Agnesia sangat tenang ketika keluar dari hotel lalu menelepon beberapa orang kepercayaannya untuk membuang semua hal tentang dirinya dari apartement yang biasa dia tinggali bersama Aaric. Dengan penuh kesadaran, dia mengatakan akan kembali ke rumah utama keluarga Agraf setelah Tujuh Tahun dia tinggal di luar.
"Sudah waktunya untuk meluruskan dan mengembalikan hal-hal lain pada tempat yang seharusnya." Dia melihat hotelnya sekali lagi sebelum berkendara menuju salah satu toko pakaian terbaik untuk urusan gaunnya nanti malam namun tak menyangka bahwa tak ada satu pun orang yang akan mengenalinya sebagai tunangan Aaric. "Tolong tunjukkan gaunnya." "Tapi nona, gaun ini dipesan langsung oleh tuan Aaric. Dan hanya orang bersangkutan yang dapat mengambilnya." Staf toko itu menolak dengan sopan. Agnesia terdiam, suasana hatinya sangat buruk karena dia baru saja menangkap tunangannya bersama wanita lain. Dia ingin merusak gaun yang terlihat sama persis dengan gaun yang dimiliki kekasih tunangannya, tapi bahkan staf toko ini pun juga tak memberikannya. "Tapi aku tunangannya! Dan gaun itu aku yang akan mengenakannya." Suara tenang Agnesia terdengar lirih. Ruangan bernuansa Baby Pink yang dipenuhi dengan deretan pakaian berlebel dengan angka-angka tak biasa untuk beberapa saat menjadi sunyi. "Nona, maafkan kami. Anda harus datang bersama tuan Aaric," "Tak perlu menunggunya. Karena dia sangat sibuk." "Kalau begitu tak ada yang bisa kami lakukan. Tuan Aaric harus datang-" "Tunggu," potong Agnesia tak yakin. Dia menatap staf di depannya lalu beralih pada staf lainnya yang juga memperhatikannya. "Kalian bukannya tak ingin memberikan gaunnya, tapi kalian tak percaya bahwa aku adalah tunangannya, bukan?" Heningnya suasana membuat Agnesia mendapatkan jawaban dalam diam. Tak ada yang percaya bahwa dia adalah tunangan Aaric meski pertunangan mereka berjalan cukup lama. Itu karena dia tak pernah tampil di depan umum bersama dan tak pernah di kenalkan pada media sebagai cucu asli dari keluarga Agraf. Semua ini awalnya juga kemauannya karena dia tak ingin menjadi sorotan publik. Tapi dia tak menyangka bahwa kini dia menyesali keputusannya. "Tapi aku benar-benar tunangannya. Jadi kalian tak perlu khawatir." Staf itu melirik staf lainnya dan masih menggeleng lemah. "Nona, mohon jangan membuat keadaan menjadi sulit. Bagaimana jika nona memilih gaun yang lain? Saya akan menemani nona," "Kalian benar-benar tak mengenalku?" Staf itu menggelengkan kepala sopan. "Aku Agnesia Agraf, cucu asli keluarga Agraf atau mungkin kalian lebih tahu TheGraf Imperial." "Ah, dia nona yang itu. Anak haram keluarga Agraf," sahut salah satu staf yang tak jauh dari Agnesia. Hanya karena Agnesia tak pernah dikenalkan secara resmi, berita-berita buruk tentangnya selalu bermunculan. Hal ini bersangkutan dengan insiden tertukarnya dia ketika masih bayi karena kelalaian perawat rumah sakit membuat keluarga Agraf mengenali cucu lain sebelum akhirnya mereka semua tahu ada yang salah. Agnesia dijemput kembali setelah berumur Sepuluh Tahun hingga beberapa orang menyebutnya sebagai anak haram keluarga Agraf. "Menjadi kaya dalam semalam. Dia Cinderella yang dikabarkan beberapa tahun lalu kan?" "Tapi menurut rumor cucu asli sangat berbanding terbalik dengan cucu palsu yang terkenal rendah hati, lemah lembut dan ceria. Sedangkan cucu asli sangat pemberontak, arogan dan sedikit preman. Tapi nona yang ada di hadapan kita terlihat sangat tenang dengan tatapan bersahabat. Apakah rumor itu palsu? Apakah karena dia berada di depan umum?" Agnesia tersenyum tipis setelah mendengar bisikan-bisikan itu. Rumor yang awalnya membuatnya tidak nyaman namun akhirnya dia membiarkannya begitu saja. Dia tak tahu dari mana rumor itu berasal, tapi karena rumor itu, dia tak perlu terlihat baik di mata siapapun. Ini sangat menguntungkannya. "Nona-" "Sia," Staf yang baru saja akan bicara itu menunduk sopan saat suara ringan lain terdengar. Agnesia menoleh ketika melihat seorang gadis cantik berjalan mendekat. "Acacia," Agnesia tersenyum lembut meski matanya menatap manik berwarna Coklat di depannya dengan dingin. "Atau haruskah kupanggil, Agnesia kedua?" lanjutnya dalam hati. Acacia tersenyum mendekati Agnesia. Matanya menelisik kecantikan polos dengan mata berbinar saat melihatnya. Kecantikan yang merusak semua dan merebut miliknya, meski begitu dia menyembunyikan kekesalannya dengan sangat baik. "Apakah kau mengalami kesulitan?" Intonasi Acacia lembut tapi jelas bahwa dia ingin menunjukkan pengaruhnya di depan umum. Karena pada awalnya posisi cucu keluarga Agraf adalah tempatnya. Namun entah bagaimana terjadi suatu masalah hingga dia dikeluarkan lalu penggantinya datang. Cucu asli sebut mereka dan dia membenci penggantinya setengah mati. Karena Agnesia dia harus kembali dan menjadi anak dari keluarga biasa-biasa saja. Itu tidak miskin, hanya saja tidak sebanding dengan keluarga Agraf. Agnesia tampak berpikir sesaat lalu mengangguk ringan ketika kepalanya memikirkan sesuatu yang sedikit menyenangkan. "Kakek mengatakan aku harus mengenakan pakaian yang telah dipasangkan dengan setelan Aaric." Hal yang paling penting adalah mengenali musuh dengan baik. Agnesia tidaklah bodoh, dia jelas tahu bagaimana Acacia mencintai tunangannya karena pada awalnya Aaric adalah orang yang akan menikah dengan Acacia. Tapi keadaan telah berubah jauh. Jika dia tak bisa memiliki cinta tunangannya, maka dia akan membiarkan orang lain mencoba dengan suka rela. Mendengar penjelasan itu Acacia tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Kebenciannya terlintas sesaat. "Apakah kakek mengatakan itu semua?" Agnesia mengangguk. Namun tiba-tiba wajahnya berubah sendu. "Tapi staf itu mengatakan bahwa gaun itu seharusnya menjadi milikmu yang akan kau kenakan dalam pesta VlorA Company nanti malam." "Staf di sini mungkin melakukan kesalahan," ujar Acacia lembut tak bisa menutupi kebahagiaannya. Gaun itu untuknya dan itu sepasang dengan milik Aaric. Apakah itu artinya Aaric masih mengharapkannya karena pada awalnya pria itu adalah tunangannya? "Tidak, kurasa staf itu benar. Cia, kau gunakanlah gaun itu. Aku akan memilih gaun lain." "Tidak, Sia. Apa yang kau bicarakan? Gaun itu harusnya untukmu. Lalu bagaimana dengan Aaric?" tolak Acacia tertahan, namun matanya berkeliaran mencari sosok pria yang dia rindukan. "Cia, biar kuceritakan satu lelucun tentang diriku. Aaric tidak mencintaiku. Kau tahu, aku telah berusaha keras tahun-tahun ini tapi sekarang aku lelah. Kurasa orang yang Aaric cintai bukanlah aku." "Ya Tuhan, Sia, " terkejut dengan pengakuan Agnesia yang tiba-tiba, rasa kebahagiaan Acacia tak bisa disembunyikan. "Aku tak tahu bahwa Aaric-" "Jadi aku menyerah," potong Agnesia cepat bahkan pembicaraan ini terdengar oleh semua staf toko. "Lalu Sia, ba-bagaimana dengan pertunangan kalian?" "Aku akan membatalkannya." Tangan Agnesia terangkat menutupi hampir seluruh wajahnya, seolah dia menangis sedih. Hal itu menarik simpati banyak staf karena tak kuasa mendengar kejujuran yang menyedihkan. "Apakah kakek menyetujuinya?" Agnesia melirik dari celah jarinya, wajah bahagia Acacia terlihat jelas dan hal itu membuatnya puas. "Kakek pasti akan menyetujuinya." "Jika kakek mempersulit pembatalannya, aku akan membantumu. Sia, aku tak ingin kau terluka. Pastikan kau memberi tahu aku jika semua sulit." Mendengar itu semua dua sudut bibit Agnesia tertarik. Karena Acacia begitu menginginkan tempat dan gaunnya, maka dia akan memberikannya dengan suka rela. Perihal bagaimana Acacia menghadapi kekasih masa kecil Aaric, itu bukan urusannya. "Cia, kau begitu baik. Aku sangat berterimakasih jika nanti kau membantuku. Lagi pula, gaun itu pasti lebih cocok untukmu," ujar Agnesia tak bisa menutupi rasa dinginnya. "Tidak," tolak Acacia cepat. "Aku tak menginginkannya, itu... yah, tapi jika kau memaksa, aku akan mengambilnya untuk kenyamanan hatimu." "Cia, kau bisa yakin bahwa pilihan Aaric paling cocok kau kenakan." Kedua pipi Acacia bersemu merah. Dia menggenggam tangan Agnesia atas rasa terimakasihnya. Akhirnya pertunangan mereka akan berakhir karena pada awalnya itu adalah tempatnya. Gaun itu, kekayaan itu, pertunangan itu, dan seluruhnya akan dia dapatkan seperti semula. Sedangkan wanita yang menjadi penggantinya, dia akan menyingkirkannya. "Sia, kau bisa mengenakan apapun yang ingin kau kenakan. Jika ada yang mengganggumu, jangan segan untuk mengatakan padaku." Agnesia mengangguk. "Suasana hatiku sedang tidak enak. Cia, mungkin aku lebih baik kembali dulu." "Aku mengerti. Kembalilah dan jangan pikirkan apapun, semua akan baik-baik saja." Agnesia mengangguk, dia berbalik saat staf toko mengantarnya. Ucapan simpati atas keadaannya datang dari para staf secara bergantian. Dia menanggapi dengan kesedihan mendalam seolah dunianya telah berakhir. Sekarang dia hanya perlu mengatur agar Viola menghadiri undangan pesta tersebut. Meski dia merasa sedih tapi ketika mengingat wajah Viola yang akan mengenakan gaun yang sama dengan Acacia, dia merasa sedikit terhibur.Sementara itu di TheGraf Imperial Hotel. Aaric menatap kosong saat kepergian Agnesia tak bisa dia cegah. Ketidakpercayaan mengisi matanya karena tak lama setelah kepergian Sia, tagihan dari room suite selama satu tahun datang hingga membuat matanya tertegun "Aaric, tagihannya," Viola membuka suara. "Biar aku yang membayarnya. Atau aku bisa pindah." Aaric menatap Viola sekilas, memijit pelipisnya pelan. "Tak apa, biar aku yang membayarnya." Aaric tidak menyangka bahwa semua akan semahal ini. Namun saat melihat ruangan yang ditinggali Viola, dia menjadi mengerti kenapa hotel keluarga Sia menjadi salah satu hotel terbaik di kota ini. "Lalu Aaric, tunanganmu. Maaf, aku membuatmu ribut dengannya," keluh Viola bersalah. Aaric menggeleng lalu tersenyum tipis. "Dia hanya salah paham. Nanti juga akan mengerti sendiri. Apakah kau sudah meminum obatmu? Kau muntah pagi ini, haruskah kita ke rumah sakit?" Viola menggeleng, kehangatan yang tak berubah, Aaric adalah satu-satunya orang
Agnesia sangat tenang ketika keluar dari hotel lalu menelepon beberapa orang kepercayaannya untuk membuang semua hal tentang dirinya dari apartement yang biasa dia tinggali bersama Aaric. Dengan penuh kesadaran, dia mengatakan akan kembali ke rumah utama keluarga Agraf setelah Tujuh Tahun dia tinggal di luar. "Sudah waktunya untuk meluruskan dan mengembalikan hal-hal lain pada tempat yang seharusnya." Dia melihat hotelnya sekali lagi sebelum berkendara menuju salah satu toko pakaian terbaik untuk urusan gaunnya nanti malam namun tak menyangka bahwa tak ada satu pun orang yang akan mengenalinya sebagai tunangan Aaric. "Tolong tunjukkan gaunnya." "Tapi nona, gaun ini dipesan langsung oleh tuan Aaric. Dan hanya orang bersangkutan yang dapat mengambilnya." Staf toko itu menolak dengan sopan. Agnesia terdiam, suasana hatinya sangat buruk karena dia baru saja menangkap tunangannya bersama wanita lain. Dia ingin merusak gaun yang terlihat sama persis dengan gaun yang dimiliki k
"Aku tidak sopan?" Tawa kecil pun lolos dari bibir Sia. "Aaric, perhatikan kata-katamu." Mendengar tawa dan tatapan tak berperasaan itu hati Aaric mengeras. "Sia, keluar! Keluar sekarang juga!" Teriak Aaric dengan tangan meraih lengan Agnesia cukup kuat. "Aaric, apakah ada masalah? Kenapa kau berteriak?" Suara lembut lain kembali terdengar, membuat Aaric melepaskan tangannya dari lengan Sia. "Ah, Aa-aaric, siapa dia?" Agnesia mematung, matanya jatuh pada wajah cantik yang hanya mengenakan kemeja panjang Aaric dengan rambut basah. Berbalik, dia mengamati wajah Aaric yang terlihat segar dengan rambut yang sama basahnya. Tanpa sadar tawa kecil kembali lolos dari bibirnya. Kini opsi terburuk yang dia pikirkan telah memberikan kepastian yang paling menyakitkan. "Jadi seperti itu," gumam Sia jelas. Bibirnya tersenyum lebar meski air mata menggantung di kedua matanya. Sekuat tenaga, dia menahannya seperti dia yang berusaha berdiri kuat dengan kedua kakinya. "Sia, aku bisa jelask
"Lelaki mana yang tidak selingkuh? Bahkan jika dia sangat lurus, di hadapan wanita yang dicintainya, dia pasti akan meninggalkan calon istrinya." Sebuah pesan asing dari nomor tak dikenal mengusik makan siang Agnesia. Pesan itu diiringi sebuah foto gadis cantik yang tersenyum di atas tempat tidur, lalu di sampingnya ada wajah tampan yang tampak tidur meski tak memperlihatkan seluruh wajah. Hanya dengan sekilas, Sia tahu bahwa pria itu adalah tunangannya. Sia tertawa kecil, namun tangannya menggenggam erat benda persegi panjang di tangannya. "Hal yang paling menjijikkan di dunia ini adalah pria yang tak cukup dengan satu wanita. Dan hal paling menyedihkan adalah dihianati oleh orang yang paling kau cintai. Hanya saja, kenapa hal itu terjadi padaku?" Meski sedikit dingin, di mata Agnesia, Aaric adalah pria baik yang selalu mengutamakannya. Seluruh keluarga Aaric bahkan memperlakukannya melebihi putri kandung mereka. Dia yang haus akan kasih sayang orang tua, akhirnya luluh dan