”So, bisa kau beritahu aku, apa yang kau katakan pada gadis itu?” tanya George penasaran.
Will melirik, ”mengapa kau begitu peduli dengan yang aku katakan kepadanya?”
”Ya, aku hanya ingin mengevaluasi saja. Apakah itu permintaan yang baik atau tidak? Sehingga membuat gadis itu menolakmu. Karena setahuku sih, kau orang yang menyebalkan. Aku khawatir kau mengatakan sesuatu yang menyinggungnya.” Ujar George.
Will terkekeh mendengar ucapan psikiater sekaligus temannya itu. Dulu Will sering berkonsultasi dengan George saat ia sedang dalam keadaan tidak baik. Hampir tiap-tiap pekan ia mengunjungi George. Lama-kelamaan mereka menjadi teman. Mengingat jarak usia mereka tidak terlalu jauh, mereka cepat akrab. Sejak saat itu, bilamana Will sedang dalam masalah ia akan membagi masalahnya kepada George terlebih dahulu dibandingkan Kimberley. Jelas saja, George akan memberikanny
”Mari kita putus!” Ucap Hanna dingin.George yang mendengar itu bagai disambar petir di siang bolong. Ia terdiam, terduduk lesu air mukanya kehilangan cahayanya. Muram.”Mengapa kau tiba-tiba mengatakan ini? Apa aku menyakitimu?” tanya George, nada bicaranya terdengar putus asa.”George, aku wanita yang tidak suka terjebak dalam hubungan yang lama. Aku suka bosan. Tadinya aku sempat ingin melanjutkan hubungan ini, tetapi setelah mengetahui kau dan si brengsek itu berteman bahkan ide gila juga saranmu, aku tidak berniat lagi. Mungkin ini terdengar tidak masuk akal bagimu. Tak masalah.” Hanna menjelaskan alasannya kepada George.Sementara pria malang itu merasa terpuruk dan terpukul. Ia terlanjur mencintai gadis itu. Oleh karena itu, ia menjadi hilang harga diri, menangis di depan gadis itu. Berharap adanya kesempatan kedua.”
”Hmm, aku tidak bisa menjamin itu. Biarkan saja waktu yang menjawab. Semua butuh proses ditambah dia gadis yang sedikit, hmm…kau tahu kan maksudku.” Tangan Will bergerak-gerak.”Tidak masalah. Urusan Hanna serahkan saja kepadaku, Tuan. Gadis itu akan menerima lamaran ini.” Balas Nyonya Mery.Wah! Bahkan sekarang ia terkesan menjual anak gadisnya itu. Ck!ck! Semakin kembanglah hidung mancung Will Greyson. Sekarang ia merasa berada di atas awan. Rencananya akan berhasil dan tentu saja impiannya untuk mengencani Kimberley akan terwujud begitu ia sembuh nanti. Pembantu dan majikan itu tenggelam dalam khayalan mereka masing-masing. Yang satu memikirkan Kimberley dan yang lainnya memikirkan menimang cucu. Sungguh sangat sesuai dengan istilah dalam pelajaran biologi, Simbiosis mutualisme.”Baiklah kalau begitu. Aku percaya kepadamu. Kau mendapatkan pernikahan putrimu dan aku me
”Hah? Kau bercanda!” Pekik Ryan. ”Aku serius,” Sahut Will dingin. Bagai melihat hantu di malam hari, Ryan tercengang dengan mata yang melotot lebar bahkan hampir melompat dari tempatnya. ”Will, aku tidak suka bercanda. Kau tahu, aku tidak mungkin mengizinkanmu menikah. Saat ini kau sedang populer. Dan para wanita yang menggilai dirimu akan kecewa. Tentu saja itu akan berdampak pada popularitasmu. Yang lebih buruk lagi kau tidak lagi mendapat tempat di industri ini. Sekarang berhentilah mengatakan omong kosong dan fokuslah dengan konsermu. Aku tidak ingin ini gagal. Para sponsor juga mengharapkan yang terbaik. Jadi jangan mengecewakan aku dan bos-bos itu.” Sergah Ryan. Will menarik-narik kerah bajunya, ia merasa gerah dengan ucapan manajernya itu. ”Mengenai konser, aku tidak akan mengecewakanmu. Aku pasti akan memberikan yang terbaik, tetapi aku tida
Padahal jalanan di kota itu tidak sepi. Banyak kendaraan yang berlalu-lalang juga beberapa pejalan kaki dan kios-kios jajanan.”Sayang, mengapa kau cepat sekali.” Kata pria itu.Ia terlihat mabuk dan berjalan miring-miring. Ia tidak sendirian ada satu pria lagi bersamanya. Mereka berdua menyeringai menatap punggung Hanna yang semakin jauh. Rupanya mereka memiliki pikiran jorok saat melihat kemolekan Hanna.Hanna yang mulai panik, berlari menghindar sambil memeluk dengan erat kantong rotinya. Sebuah batu sebesar kepalan tangan orang dewasa terletak di jalanan itu. Dari sekian banyaknya jalanan entah mengapa batu itu harus ada di sana. Hanna terjerambab saat kakinya memijak batu itu. Ia terduduk meringis kesakitan memegangi pergelangan kakinya yang terkilir.Dua orang yang mabuk tadi berhasil menyusul Hanna. Mereka terkekeh dengan seringai mesum. Satu pria bo
Will keluar dari mobilnya dan menghampiri Hanna. Ia berjalan percaya diri sambil memasukkan telapak tangannya ke dalam saku celananya. Dan berbicara dengan lagak pongahnya.”Kau berjalan seperti siput. Aku tidak yakin kau bisa sampai ke rumahmu dengan berjalan seperti itu.”Hanna menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.'Pria ini sangat menyebalkan. Dia kemari hanya untuk mengoceh, yang benar saja.' Gerutu Hanna dalam hati.Sebuah senyuman kecut terbit di bibir Hanna.”Tuan Will Greyson yang sok hebat, kau kembali hanya untuk merecoki aku? Cih! Kau sungguh menyebalkan,” sindir Hanna.Will berdehem beberapa kali, sebenarnya ia merasa gagu sebab ingin menawarkan tumpangan kepada Hanna.”Hmm, tadinya aku ingin menawarkan tumpangan padamu, tetapi kau mengatakan aku pria yang menyebalka
Pria itu bergeming. Terpaku dengan pertanyaan itu atau lebih tepatnya lamaran pernikahan dari Kimberley. Bukankah seharusnya ia yang melamar gadis itu. Dunia sepertinya sudah terbalik. Will bahagia mengetahui fakta bahwa Kimberley juga mencintainya, namun di satu sisi ia juga sedih. Philophobia-nya tidak mungkin bisa diajak berkompromi. Dalam hatinya, Will sudah bertekad untuk sembuh dulu baru menyatakan cinta kepada Kimberley. Ia tahu, tidak mungkin selamanya ia harus menghindari Kimberley. Satu-satunya jalan ia sembuh adalah Hanna. Hanya gadis itu yang bisa membantunya. Ya, ia akan fokus untuk kesembuhannya. Kimberley mungkin akan mengerti. ”Kim, aku tidak bisa. Kau juga sudah tahu aku menderita philophobia, bagaimana mungkin kita bisa menikah. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Bisakah kau menungguku sembuh dulu?” Jawab Will, ia menatap lurus kepada Kimberley. Detak jantung Kimber
Hanna meraih ponsel yang ada di sebelahnya. Ia membuka riwayat panggilannya, mencari nomor ponsel Will. Sejurus kemudian ia menghubungi nomor Will. Cukup lama panggilan itu dijawab, paling tidak ada satu menit.[ ”Wah, kau tidak pernah menghubungi aku. Sepertinya ini sesuatu yang penting, bukan?” Sahut Will dari sambungan itu.”Hmm, mari bertemu besok. Ada yang ingin aku bahas denganmu.””Besok aku sibuk. Kau tahu kan, aku ini seorang superstar yang tampan dan tentu saja jadwal aku padat. Bisakah kau mengatakannya sekarang saja?””Tidak bisa. Baiklah jika kau tidak mau. Padahal tadinya aku ingin menimbang tawaranmu waktu itu. Sepertinya kau tidak berniat lagi, aku senang. Maaf sudah mengganggu waktumu, Tuan sok hebat.””T-tunggu. Besok malam bagaimana?””Setuju.”]
Raut wajah Ryan semakin masam tak sedap dipandang, sedetik kemudian ia berkacak pinggang dan berbicara ketus kepada Will.”Berita apa lagi yang kau maksud? Will, jangan melakukan hal yang gegabah. Beritahu aku, apa rencanamu?”Will menanggapi Ryan dengan datar tanpa ekspresi, ”kau akan mengetahuinya nanti. Ah, sepertinya latihanku sudah selesai. Aku pulang dulu,” pungkasnya.Will segera berlalu, tak lupa ia menyematkan handuk kecil yang sudah ia pakai ke tangan Ryan. Sang manajer hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu, ia tidak akan bisa menang bila berdebat dengan Will Greyson. Kepalanya dipenuhi dengan rasa penasaran juga rasa kesal.Sedangkan Will, ia juga merasa kesal dengan semua gosip buruk tentang dirinya. Ia hanya perlu satu berita yang akan menepis semua gosip miring tentangnya. Entah mengapa hanya Hanna yang ada dalam rencananya. Will segera melajukan mobil