Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 6 Harus Sekalian Diberi Pengantin Pria

Share

Bab 6 Harus Sekalian Diberi Pengantin Pria

Author: Jovita Tantono
“Asisten Adeline, sekarang kamu pasti sudah tahu posisimu apa, kan?”

Saat sedang mencoba gaun pengantin, Valencia akhirnya menanggalkan topeng kepolosannya, memperlihatkan wajah aslinya.

Hati Adeline yang sudah mati rasa, kini benar-benar tak lagi merasa apa-apa. “Nona Valencia, waktu Felix jatuh terpuruk, kamu yang meninggalkannya. Sekarang saat dia sudah sukses, kamu malah kembali, jadi kamu sendiri itu apa?”

“Lalu kenapa? Dia mencintaiku, jadi tetap akan menikah denganku. Sedangkan kamu? Setelah menemani dia tidur, menemani dia melewati masa-masa paling kelam dalam hidupnya, dia tetap tidak memilihmu,” ujar Valencia dengan bangga dan arogan.

Namun, apa yang ia katakan memang kenyataan.

Adeline tak ingin terlibat dalam rebutan cinta, membandingkan siapa yang lebih mampu mempertahankan lelaki. Jadi dia langsung bertanya, “Nona Valencia, kamu katakan semua ini untuk apa?”

“Asisten Adeline, setelah pernikahan, aku tak ingin lagi melihatmu,” jawab Valencia dengan lugas.

Adeline tersenyum, senyuman cerah yang menyilaukan. Ia memang akan pergi, tapi bukan karena diusir siapa pun. Maka ia tidak memenuhi harapan calon nyonya besar ini. Dia justru balik menantang, “Kalau begitu... kenapa kamu tidak suruh Felix sendiri yang mengatakan itu padaku?”

“Adeline, kamu masih berkhayal bahwa Felix mencintaimu?” Mata Valencia mengandung hawa permusuhan.

Tidak!

Sejak Felix menarik cincin dari jari tangannya lalu memakaikannya pada Valencia, semua harapannya sudah lenyap.

“Nona Valencia, gaun ini sangat indah. Di hari pernikahan nanti, pasti kamu akan terlihat sangat cantik,” ujar Adeline sebelum melangkah keluar dari ruang ganti.

Felix sudah berganti pakaian. Jas pengantin berwarna gelap membuat sosoknya tampak lebih tinggi dan gagah, ditambah kacamata tanpa bingkai di hidungnya, dia terlihat lembut dan berwibawa, persis seperti pertama kali Adeline melihatnya.

Saat itu, dia langsung berpikir, 'bagaimana bisa ada pria setampan ini di dunia?'

Kini, ketampanannya tak berkurang sedikit pun. Ia masih memanjakan mata dan membuat hati bergetar.

Tapi jika waktu bisa diputar kembali, dia pasti akan memilih untuk tak pernah mendekatinya, dan akan menjauh sejauh-jauhnya.

Di dunia ini memang tak ada kata “seandainya”, tapi ada “masa depan”. Maka biarlah dia menghilang dari masa depannya selamanya.

“Suka yang mana, pilih saja,” ucap Felix pada Adeline sambil menunjuk deretan gaun pengantin di depannya.

Untuk apa dia memilih? Memangnya dia berharap Adeline bisa datang dan menghancurkan pernikahannya?

Dia tak sebodoh itu.

“Tuan Felix mau menghadiahiku gaun pengantin, sekalian kasih aku pengantin pria juga dong. Kamu punya?” tanya Adeline dengan nada menyindir.

Wajah Felix langsung menggelap. “Adeline, maksudmu apa?”

Adeline membelai permukaan gaun pengantin di hadapannya. “Tiba-tiba aku juga ingin menikah.”

“Adeline, kamu sengaja, ya? Bukankah aku sudah bilang...” Felix ingin menjelaskan, tapi saat ini pintu ruang ganti terbuka, dan Valencia keluar.

Dengan gaun pengantin senilai miliaran, dia tampak memesona bak peri. Adeline pun tak tahan dan terpaku. Dia pun pernah membayangkan suatu hari akan berdiri di samping Felix dengan gaun seputih ini. Tapi semua itu hanya khayalan, dan seperti gelembung, khayalan itu pun pecah.

“Felix, aku cantik nggak?” tanya Valencia manja, seolah-olah dia gadis polos tanpa sedikit pun tipu daya.

“Hmm, Valencia yang paling cantik,” ucap Felix. Kalimat yang dulu pernah ia katakan pada Adeline, kini diucapkan untuk orang lain.

Kata orang, daun tak menguning dalam sehari, hati pun tak menjadi dingin dalam semalam. Dan itu memang benar.

Perasaan Adeline terhadap Felix mati perlahan-lahan, karena setiap tindakan dan ucapan yang dia lakukan.

“Asisten Adeline, aku cantik kan? Ayo kamu juga pilih satu gaun. Kalau kamu mau nikah nanti, Felix juga bisa belikan untukmu,” kata Valencia sambil menarik tangan Adeline.

Entah apa yang dibawa Valencia di tangannya, tapi Adeline tiba-tiba merasakan sakit seperti ditusuk jarum di lengannya. Ia spontan menepis tangan Valencia.

Terdengar suara teriakan kaget dari Valencia. Tubuhnya jatuh keras ke belakang, namun sebelum jatuh sepenuhnya, dia masih sempat menarik Adeline agar ikut terjatuh.

“Valencia!” Felix memanggil, lalu buru-buru menghampiri.

Valencia berhasil dia tangkap. Tapi Adeline jatuh membentur lantai dengan keras.

Kepalanya menghantam lantai dengan suara "duk" yang mengerikan, menghebohkan seluruh toko gaun pengantin.

Kepalanya pun berdenyut nyeri, dunia serasa berputar. Di saat itu, Adeline teringat kalimat yang sempat ditanyakan Valencia: "kamu masih berkhayal Felix mencintaimu?"

Ternyata… jawabannya sudah sangat jelas.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau adeline. punya otak tapi g bermanfaat untukmu dan cuma bisa dimanfaatkan orang. terlalu mwnye2 kayak binatang kau njing
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 411 Sekarang Dia Punya yang Lebih Baik

    “Urusan Keluarga Stefani tak mendesak sampai harus diselesaikan hari ini. Mereka punya fondasi yang kuat, tidak akan goyah begitu saja.” Leo menarik Adeline untuk duduk di sampingnya.“Sekarang yang terpenting, kamu selesaikan dulu pekerjaan di sini. Besok pagi kita langsung pulang.” Mendengar itu, Adeline menghela napas pelan, lalu menyalakan laptop dan kembali bekerja.Leo tahu kapan harus diam. Ia hanya menemani di sisi, sesekali menyodorkan segelas air hangat.Adeline menutup mata sejenak, menikmati perhatiannya, lalu tiba-tiba bertanya,“Menurutmu... bagaimana kelanjutannya antara Frans dan Tias?”Leo menatapnya dengan sudut mata. “Kenapa tiba-tiba tertarik membahas itu?”“Aku hanya merasa... Tias memang agak manja, tapi dari tatapannya, dia tulus. Dia tidak punya niat buruk, hanya terlalu menyukai Frans.”Leo mengangkat alis. “Kamu cukup memperhatikan dia, ya.”Adeline tersenyum samar. “Mungkin karena... aku melihat bayangan diriku yang dulu padanya.”Gerakan Leo seketika terhent

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 410 Tatapan yang Menyingkap Rahasia

    Orang sering berkata, ketika menyukai seseorang, mulut bisa berbohong, tapi mata tak akan pernah menipu. Dan kini, tatapan Frans adalah bukti paling jelas.Tias tertawa sinis. Emosinya memuncak hingga suaranya bergetar.“Kalau memang cuma urusan bisnis,” ujarnya tajam, “Lalu apa penjelasanmu soal album kliping di laci ruang kerjamu? Setiap kali ada wawancara Adeline di majalah ekonomi, kau selalu gunting dan simpan sendiri, bukan?”Mendengar itu, wajah Frans langsung berubah. Ia menoleh dengan cepat, menatapnya tajam. “Kau menggeledah barang-barangku?”“Aku hanya…” Tias terkejut oleh tatapan tajamnya dan refleks mundur selangkah. Tapi segera ia merasa dirinya tak bersalah, lalu menegakkan tubuh lagi.“Kemarin aku ke rumahmu untuk mengantar barang, ibumu yang memintaku menunggu di ruang kerja, bukan aku yang sengaja mencari!”Adeline dengan cepat menangkap ketegangan yang kian menebal di antara mereka, dan segera memutuskan untuk menengahi. “Pak Frasn, sepertinya hari ini bukan waktu ya

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 409 Saingan Cinta yang Tiba-tiba

    Di aula pesta, Adeline tengah berbincang pelan dengan Leo tentang urusan Keluarga Stefani.“Ternyata kau Adeline, ya?” Suara seorang gadis muda yang manja tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.Adeline menoleh, melihat seorang gadis bergaun merah muda berdiri di depannya. Gadis itu sedikit mendongakkan dagu, menatapnya dengan sorot mata penuh penilaian.“Ada perlu?” tanya Leo dengan nada dingin, tubuhnya tanpa sadar sedikit bergeser, berdiri di depan Adeline untuk melindunginya.Gadis itu meliriknya sekilas, lalu mendengus pelan. “Hmph, aku bukan mencarimu.”“Aku Adeline,” ujar Adeline dengan tenang. “Dan kamu?”“Aku tunangan Frans, Calon Nyonya Muda Keluarga Slamat, Tias Solastika.”Saat memperkenalkan diri, Tias mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. Nada suaranya sarat dengan permusuhan yang tak disembunyikan.Melihat gaya menantang yang begitu terang-terangan, Adeline langsung paham. Ia ingin tertawa, jadi ini maksud kedatangannya, untuk “menandai kepemilikan”.Namun Adeline t

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 408 Tak Bisa Menjadi Orang yang Tak Berperasaan

    “Keluarga Stefani? Keluarga konglomerat itu?”“Ya, benar. Kudengar mereka kolaps. Utang menumpuk, dana beku di mana-mana. Selama ini kemewahan mereka cuma topeng belaka...”Hati Adeline seolah tenggelam. Ia segera menoleh pada Leo. “Keluarga Stefani bermasalah?”Leo mengerutkan kening. “Aku belum dengar apa pun.”Adeline tak sempat menjawab. Ia bergegas menuju teras luar aula dan menekan nomor Adelia di ponselnya.“Tut... Tut...”Nada sambung berdering cukup lama, namun tak seorang pun menjawab.Perlahan, kecemasan mulai merayap di dada Adeline. Ia menatap layar ponsel yang tetap gelap, lalu menarik napas dalam-dalam dan kembali ke aula dengan langkah tergesa.“Telepon Adelia tak bisa dihubungi,” katanya dengan suara rendah pada Leo. “Benarkah kabar tentang keluarganya?”Leo tidak terkejut, hanya mengangguk pelan. “Ya.”Adeline langsung menangkap ketidakwajaran dalam nada suaranya. “Kapan kamu tahu?”“Masalah arus kas Keluarga Stefani sudah berlangsung lebih dari setengah tahun,” jelas

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 407 Wajar Jika Ingin Menunjukkan Kepemilikan

    Leo mengernyit. “Apa yang tidak benar?”“Lihat dari raut wajahmu, sepertinya masalahnya tidak sesederhana itu.” Adeline menatap dalam ke matanya, seolah ingin membaca sesuatu dari sana.Leo tersenyum tipis, berusaha terlihat santai. “Tentu saja tidak sederhana. Dokter bilang meski dia sudah sadar, cedera otaknya cukup rumit, butuh waktu panjang untuk rehabilitasi.”Ia melontarkan beberapa istilah medis sembarangan, mencoba mengaburkan keadaan sebenarnya.Adeline tidak menaruh curiga, hanya mengangguk mengerti. “Yang penting dia sudah sadar. Dokter dulu bilang peluangnya hampir nol, jadi sekarang bisa bangun saja sudah keajaiban. Nanti pasti bisa pulih perlahan.”Melihat senyum lega kembali ke wajahnya, Leo tak melanjutkan topik itu lagi. Ia hanya menariknya ke dalam pelukan, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. Dalam bayangan yang tak bisa dilihat Adeline, tatapan matanya menjadi suram.Ia menyembunyikan sebagian kebenaran.Dalam panggilan tadi, Stella sebenarnya juga mengatakan bahwa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 406 Gangguan di Saat yang Tak Tepat

    Leo menurunkannya perlahan ke atas ranjang, lalu menundukkan tubuhnya, kedua tangannya menahan sisi kepala Adeline, sepenuhnya mengurungnya di bawah tubuhnya.Tatapan mata hitamnya menelusuri wajahnya, di kedalamannya berpendar kilatan merah panas...Melihat gelagatnya yang tampak akan benar-benar melanjutkan, Adeline segera menahan dadanya dengan tangan, panik berkata, “Leo, jangan... aku masih harus... file-ku belum...”Ia menundukkan kepala perlahan, suaranya berat dan rendah, membawa nada berbahaya yang dalam. “Nyonya Brown, tahu tidak... mulut kamu ini... benar-benar perlu diajari belajaran.”Begitu kata itu meluncur, bibirnya pun sudah menekan miliknya.Ciuman Leo begitu dalam dan mendesak, panasnya membuat Adeline nyaris kehilangan napas. Ujung jarinya menyusuri pinggangnya, gerakannya lambat namun penuh penguasaan, setiap sentuhan menimbulkan getar halus yang menjalar ke seluruh tubuh.Adeline terperangah dalam napas yang berantakan, kedua tangan yang semula mendorong kini tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status