 Wajar Jika Ingin Menunjukkan Kepemilikan

    Leo mengernyit. “Apa yang tidak benar?”“Lihat dari raut wajahmu, sepertinya masalahnya tidak sesederhana itu.” Adeline menatap dalam ke matanya, seolah ingin membaca sesuatu dari sana.Leo tersenyum tipis, berusaha terlihat santai. “Tentu saja tidak sederhana. Dokter bilang meski dia sudah sadar, cedera otaknya cukup rumit, butuh waktu panjang untuk rehabilitasi.”Ia melontarkan beberapa istilah medis sembarangan, mencoba mengaburkan keadaan sebenarnya.Adeline tidak menaruh curiga, hanya mengangguk mengerti. “Yang penting dia sudah sadar. Dokter dulu bilang peluangnya hampir nol, jadi sekarang bisa bangun saja sudah keajaiban. Nanti pasti bisa pulih perlahan.”Melihat senyum lega kembali ke wajahnya, Leo tak melanjutkan topik itu lagi. Ia hanya menariknya ke dalam pelukan, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. Dalam bayangan yang tak bisa dilihat Adeline, tatapan matanya menjadi suram.Ia menyembunyikan sebagian kebenaran.Dalam panggilan tadi, Stella sebenarnya juga mengatakan bahwa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 406 Gangguan di Saat yang Tak Tepat

    Leo menurunkannya perlahan ke atas ranjang, lalu menundukkan tubuhnya, kedua tangannya menahan sisi kepala Adeline, sepenuhnya mengurungnya di bawah tubuhnya.Tatapan mata hitamnya menelusuri wajahnya, di kedalamannya berpendar kilatan merah panas...Melihat gelagatnya yang tampak akan benar-benar melanjutkan, Adeline segera menahan dadanya dengan tangan, panik berkata, “Leo, jangan... aku masih harus... file-ku belum...”Ia menundukkan kepala perlahan, suaranya berat dan rendah, membawa nada berbahaya yang dalam. “Nyonya Brown, tahu tidak... mulut kamu ini... benar-benar perlu diajari belajaran.”Begitu kata itu meluncur, bibirnya pun sudah menekan miliknya.Ciuman Leo begitu dalam dan mendesak, panasnya membuat Adeline nyaris kehilangan napas. Ujung jarinya menyusuri pinggangnya, gerakannya lambat namun penuh penguasaan, setiap sentuhan menimbulkan getar halus yang menjalar ke seluruh tubuh.Adeline terperangah dalam napas yang berantakan, kedua tangan yang semula mendorong kini tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status