.
.
.
Brak! Sialan! Umpat Mawar dengan lirih. Ia tidak menyangka jika dia akan mempermalukan dirinya sendiri seperti itu. Tidak! Ia tidak boleh tenggelam dalam pesona bocah brengsek ingusan itu. Tidak boleh!!
Menepuk-nepuk pipinya, Mawar mencoba mengingatkan dirinya sendiri yang sepertinya mulai melakukan hal-hal diluar kendalinya sebelum akhirnya ia melihat Jali sedang membersihkan lantai yang ada disana.
Nging!
“Hai. Jali.” Sapa Mawar kepada robot yang telah mengedipkan lampu hijaunya tersebut. Melihat Jali merespon perkataannya, sebuah senyuman seketika timbul di wajah Mawar.
“Eh. Aku sangat bosan. Kau tahu tempat yang bagus tidak untuk bersenang-senang?” Mawar bertanya sembari duduk berjongkok menghadapi robot yang sepertinya mengerti dengan maksud perkataannya.
“Baik. Kalau begitu tunjukkan kepadaku ya.” Pintanya kepada Jali yang langsung dibalas dengan sebuah kedipan lampu berwarna hijau.
Nging! Dari sana,
. . . “Eh…?” Mawar yang saat ini tertidur di bawah pohon palem yang ada di taman bukit itu merasakan sesuatu menyentuh perutnya. Jali, robot itu sungguh sangat jahil! Pikirnya dalam hati. “Jali, jangan begitu.” Gerutunya tidak senang dengan keusilan robot bulat itu yang ia kira sedang bermain dengannya. Memiringkan tubuhnya, Mawar kemudian dapat merasakan sesuatu itu kembali menyentuh pahanya hinga ia merasa sangat terganggu. “Jali, sejak kapan sih kau jadi usi-“ Sebelum ia bisa mengatakan ‘usil’, rupanya kata-katanya itu terpotong begitu saja saat dirinya melihat sosok pria busuk yang ingin dihindarinya telah berdiri disampingnya sambil memegang sebuah cabang kayu kecil yang dipakai untuk membangunkannya. “Apakah enak tidur disini?” Kata Jayden kemudian sembari menyentuhkan ujung cabang itu ke bahu Mawar untuk menyibak rambut panjangnya yang tertiup angin itu ke belakang. “Enak! Tentu saja enak! Dasar kau brengse-“ Mawar sanga
. . . “Ehem! Nyonya. Silahkan makan dulu.” Mengaburkan pemikiran Mawar akan salep serangga, bibi Hans yang sepertinya mengetahui segala hal itu kemudian meraih tangan Nyonyanya yang bangun dari sofa itu untuk menuju ke meja makan yang telah disiapkannya. Perlahan, Mawar yang berjalan kesana dapat melihat pria berkaos hitam dan bercelana putih itu tengah berfokus dengan makanannya diujung meja yang disebelah sana. Sedangkan diujung yang berseberangan, Mawar yang duduk menunggu makanannya, sepertinya tidak tahu dengan apa yang harus ia katakan karena barusaja ia juga melihat bibir pria itu membengkak! Tidak! Apakah kejadian di mimpinya adalah sebuah kenyataan?! Mawar kemudian mengedip-ngedipkan matanya kembali untuk mengingat-ngingat kejadian tadi siang dimana ia dan Jali berada di taman bukit yang ada di belakang rumah. Setelah itu, ya, ia sedikit bertengkar dengan Jayden karena pria itu menyentuhnya dengan ujung cabang kayu dengan sembarangan.
. . . Malam harinya, Mawar telah menyelesaikan rutinitasnya sebelum tidur. Dengan rambut panjangnya yang telah dikeringkan dengan hairdryer, ia kemudian keluar dari kamar mandi dan bergegas menempatkan dirinya di atas lantai dingin yang hanya beralaskan karpet bulu berwarna putih. Bagi Mawar, keberadaan karpet itu sudah cukup baginya untuk tidur dibandingkan dengan pengalaman di malam pertamanya yang tidur di atas lantai tanpa memakai sehelai alas apapun. Membaringkan tubuhnya berlawanan arah dengan ranjang utama di kamar itu, Mawar sedikit mengernyitkan alisnya karena ia menindih lengannya yang masih terluka akibat goresan anak panah yang semalam didapatkannya. Sedikit menahan sakit, Mawar teringat akan obat-obat pereda nyerinya yang malam ini belum sempat ia minum sehingga ia kemudian beranjak bangkit dan menuju ke mini bar disudut kamar itu untuk mengambil segelas air dan beberapa butir obat. Jayden yang sedang sibuk dengan laptopnya di ata
. . . Membaringkan tubuhnya disamping Mawar, Jayden kembali melihat bahu wanita itu yang masih naik turun. Apakah wanita itu masih menangis? Lantas, Jayden mulai teringat dengan kata-katanya yang pedas pada wanita itu di meja makan sebelumnya. “Ciuman itu hanya sebuah kecelakaan.” Jayden tiba-tiba teringat dengan kata-kata yang diucapkannya kepada Mawar sebelumnya. Dalam hatinya, ia membatin, apakah Mawar sekarang masih terluka dengan perkataan itu?! Sebenarnya, tentu saja, dirinya tidak bercanda dengan ciuman itu. Ia sungguh-sungguh ingin menciumnya dari sejak dirinya dipanggil Jali! Bahkan dahulu, disetiap mimpinya, ia selalu memimpikan bisa berciuman dengan Mawar. Katakanlah bahwa sejak kuliah, dengan penampilannya yang culun itu, dia telah menjadi pria mesum dengan mimpi-mimpinya yang basah terhadap wanita itu. Tetapi begitulah adanya. Mawar, dahulu memang selalu menjadi fantasinya! Menyesali perkataannya yang sepertinya telah mere
. . . Ting! “1134.xxSPY.” Sebuah pesan terdengar pada dini hari yang seketika membangunkan Jayden dari tidurnya. Sedikit mengamati kode rahasia yang sempat dibacanya, pria itu kemudian bergegas menyambar jaket dan perlengkapannya untuk segera pergi menuju ke suatu lokasi yang misterius. “Tuan. Apakah saya perlu membangunkan Nyonya?” Tanya Bibi Hans yang telah menunggu pria itu di depan pintu utama. “Tidak perlu. Berikan ini padanya.” Pinta Jayden yang membuat bibi Hans bertanya-tanya setelah membaca beberapa poin catatan pada kertas yang ditulisanya. “Tuan. Apakah anda yakin?” bibi Hans sebenarnya masih bingung dengan isi catatan itu sehingga ia ingin memastikannya sekali lagi. Dirinya tentu tidak mau melakukan kesalahan apapun yang mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam membaca atau semacamnya. “Tentu saja. Aku pergi dulu.” Terangnya sembari berlalu dari rumah itu. Jayden saat ini, ketika dirinya terbangun dan
. . . “Rudal khusus dilengkapi dengan system bom bunuh diri.” Jelas Jayden yang membuat sang Perdana Menteri dan komandan perang di sambungan video call itu terperanjat. Selama satu jam, Jayden sebelumnya telah mengamati desain rudal di bawah laut yang berhasil ditangkapnya. Awalnya, rudal itu terlihat sama seperti rudal biasanya, tetapi setelah melihat sebuah tanda merah disisi bawahnya, Jayden sedikit penasaran dan mencoba untuk melihat kembali sambungan yang dapat dilihatnya dari luar. Oh. Warna merah itu rupanya adalah kabel jenis Hs-24 yang biasa digunakan untuk menyambungkan sebuah bahan peledak lain yang akan meledak dalam hitungan menit apabila rudal itu tidak berhasil diluncurkan atau mengalami kendala dalam peluncurannya. “Jadi kau tidak bisa menon-aktifkan pelucurannya?” Kata Perdana Menteri itu dengan seragam kedinasannya yang terlihat gusar di dalam hatinya. Tentu, mereka harus menggagalkan misi Negara K, karena mi
. . . 2 menit kemudian, komandan negara K terlihat semakin tidak tahan lagi sehingga ia melepas semua kancing bajunya untuk memperlihatkan kaos dalamnya yang berwarna hijau tua itu. Benar. Ia sangat frustrasi dengan adanya peretas yang tiba-tiba mengalihkan arah rudal mereka. Bahkan semua militer bersertifikat professional di bidang peretasan tidak mampu untuk mendeteksi mereka! Semakin kesal, komandan perang itu kemudian kembali menanyakan hasilnya. “Sudah atau belum???!!!!” teriaknya yang mendapat tanda gelengan kepala dari para bawahannya. Mereka semua sudah mencoba segala cara, tetapi sepertinya cyber musuh menggunakan strategi dan peralatan yang lebih canggih dari mereka sehingga mereka tidak mampu menggapai coding-coding yang telah menyusup dan memblokir jalan keluar mereka. Brengsek! Komandan itu seketika membalikkan mejanya hingga meja itu terpental beberapa meter kedepan sebelum akhirnya ia mengambil sebuah keputusan. “Cepat! Hubungi
. . . Sementara itu, disisi benua lain yang jauh dari tempat Jayden saat ini berada, Mawar tengah menatap hutan di wilayah bagian utara pulau itu. Dengan membawa secarik kertas di tangannya, ia mengamat-amati apakah itu adalah benar lokasi yang ditunjukkan pada gambar yang dilihatnya. Beberapa saat, sempat muncul keraguan didalam hatinya karena hutan dihadapannya begitu rimbun dan gelap. Hal itu tentu membuatnya semakin bertanya-tanya mungkinkah ada pepohonan buah anggur didalamnya seperti yang dikatakan oleh bibi Hans Em, jika mengingat lagi, bibi Hans sama sekali tidak mengatakan bahwa perkebunan anggur itu berada di dalam hutan melainkan berada di sisi utara pulau Henai. Sayangnya, meskipun bibi Hans sudah membekalinya dengan secarik kertas bergambar peta dengan seluruh petunjuk arah disana, Mawar sama sekali tidak memahaminya. Yang ia ketahui ketika ia bangun tadi pagi adalah ia mendapat hukuman untuk ikut merawat buah anggur yang dilakukan oleh p