Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 7 Aku Hanya Bisa Menyelamatkan Satu Orang

Share

Bab 7 Aku Hanya Bisa Menyelamatkan Satu Orang

Author: Jovita Tantono
Adeline benar-benar beruntung. Setelah terjatuh begitu keras, ia bahkan tak mengalami gegar otak.

Tapi benjol besar di belakang kepalanya benar-benar ada, begitu dia meraba, langsung terasa.

Sambil memegangi benjolan di kepalanya, Adeline berjalan keluar tanpa memperhatikan jalan, hingga tak sengaja menabrak seseorang. “Maaf, sa...”

Dia baru saja hendak meminta maaf, tapi saat mendongak, wajah yang cukup familier langsung masuk ke dalam pandangannya. “...Tuan Leo.”

Leo mengenakan kemeja sutra berwarna abu-abu gelap yang ringan dan lembut. Celana panjang yang dijahit khusus membentuk potongan tubuhnya dengan sangat pas. Dari bahu, dada, hingga pinggang, semuanya tampak anggun dan rapi. “Apa kamu terluka?”

Dia sangat tinggi. Sementara kepala Adeline hanya setinggi dagunya. Dia pun jelas melihat benjolan besar di kepala Adeline.

“Tak apa.” Adeline mundur selangkah dan menarik diri dari genggamannya.

Tangan Leo lalu secara alami masuk ke dalam saku celananya. Sepasang mata gelap dan dalam menatapnya dengan tenang. “Perlu bantuan?”

“Aku tidak apa-apa.” Adeline kembali menolak, lalu seperti baru teringat sesuatu, dia berkata, “Selamat atas pernikahan Anda, Tuan Leo.”

Tatapan Leo pun berpindah dari benjolan di kepala Adeline, lalu menatap wajahnya. Dalam sorot matanya, tampak kilatan emosi yang nyaris tak terlihat. “Selamat juga untukmu.”

Selamat? Selamat untuk apa?

Selamat karena telah dibuang? Selamat karena pria yang ia cintai selama tujuh tahun akan menikahi orang lain?

Tapi memang benar, dia juga akan menikah, dan di hari yang sama. Jadi, memang bisa dibilang “selamat juga.”

Adeline menatapnya sejenak, lalu pamit sebelum melangkah pergi.

Jatuh kali ini cukup memberi berkah, ia mendapat cuti. Kebetulan, ia juga bisa memanfaatkan waktu ini untuk membereskan barang-barangnya.

Tempat tinggalnya saat ini adalah milik Felix. Tiga bulan lalu, mereka masih tinggal bersama di sini. Tapi sejak dia bersama Valencia, dia pindah ke Apartemen The Grandview. Tempat ini pun jadi rumah kecil Adeline seorang.

Namun, di sini masih dipenuhi bayangan Felix, sepatu-sepatunya di rak, bajunya di gantungan, gelas dan botol minuman kesukaannya di lemari, bahkan selimut yang terkadang ia gunakan di sofa pun masih ada.

Selama tiga bulan ini, Adeline tak pernah menyentuh barang-barang itu. Seolah dengan tidak menyentuhnya, Felix akan kembali suatu hari nanti.

Tapi Adeline tahu, baik barang-barang itu maupun dirinya... tak akan bisa lagi menunggu kehadirannya.

Barang milik Felix tak ia sentuh, tapi barang-barangnya sendiri harus ia bereskan. Maka mulailah dia mengemasi pakaian, sepatu, perlengkapan pribadi, bahkan lukisan dan pajangan kecil pun ia kumpulkan semuanya.

Saat Felix datang, dia langsung merasakan ada yang berbeda dengan rumah ini, tapi dia juga tak bisa menyebut apa yang berbeda.

Sejak bersama Valencia, dia memang belum pernah ke sini lagi. Dan kini, tempat ini terasa asing baginya.

Adeline tak menyangka dia akan datang. “Ada urusan apa, Tuan Felix? Atau Nona Valencia butuh sesuatu lagi?”

Tatapan Felix menatap wajah pucatnya. “Bagaimana lukamu?”

Hari ini saat Adeline terluka di toko gaun pengantin, dia pergi sendiri ke rumah sakit, karena Felix memeluk Valencia... karena Valencia ketakutan.

“Masih belum mati kok,” jawabnya dengan nada tak ramah.

Dia manusia, bukan dewa. Meskipun sudah tak mengharapkan cinta, perhatian, atau simpati dari pria itu, tapi dia tetap punya perasaan.

Dia telah menemaninya dari titik nol hingga mencapai puncak. Meskipun tak ada cinta, seharusnya ada ikatan batin karena perjuangan bersama. Tapi saat dia terluka, Felix malah membiarkannya pergi ke rumah sakit seorang diri.

Felix pun melangkah maju, menariknya ke dalam pelukan. Tangannya bergerak menyibak rambutnya.

Saat ujung jari pria itu menyentuh benjolan besar yang belum kempis di kepalanya, rasa sakit membuat Adeline refleks menarik kepala dan mendorongnya menjauh.

“Benjolan sebesar ini kenapa tidak diobati?” Felix kembali mengulurkan tangan. “Ikut aku ke rumah sakit.”

Adeline menjauh darinya. “Kata dokter, isinya darah. Apa kamu mau bawa aku ke rumah sakit buat dikuras?”

Benjolan itu adalah hematoma, harus diserap perlahan agar mengecil.

Terdapat kilasan rasa sakit di mata Felix. “Adeline, hari ini aku... aku bukannya sengaja tidak menyelamatkanmu. Saat itu, kejadiannya terlalu mendadak, dan aku hanya bisa menyelamatkan satu orang...”

Hanya bisa menyelamatkan satu orang, jadi dia menyelamatkan orang yang paling ia cintai?

Kata orang, reaksi spontan seseorang mencerminkan isi hatinya yang terdalam. Adeline paham. Dia tak perlu mendengarnya langsung dari pria itu, dia sudah tahu.

“Dia tunanganmu, jadi kamu menyelamatkannya. Aku mengerti.” Adeline menunduk, tapi air mata di matanya tetap tak bisa ditahan.

“Adeline, aku...” Felix hendak menjelaskan, tapi ponselnya tiba-tiba berbunyi.

Setelah melihat nomor yang masuk, dia pun menekan tombol senyap. “Adeline, kamu istirahat saja di rumah. Urusan pernikahan, biar orang lain yang urus. Tapi sehari sebelum dan saat hari pernikahan, kamu tetap harus datang.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau adeline cuman pantas jadi tempat pembuangan.
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
Adakah binatang lain
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 100 Katanya Aku Sudah Tidur dengan Banyak Pria

    Di belakang Adeline adalah meja hidangan penutup. Ia tak sempat menghindar dan memang tak bisa sembarangan bergerak. Kalau sampai menabrak meja itu, harga dirinya bisa jatuh.Tubuh Valencia menimpanya secara langsung. Bahkan dia sempat berteriak kecil, membuat semua mata di ruangan langsung beralih menatap ke arah mereka.Meski tubuhnya menimpa Adeline, kekuatan Valencia sebenarnya tidak besar. Adeline langsung sadar, ini adalah trik terakhirnya setelah cara halus maupun kasar gagal. Sekarang mulai main licik. “Valencia, kamu benar-benar tak tahu malu.”“Tak ada pilihan, siapa suruh kamu tidak kerja sama?” meski dihina, wajah Valencia masih penuh kepuasan.Adeline mendorongnya, “Seperti plester murahan.”“Ada apa ini?” suara Stella terdengar lebih dulu saat ia datang menghampiri.Belum sempat Adeline menjawab, Valencia sudah lebih dulu berdiri sambil memijat pelipis, “Maaf, Nyonya Brown. Tadi aku tiba-tiba merasa pusing, untung saja Nyonya Muda Brown sempat menolongku.”Penjelasan Vale

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 99 Silakan, Nyonya Galvin

    Valencia tak berani, juga tak bisa.Tujuannya datang ke sini hari ini, ia sangat paham. Hanya saja Adeline benar-benar membuatnya emosi, hingga hilang kendali sesaat.Valencia diam-diam mengatur napasnya. Wajah yang tadi dipenuhi amarah kini diganti dengan senyum palsu, “Nyonya Brown, jangan salah paham. Aku hanya ingin sedikit lebih akrab, supaya orang lain tak melihat kita saling berseteru.”Ucapannya menyentuh titik yang tepat. Meski para nyonya dan sosialita di acara ini tampak ramah dan penuh senyum di depan mereka, siapa tahu apa yang dibicarakan di belakang. Mereka pasti sibuk mengarang cerita tak senonoh tentang dua wanita yang pernah berhubungan dengan pria yang sama.Bagaimanapun juga, dua wanita yang pernah terlibat dengan satu pria akan cukup bagi mereka untuk membayangkan seribu satu kisah liar tanpa batas.Valencia memberi dirinya sendiri jalan keluar yang sopan, namun Adeline tak memberinya muka sama sekali. Ia hanya menanggapi dengan senyum sinis, “Nyonya Galvin, aku pa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 98 Karena Aku Bisa Menenggelamkan Cahayamu

    Mengikuti arah pandangan Stella, Adeline melihat sosok yang dikenalnya, Valencia.Ucapan Stella barusan membuat Adeline tersenyum geli, hatinya pun terasa hangat.Kebanyakan ibu mertua pasti menyimpan keberatan terhadap masa lalu menantu mereka, terlebih jika berkaitan dengan wanita lain dari hubungan suaminya. Tapi Stella tidak seperti itu. Ia bahkan mengingatkan Adeline agar berhati-hati terhadap mantan kekasih suaminya.Stella menarik lengan Adeline sedikit dan berbisik pelan, “Perempuan itu begitu datang langsung sibuk cari perhatian.”Wajah Stella penuh dengan rasa tak suka yang tak ditutupi sedikit pun.“Mama, aku tahu kok. Tenang saja,” Adeline merespons santai sambil mengedipkan mata genit.“Kalau ada yang berani macam-macam sama kamu, langsung datang ke Mama. Mama akan membelamu,” ucap Stella mantap. Panggilannya yang terus-menerus menyebut “Mama” itu, secara tak terduga, mengisi kekosongan yang sejak lama ada dalam hati Adeline.“Pergilah, makanannya di sini cukup enak hari i

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 97 Ditimpa Keberuntungan

    “Edric, akhir-akhir ini cukup uang nggak?”Besoknya di pagi hari, saat Edric baru bertemu Leo, ia langsung dilempar pertanyaan seperti itu.Edric sempat melongo, belum sempat merespons, Leo sudah menyusul dengan ucapan, “Mulai bulan ini, gajimu naik dua kali lipat. Tambahan liburan sepuluh hari dengan gaji penuh di akhir tahun.”Apa?Edric merasa seperti sedang berhalusinasi. Apa yang sudah dia lakukan sampai tiba-tiba ditimpa keberuntungan sebesar ini?“Kenapa? Masih kurang puas?” suara datar Leo bikin Edric langsung siuman.“Terima kasih, Tuan Leo,” Edric buru-buru mengucapkan terima kasih meski masih bingung tak karuan. Dalam hatinya bertanya-tanya, sebenarnya apa yang membuatnya dapat bonus segila ini?“Bukan ke aku, tapi terima kasihnya ke Nyonya,” Leo menjelaskan sambil lalu.Namun hingga akhir hari, Edric tetap tidak menemukan jawaban. Ia yakin dirinya nggak merasa pernah melakukan sesuatu yang berarti untuk Nyonya. Tapi kalau bos sudah bilang, ya catat saja dalam hati.Akhir pe

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 96 Semoga Kau Bisa Sepenuh Hati

    Keluarga Brown.Unit besar yang ada tepat di seberang apartemennya.Dan sekarang, sebuah rumah bergaya taman pribadi.Apakah Leo ingin mengurungnya dengan rumah-rumah ini?“Leo, kamu sepertinya lupa kalau pernikahan kita hanya untuk tiga bulan, dan sekarang bahkan kurang dari tiga bulan lagi,” ujar Adeline mengingatkan.Leo yang masih setengah mengantuk hanya menjawab dengan malas, “Bukankah masih dua bulan dan dua belas hari?”Dia bahkan mengingat tanggalnya lebih jelas daripada dirinya.“Kalau kamu tahu, kenapa repot-repot melakukan semua ini?” Rumah ini, mulai dari taman kecil hingga interiornya, semuanya dibangun sesuai seleranya.Leo bahkan tahu ukuran pakaiannya dengan tepat, jadi Adeline tidak heran dia bisa menebak apa yang disukainya.Apa yang dia sukai belum tentu disukai orang lain. Ketika mereka berpisah nanti, rumah ini jelas akan berpindah tangan. Pada saat itu, dia harus merenovasi ulang, dan itu jelas merepotkan.Tapi yang membuat Adeline cemas adalah sikap Leo. Ia teru

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 95 Nyonya Brown, Pinggangku

    “Temani aku keliling sebentar!”Dengan satu kalimat itu, Leo sukses menyeret Adeline keluar dari Sanatorium hingga sampai di gerbang depan.Mobil mencolok dan penuh gaya yang sempat dipuji oleh Brilliant masih terparkir di sana dengan sikap arogan. Leo melingkarkan lengannya di pinggang Adeline, melirik mobil itu lalu melirik Adeline, “Aku bilang kan, mobil ini cocok sama kamu, tapi rasanya masih kurang sedikit. Untuk sekarang, kita pakai ini dulu. Nanti kita pilih yang lebih bagus lagi.”Jadi... mobil ini hadiah darinya?Adeline sempat tertegun. Ia tak menyangka. Mobilnya yang lama sebenarnya masih bisa dipakai setelah diperbaiki, tidak perlu beli yang baru.Tapi mobil ini sudah ada di depan matanya, menolak pun hanya akan membuang energi. Lagi pula, barang-barang dari Keluarga Brown sudah terlalu banyak ia terima. Pada akhirnya toh semua tak akan ia ambil. Jadi satu tambahan ini pun tak ada bedanya.Begitu seseorang mulai berpikir lebih ringan, banyak hal pun jadi lebih sederhana dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status