Sementara itu di TheGraf Imperial Hotel.
Aaric menatap kosong saat kepergian Agnesia tak bisa dia cegah. Ketidakpercayaan mengisi matanya karena tak lama setelah kepergian Sia, tagihan dari room suite selama satu tahun datang hingga membuat matanya tertegun "Aaric, tagihannya," Viola membuka suara. "Biar aku yang membayarnya. Atau aku bisa pindah." Aaric menatap Viola sekilas, memijit pelipisnya pelan. "Tak apa, biar aku yang membayarnya." Aaric tidak menyangka bahwa semua akan semahal ini. Namun saat melihat ruangan yang ditinggali Viola, dia menjadi mengerti kenapa hotel keluarga Sia menjadi salah satu hotel terbaik di kota ini. "Lalu Aaric, tunanganmu. Maaf, aku membuatmu ribut dengannya," keluh Viola bersalah. Aaric menggeleng lalu tersenyum tipis. "Dia hanya salah paham. Nanti juga akan mengerti sendiri. Apakah kau sudah meminum obatmu? Kau muntah pagi ini, haruskah kita ke rumah sakit?" Viola menggeleng, kehangatan yang tak berubah, Aaric adalah satu-satunya orang yang peduli padanya. Tapi dia tak akan melepaskan Sia dengan mudah. "Dia terlihat sangat marah." "Tak perlu khawatirkan Agnesia. Dia hanya marah sesaat lalu akan kembali seperti semula." "Tapi dia mengatakan tentang pembatalan pertunangan," "Itu tidak mungkin, dia adalah orang yang paling mencintaiku. Dia tak mungkin menyerah begitu saja. Itu bukan sifatnya." Setelah mengatakan itu Aaric terdiam sesaat seperti berpikir. Setidaknya dia ingin mempercayai pemikirannya. Sia, tak mungkin meninggalkannya, bukan? Karena selama bertahun-tahun gadis itu menunjukkan ketulusan yang luar biasa. Sedangkan dia hanya mengikuti arus seperti air mengalir. Tanpa berusaha, tanpa memikirkan perasaannya pada Sia. Karena dia tahu hatinya lebih condong pada Viola. Sia tak sebanding dengan teman masa kecilnya. "Aku akan menjelaskan padanya jika dia masih marah. Aaric, aku tak ingin Sia memiliki salah paham padaku. Lalu pesta itu-" "Jangan mencoba untuk pergi." Peringat Aaric cepat. "Aku hanya akan pergi sebentar. Lagi pula tak semua orang bisa pergi kesana. Kartu undangan sangat dibutuhkan." Viola mengeratkan kepalan tangannya ketika peringatan itu menyudutkannya. Dia baru pulang dari Swedia Tiga bulan lalu. Dan Aaric adalah orang yang menyiapkan segala keperluannya untuk tinggal di tunangannya. Teman kecilnya ini bahkan memberikan gaun yang sama ketika dia tertarik dengan desain yang Aaric bawa. Hanya saja, dia tak menyangka bahwa gaun yang dia inginkan adalah gaun yang Aaric persiapkan untuk tunangannya. Berpikir bahwa hal-hal penting seperti ini bisa dia dapatkan dengan mudah dan tanpa masalah, dia mulai mengerti bahwa tunangan Aaric tak memiliki tempat yang istimewa. "Aaric, jangan terlalu dingin padanya. Dia adalah tunanganmu." Aaric mengangguk ringan. "Aku akan bersikap lebih baik padanya nanti. Terimakasih, kau begitu peduli padanya." "Tentu saja, dia adalah tunanganmu." "Jika sudah tak ada yang dilakukan lagi, aku akan pergi sekarang." Viola mengangguk, membiarkan Aaric pergi karena Aaric akan selalu datang ketika tiba waktunya dia meminum obat. Setelah memastikan Aaric pergi, dia menatap gaun cantik berwarna Ungu muda yang masih terpasang di patung. Senyumnya terkembang puas. *** VlorA Company mengadakan pesta penyambutan yang sangat meriah untuk cucu ketiga yang baru saja pulang untuk mengambil kepemimpinan perusahaan. Seluruh undangan dibagikan kepada seluruh Mitra terlebih yang memiliki anak atau cucu wanita di keluarga mereka. Ini adalah tujuan lain yang direncanakan kepala keluarga Valora untuk mencarikan calon istri cucu ketiganya agar VlorA Company berkembang lebih besar lagi melalui pernikahan politik yang akan diselenggarakan. Meski menyembunyikan maksud lain, pesta kali ini digelar sangat mewah dan meriah. Saat ini di seorang pria tampan tengah duduk di bangku kerjanya dengan tangan mengetuk meja menciptakan irama tak beraturan. Di depannya seorang pria tampan lain dengan pakaian rapi tengah melaporkan hal-hal yang terjadi dalam tahun-tahun ini. "Jadi maksudmu, dia telah memiliki tunangan?" Suara berat pria itu terdengar dingin dengan intonasi berbahaya. "Dom, kau tak pernah mengatakan bahwa dia telah bertunangan dalam rentang tahun yang aku tinggalkan. Apakah kinerjamu telah menurun?" "Tuan, pertunangan ini diatur sejak cucu keluarga Agraf belum lahir sebagai tanda persahabatan dengan keluarga Blade karena telah menciptakan kerjasama dalam jangka waktu yang lama. Awalnya ini nona Acacia, namun karena kasus bayi yang tertukar kini posisi ini menjadi milik nona Agnesia." Dominic hanya berani melirik tuan mudanya dengan perasaan kalut ketika menyadari bibir tuan mudanya membentuk senyum tipis. Puncak kepalanya merasa mati rasa saat membayangkan kegilaan tuan mudanya dalam menghancurkan lawannya. "Dom, apakah aku, Adrian Matthew D'Valora mudah di lupakan begitu saja?" "Y-ya?" Kini Dominic lebih terkejut dengan pertanyaan tuan mudanya. "Tuan, apa maksudmu?" "Wanita itu milikku, aku hanya meninggalkannya sebentar tapi beraninya dia memiliki pria lain bahkan berniat menikah dan meninggalkanku." Dominic membuang tatapannya ke samping, matanya terpejam prihatin. Ya Tuhan, sepertinya bos-nya ini mulai gila. "Tuan, tapi itu dirimu yang meninggalkan nona Agnesia." Dan siapapun tahu itu. "Aku tak meninggalkannya. Aku hanya memberinya waktu untuk tumbuh dan berkembang." "Tuan, nona Agnesia bukan tanaman," Ingin sekali Dominic menjawab seperti itu tapi sayangnya nyawanya lebih berharga. "Katakan padaku, siapa yang lebih baik antara aku dan tunangannya?" Dominic yang sempat mengalihkan pandangan kini kembali menatap Adrian. Dia tampak berpikir sesaat namun kemudian dia menggeleng. "Tuan muda, tuan Aaric tak memiliki catatan buruk satu kalipun dalam agenda kepolisian. Dia juga dikenal sebagai salah satu pria yang menjanjikan untuk masa depan. Lalu-" "Hentikan," potong Adrian menutup sebagian wajahnya. Dia mengingat bahwa dia memiliki banyak catatan buruk di kepolisian saat muda untuk membangun citranya. Oke, dari sisi ini dia kalah telak. "Tuan," "Tak memiliki catatan buruk bukan berarti dia pria yang baik. Lagi pula apa bagusnya pria itu? Jelas saja, aku adalah yang terbaik, aku juga sangat menjanjikan," gumam Adrian menolak kekalahan. Mendengar gumaman itu Dominic sekali menghela napas berat. "Tuan muda, jika tuan ingin tahu soal tunangan nona Agnesia, bukankah tuan hanya perlu datang ke pesta yang disiapkan tuan tua?" "Pesta? Apa kau ingin aku pergi hanya karena si tua itu menyuruhku? Aku bukan lelucon bagi mereka semua." Dominic sudah menduga hal ini, dia ingin mengingatkan bahwa pesta ini sangat penting untuk pembangunan karir tuan mudanya. Namun saat ini tuan mudanya pasti akan tetap menolak. Jadi dia hanya mampu mengatakan, "Tuan, nona Agnesia juga termasuk dalam daftar tamu meski telah memiliki tunangan." Mendengar nama Agnesia disebut, senyum di wajah Adrian membentuk simpul manis. Dia berdiri dan merapikan sedikit pakaiannya. "Yah, tak buruk menjadi sedikit penurut. Dom, siapkan pakaianku, kita berangkat menuju pesta."Sementara itu di TheGraf Imperial Hotel. Aaric menatap kosong saat kepergian Agnesia tak bisa dia cegah. Ketidakpercayaan mengisi matanya karena tak lama setelah kepergian Sia, tagihan dari room suite selama satu tahun datang hingga membuat matanya tertegun "Aaric, tagihannya," Viola membuka suara. "Biar aku yang membayarnya. Atau aku bisa pindah." Aaric menatap Viola sekilas, memijit pelipisnya pelan. "Tak apa, biar aku yang membayarnya." Aaric tidak menyangka bahwa semua akan semahal ini. Namun saat melihat ruangan yang ditinggali Viola, dia menjadi mengerti kenapa hotel keluarga Sia menjadi salah satu hotel terbaik di kota ini. "Lalu Aaric, tunanganmu. Maaf, aku membuatmu ribut dengannya," keluh Viola bersalah. Aaric menggeleng lalu tersenyum tipis. "Dia hanya salah paham. Nanti juga akan mengerti sendiri. Apakah kau sudah meminum obatmu? Kau muntah pagi ini, haruskah kita ke rumah sakit?" Viola menggeleng, kehangatan yang tak berubah, Aaric adalah satu-satunya orang
Agnesia sangat tenang ketika keluar dari hotel lalu menelepon beberapa orang kepercayaannya untuk membuang semua hal tentang dirinya dari apartement yang biasa dia tinggali bersama Aaric. Dengan penuh kesadaran, dia mengatakan akan kembali ke rumah utama keluarga Agraf setelah Tujuh Tahun dia tinggal di luar. "Sudah waktunya untuk meluruskan dan mengembalikan hal-hal lain pada tempat yang seharusnya." Dia melihat hotelnya sekali lagi sebelum berkendara menuju salah satu toko pakaian terbaik untuk urusan gaunnya nanti malam namun tak menyangka bahwa tak ada satu pun orang yang akan mengenalinya sebagai tunangan Aaric. "Tolong tunjukkan gaunnya." "Tapi nona, gaun ini dipesan langsung oleh tuan Aaric. Dan hanya orang bersangkutan yang dapat mengambilnya." Staf toko itu menolak dengan sopan. Agnesia terdiam, suasana hatinya sangat buruk karena dia baru saja menangkap tunangannya bersama wanita lain. Dia ingin merusak gaun yang terlihat sama persis dengan gaun yang dimiliki k
"Aku tidak sopan?" Tawa kecil pun lolos dari bibir Sia. "Aaric, perhatikan kata-katamu." Mendengar tawa dan tatapan tak berperasaan itu hati Aaric mengeras. "Sia, keluar! Keluar sekarang juga!" Teriak Aaric dengan tangan meraih lengan Agnesia cukup kuat. "Aaric, apakah ada masalah? Kenapa kau berteriak?" Suara lembut lain kembali terdengar, membuat Aaric melepaskan tangannya dari lengan Sia. "Ah, Aa-aaric, siapa dia?" Agnesia mematung, matanya jatuh pada wajah cantik yang hanya mengenakan kemeja panjang Aaric dengan rambut basah. Berbalik, dia mengamati wajah Aaric yang terlihat segar dengan rambut yang sama basahnya. Tanpa sadar tawa kecil kembali lolos dari bibirnya. Kini opsi terburuk yang dia pikirkan telah memberikan kepastian yang paling menyakitkan. "Jadi seperti itu," gumam Sia jelas. Bibirnya tersenyum lebar meski air mata menggantung di kedua matanya. Sekuat tenaga, dia menahannya seperti dia yang berusaha berdiri kuat dengan kedua kakinya. "Sia, aku bisa jelask
"Lelaki mana yang tidak selingkuh? Bahkan jika dia sangat lurus, di hadapan wanita yang dicintainya, dia pasti akan meninggalkan calon istrinya." Sebuah pesan asing dari nomor tak dikenal mengusik makan siang Agnesia. Pesan itu diiringi sebuah foto gadis cantik yang tersenyum di atas tempat tidur, lalu di sampingnya ada wajah tampan yang tampak tidur meski tak memperlihatkan seluruh wajah. Hanya dengan sekilas, Sia tahu bahwa pria itu adalah tunangannya. Sia tertawa kecil, namun tangannya menggenggam erat benda persegi panjang di tangannya. "Hal yang paling menjijikkan di dunia ini adalah pria yang tak cukup dengan satu wanita. Dan hal paling menyedihkan adalah dihianati oleh orang yang paling kau cintai. Hanya saja, kenapa hal itu terjadi padaku?" Meski sedikit dingin, di mata Agnesia, Aaric adalah pria baik yang selalu mengutamakannya. Seluruh keluarga Aaric bahkan memperlakukannya melebihi putri kandung mereka. Dia yang haus akan kasih sayang orang tua, akhirnya luluh dan