.
.
.
Samar-samar deru nafas sepasang insan disana terdengar saling bersahutan di-iringi deburan ombak dari arah luar serta tiupan angin yang menerabas dedaunan pohon palem didekat balkon kamar itu. Mawar yang saat ini sudah merasa lebih baik dengan suhu tubuh yang mulai normal mulai membuka kedua matanya untuk memandangi jendela kaca terbuka yang memperlihatkan birunya langit sore hati yang dapat dilihatnya dengan sangat gambling.
Sejenak, Mawar yang baru saja terbangun itu terdiam hanya untuk menikmati sensasi yang sangat nyaman disekitarnya. Entah mengapa, selama hidupnya, dirinya belum pernah mengalami tidur siang senyaman dan senyenyak itu. Yang ia tahu, setiap kali tidur, ia selalu merasa sangat resah dengan alasan yang tidak jelas, sehingga kerap kali dirinya tidak begitu menikmati tidur siangnya. Tapi kali ini, suasananya sangatlah berbeda. Udara di pulau itu sangat sejuk seakan memberikan ketenangan tersendiri untuknya. Tentu sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya sebelumnya yang berada di pusat kota. Sayangnya saja, Mawar harus ke pulau itu karena sebuah penculikan.
Menghela nafasnya dengan panjang, Mawar kemudian mencoba memperbaiki posisi bantalnya sembari matanya masih memandangi sepasang burung yang hinggap di dahan pohon kelapa yang terlihat dari kamarnya. Sambil terkikih, Mawar merasa bahwa kedua burung yang bermesraan itu sangatlah lucu. Coba lihatlah, bagaimana burung yang sepertinya betina itu berputar-putar diikuti oleh burung jantan yang mengikutinya. Bahkan sesekali burung itu saling menyentuhkan paruh mereka seakan binatang itu tahu caranya berciuman. Melihat itu semua, Mawar menahan tawanya dengan perutnya yang naik turun. Ah, lucu sekali! Batinnya di dalam hati.
“Kenapa tertawa?” Sebuah suara bariton tiba-tiba terdengar dari belakang telinga Mawar yang membuat wanita itu seketika menjawabnya.
“Oh. Itu, dua burung itu lucu sekali. Mungkin mereka sedang bermesra-“ Memotong perkataannya sendiri, Mawar sontak terkejut dengan suara yang begitu dekat dengan dirinya. Bahkan, ia sekarang dapat merasakan hembusan nafas dari seseorang yang ada dibelakangnya.
Tidak! Mawar menutup dan menggelengkan kepalanya untuk mencerna situasi yang terjadi. Namun, sebelum ia bisa berpikir, perutnya semakin dililit oleh sebuah tangan besar yang sebenarnya sedari tadi telah memeluknya dengan sangat posesif!
“Brengsek!” Dengan spontan, Mawar yang baru tersadar seketika membalikkan badannya dan mendapati bahwa pria itu saat ini tengah tidur bersamanya dengan posisi mereka berdua yang sangat intim dan terlihat begitu mesra bahkan melebihi sepasang burung yang sedang berada diluar.
“Kenapa Mawar? Apa kau suka bermesraan seperti ini seperti burung itu?” Jayden yang sebelumnya telah menangkap kata-kata Mawr tampak mengejek wanita yang ada dalam dekapannya.
“Jayden! Kucluk. Lepaskan aku!!!” Dengan tenaga ektra Mawar mencoba terlepas tetapi dekapan Jayden begitu kuat sehingga ia tidak mampu untuk lari dari sana. Tentu saja, kondisi itu, membuat Mawar menjadi semakin geram hingga ia kemudian menjambak rambut milik Jayden yang membuat pria itu segera terbangun sepenuhnya dari posisi tidurnya.
“Awww!!! Awww!!! Huaa..sakit!!!” Sayangnya, bukan Jayden yang menjerit kesakitan, melainkan dirinya sendiri yang tanpa sengaja telah membenturkan kakinya yang terluka dengan tubuh Jayden yang sangat keras. Astaga, ia lupa bahwa kakinya itu sedang sakit sehingga ia tidak berpikir bahwa tindakan itu akan melukai dirinya sendiri!
“Bodoh!” sahut Jayden dengan senyum mengejeknya. Sepertinya untuk saat ini, pria itu tidak mau berurusan dengan wanita yang baru sembuh itu, sehingga ia hanya diam dan pergi dari sana.
“Arrrkkkk. Jayden! Berhenti Kau!!” Mawar tampak geram sembari melempari bayangan pria itu dengan seluruh bantal yang ada disana. Sial! Andai saja tadi dirinya lebih pintar, ia tidak akan begitu saja mengikuti GPS di layar milik Jali, si robot kecil itu.
Mawar tampak merutuki kebodohannya sendiri karena ia sama sekali tidak bisa memetakan sebuah area. Andai dia lebih jeli, seharusnya dirinya tahu bahwa selama beberapa jam, pada pelarian siang tadi, ia hanya mengikuti sebuah jalan besar beraspal yang mengitari pulau itu saja dan bahkan bermula dan berhenti di satu titik yaitu anjungan pantai itu! Menyugar rambutnya dengan frustrasi Mawar kemudian tanpa sadar melihat lukanya yang kali ini sudah terbalut dengan sangat rapi.
Sedikit terheran, ia kemudian mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya siang tadi. Oh! Dirinya baru ingat, tadi siang ia merasa badannya sakit lalu kemudian ia segera menuju ke ranjangnya untuk berbaring. Lalu… setelah itu Mawar tidak ingat lagi apa yang terjadi. Tetapi keberadaan sekotak obat, bekas alat injeksi dan lainnya yang masih berada disana, cukup untuk memberitahu Mawar mengenai sosok yang baru saja membantunya.
Menghela nafasnya, sedikit rasa bersalah terbesit di hati wanita itu yang telah bersikap kasar kepada Jayden, pria yang sebelumnya telah membantunya pulih. Namun baru beberapa detik rasa itu muncul, ia segera ditenggelamkan oleh sebuah fakta bahwa dirinya saat ini sedang diculik! Jadi wajar saja menurutnya untuk bersikap arogan kepada mantan budak cintanya yang telah berbuat tidak senonoh itu. Lagipula, siapa suruh pria itu tidur disampingnya dan bahkan memeluk dirinya begitu! Dengan mendengus kesal, Mawar kemudian turun dari ranjangnya dan berjalan sembari melompat ke arah balkon yang ada di kamar itu.
Setelah sampai disana, sekilas dari kejauha, ia dapat melihat seseorang berpakaian adat yang sepertinya sedang memungut sesuatu dipantai. Oh. Tentu saja, itu sepertinya adalah kesempatan baginya untuk mencari pertolongan! Sehingga dengan pemikiran itu Mawar kemudian berteriak dengan sangat kencang dan melambaikan kedua tangannya ke udara.
“Hei! Tolong!!!! Tolong!!! Siapapun disana tolong aku!!!!” Katanya kepada orang itu yang terlihat mulai memandang ke arah balkon dimana saat ini Mawar telah berada. Melihat dari gerakannya, sepertinya orang itu mampu mendengar suara Mawar dari kejauhan.
“Hei! Kau dengar aku? Ayo tolong aku! Aku sedang diculik!!!” Teriaknya kembali sembari melambaikan tangannya untuk memberi isyarat supaya orang itu mau datang kesana.
Awalnya orang berbaju adat itu seperti sedang kebingungan sejenak, tetapi kemudian ia mengangguk dan segera berlari dari sana dengan meninggalkan seluruh kerang yang sempat dicarinya. Dari jauh, Mawar bisa melihat orang itu segera lari menaiki kapal perahunya dan sepertinya sedang menuju ke pulau disamping pulau dimana saat ini dirinya berada.
Bagus! Mawar merasa sangat puas karena setidaknya ada orang lain dipulau itu yang mengetahui keberadaannya. Setelah ini, ia sangat yakin jika orang itu akan segera mencari bantuan untuk menyelamatkannya. Tentu saja sebelum hal itu terjadi, Mawar harus menyelamatkan dirinya sendiri dari cengkeraman pria yang tadi membanting pintu kamar dengan sangat kencang.
Sembari menungu bantuan, Mawar kemudian merasakan ada suara aneh diperutnya! “Kruk!!” suara itu sepertinya telah meraung-raung meminta untuk diisi. Tetapi bagaimana caranya ia mendapat makanan?! Lagipula, Jali si robot itu juga tidak ada disana. Aduh, bagaimana ini?!
...“Bibi! Bangunlah Bi!” teriak Mawar seraya memeluk bibi Hans.Bibi Hans telah kehilangan banyak darah. Tubuh tuanya telah dengan ganas dikoyak oleh harimau itu karena dia terus berusaha melindungi Mawar.“Bi, jangan mati. Kumohon.”Mawar mengusap darah yang mengalir di dada bibi Hans yang tercabik oleh hewan buas itu. Dia begitu panik dan tubuhnya gemetaran. Mawar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya karena darah bibi Hans mengucur begitu derasnya.“Nyonya, maafkanlah saya,” ucap Bibi Hans tiba-tiba.Wanita tua itu membuka matanya. Dia terlihat meneteskan air matanya karena rasa bersalah yang menderanya. Sudah lebih dari 20 tahun dia hidup bersama dengan Jayden yang telah diasuhnya layaknya anaknya sendiri. Dan sang tuan muda begitu mempercayainya. Tetapi apa yang dilakukannya? Dia malah mengkhianati Jayden dengan membawa isterinya ke Madelline!“Tidak Bi. Jangan ucap
...Mawar tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Matanya tertutup kain hitam dan kedua tangannya terikat kebelakang. Hanya deru nafasnya saja yang terdengar menggema di ruangan yang dingin dan sepi itu.Sampai akhirnya, langkah kaki terdengar memasuki ruangan yang nampaknya besar itu. Dan tidak beberapa lama kemudian sebuah suara asing akhirnya menggema disana.“Buka kain di matanya!” seru seorang wanita dengan suara mendominasi.“Baik Nyonya!” jawab seorang pria yang sepertinya adalah pengawalnya.Langkah kaki pria itu terdengar mulai mendekat ke arah Mawar. Dan dalam hitungan detik, pria itu telah menarik dan melepas penutup mata hingga Mawar dapat melihat dengan jelas situasi di depannya.Ya, dia saat ini berada di ruang tamu sebuah rumah mewah bergaya Victoria yang sangat besar. Dinding rumah itu berwarna putih dan dikelilingi oleh jendela-jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan pegunung
...Melihat keinginan sang Nyonya, Bibi Hans tidak dapat menahan rasa ibanya. Dia menghela nafasnya sebelum akhirnya dia pergi ke belakang untuk mengambil sesuatu dari dalam brankas yang dimilikinya. Sekilas, ia terlihat mengamati benda itu. Sepertinya ada sedikit keraguan di dalam hatinya. Dari sorot matanya, ia tidak ingin memberikan benda itu kepada Mawar. Tetapi ada hal lain di dalam dirinya yang mendorongnya begitu kuat untuk melakukan apa yang dia yakini.Perlahan, BIbi Hans mengambil benda itu dan menggenggamnya. Kemudian, dia lalu menghampiri sang Nyonya yang masih menangis di atas lantai dingin di dapur itu.“Nyonya … “ ucap Bibi Hans ikut bersimpuh di depan sang Nyonya.Bibi Hans memegang tangan Mawar. Tangan itu terasa begitu dingin karena gemetaran. Bibi Hans tahu, ini adalah waktu baginya untuk memberikan benda itu kepada sang Nyonya.“Nyonya, pergilah. Saya akan menolong anda untuk keluar dari
...Selama berhari-hari Mawar dibuat penasaran oleh sikap bibi Hans yang berubah. Beberapa kali, Mawar menangkap bayangan bibi Hans yang selalu sembunyi-sembunyi menuju ke belakang rumah untuk menghubungi seseorang. Tetapi anehnya, ketika ditanya, dia selalu mengatakan bahwa itu adalah telepon dari anaknya. Atau kalau tidak, itu adalah telepon dari suaminya.Mustahil. Ponsel bibi Hans tidak akan mungkin bisa digunakan untuk menghubungi keluarganya dengan leluasa karena Jayden sudah membuat pembatas jaringan. Lagipula, Bibi Hans sendiri dulu juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menikah. Kalau dia sampai berbohong, pasti ada hal besar yang disembunyikannya, batin Mawar sambil meneguk segelas orange juice miliknya.“Nyonya, saya akan mengambil bahan-bahan makanan yang di drop oleh suruhan Tuan Jayden,” ucap Bibi Hans yang segera diangguki oleh Mawar.Selama beberapa hari ini, Mawar memang tinggal sendiri bersama Bibi Hans
...Hari telah berganti malam di Pulau Henai. Setelah Bibi Hans memasak makan malam, ia bergegas untuk berjalan menuju ke belakang rumah pantai yang besar itu. Disana, ada sebuah kursi kayu di bawah pohon beringin yang cukup remang. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lain disana, ia lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.Tidak beberapa lama kemudian, sambungan itu terhubung dan seseorang terdengan berbicara diseberang sana.“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita itu diseberang sana.“Seperti yang Nyonya minta, saya sudah mencari tahu niat Tuan Muda yang sebenarnya,” jawab bibi Hans kepada wanita itu.“Apa katanya?” sahut wanita itu sebelum kembali berbicara, “Kau tahu sifatku dan kau juga tahu apa saja yang bisa aku lakukan kalau kau menyembunyikan sesuatu dariku,” imbuhnya.“Tentu saya tidak berani Nyonya,” timpal Bibi Hans kemudian melanjutkan perk
...Siang hari terasa sejuk di rumah pantai dengan seluruh jendela kaca yang terbuka. Dengan antusias, Jayden melangkahkan kakinya untuk masuk kesana. Ia berpikir, isterinya itu akan rajin belajar, sama seperti sebelumnya yang dia lihat. Ya, beberapa hari yang lalu, ketika ia dan Mawar sedang bertengkar, Jayden bisa melihat semangat yang membara pada diri wanitanya itu. Sehingga ia berpikir, mungkin hal yang sama juga terjadi saat ini.Saat hendak menarik gagang pintu rumahnya, Suseno tiba-tiba telah berlari keluar dan menabraknya begitu saja. Bruk! “Aw…” keluh sahabatnya itu seketika setelah badan kurus miliknya berbenturan dengan badan Jayden yang kekar. Terasa sakit hingga Suseno mengelus lengannya beberapa kali.“Kau ini kenapa?” tanya Jayden penasaran.“Ja-Jay, mengerikan Jay!” kata Suseno menjawab pertanyaan dari sahabatnya.“Apa yang mengerikan? C
...“Bos, sekelompok kru dari kapal itu telah menyelamatkan diri. Apakah kita perlu menangkap mereka?” tanya pria diseberang telepon itu.“Tidak perlu. Biarkan saja mereka. Aku hanya sekedar bermain-main saja,” jawab Jayden seraya terus menciumi tangan isterinya.“Siap Bos!” sahut bawahannya itu.Menutup ponselnya, Jayden lalu merasakan ada sepasang mata yang saat ini tengah menatap tajam dirinya. Dia tahu, Mawar pasti bertanya-tanya mengenai kejadian hari ini. Tetapi Jayden masih belum ingin memberitahunya apapun. Itu terlalu berbahaya bagi Mawar.“Jay, hentikan aksimu itu!” seru Mawar menarik jemarinya dari mulut suaminya itu. “Sekarang cepat katakan semua hal yang aku tidak tahu!” imbuh wanita itu.Jayden tidak bergeming. Dengan lembut, ia malah mengambil anak rambut isterinya dan merubah topic pembicaraan.“Sayang, rambutmu wangi sekali. Shampoo apa
...Keluar dari rumah pantai itu, Bos Li berdecak dengan sangat kesal. Bagaimana tidak, cucu lelakinya itu telah berani mengepung kapal perang miliknya. Dasar bocah kurang ajar! Sekarang, mungkin yang perlu dia lakukan adalah mundur terlebih dahulu. Tetapi suatu saat nanti, ia yakin, bahwa ia bisa menakhlukkan bocah pemberontak itu dan membawanya kembali ke keluarga Linua.Membawa tongkatnya, Bos Li terus berjalan menuju ke kapal yang telah menjemputnya. Namun di sela-sela perjalanannya, kedua matanya melirik ke arah cucu perempuannya itu.“Diona, sejak kapan kau tahu tentang keberadaan kakakmu di pulau ini?” tanya sang kakek, “Pulau Henai bukanlah tempatmu atau kakakmu,” imbuhnya.“Em, Kakek, aku minta maaf. Aku tahu sejak mata-mataku melihat kakak menculik seorang perempuan,” sahut Diona dengan sedikit merasa bersalah, “Jadi, aku mengikutinya sampai ke pulau ini,”&ldqu
. . . Ceklek! Pintu itu terbuka menampilkan sosok tua yang tidak asing di mata Mawar. Menyipitkan matanya, Mawar sepertinya mengenali siapa pria beruban yang tiba-tiba datang itu. Tunggu, bukankah dia adalah …. Merasa mengenali pria tua itu, Mawar lalu menarik lengan suaminya dan berusaha mengatakan sesuatu padanya. “Jay, orang itu-“ perkataannya terputus karena Jayden lebih dulu memandangnya dengan tatapan lembut. “Dia yang memberimu cek dan selembar foto palsu pernikahanku?” sahut Jayden membuat Mawar terkejut, “Aku sudah tahu sayang,” imbuhnya lalu mencium tangan isteri kesayangannya itu. “Lalu darimana kau bisa tahu?” tanya Mawar yang langsung dibalas sebuah senyuman oleh suaminya. “Aku terlalu jenius untuk hal sekecil itu, sayang,” jawabnya. “Tapi siapa dia Jay?” tanya Mawar penasaran, “kenapa dia ingin membuat kita bercerai?” imbuhnya. “Ckck …,” mendengar itu, sebuah tawa kecil lepas dari mulut pri