Beranda / Romansa / Kawin Sama Mantan / Teman masa kecil

Share

Teman masa kecil

Penulis: Ellina Exsli
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-24 23:48:37

"Aku tidak sopan?" Tawa kecil pun lolos dari bibir Sia. "Aaric, perhatikan kata-katamu."

Mendengar tawa dan tatapan tak berperasaan itu hati Aaric mengeras.

"Sia, keluar! Keluar sekarang juga!" Teriak Aaric dengan tangan meraih lengan Agnesia cukup kuat.

"Aaric, apakah ada masalah? Kenapa kau berteriak?" Suara lembut lain kembali terdengar, membuat Aaric melepaskan tangannya dari lengan Sia.

"Ah, Aa-aaric, siapa dia?"

Agnesia mematung, matanya jatuh pada wajah cantik yang hanya mengenakan kemeja panjang Aaric dengan rambut basah. Berbalik, dia mengamati wajah Aaric yang terlihat segar dengan rambut yang sama basahnya. Tanpa sadar tawa kecil kembali lolos dari bibirnya.

Kini opsi terburuk yang dia pikirkan telah memberikan kepastian yang paling menyakitkan.

"Jadi seperti itu," gumam Sia jelas. Bibirnya tersenyum lebar meski air mata menggantung di kedua matanya. Sekuat tenaga, dia menahannya seperti dia yang berusaha berdiri kuat dengan kedua kakinya.

"Sia, aku bisa jelaskan. Dia-"

Tanpa mendengarkan penjelasan Aaric, Agnesia lebih tertarik pada wanita asing yang baru saja dia temui.

"Apakah pria itu kekasihmu?" Jari telunjuknya yang gemetar melayang menunjuk tubuh Aaric.

"Aa-aaric, dia-" Menyadari ada yang salah wanita itu menatap wajah Aaric karena tak menemukan kata-kata yang pas. Dia bahkan tak bisa memberikan kepastian dari pertanyaan yang Sia ajukan.

"Aku tanya sekali lagi, apakah dia kekasihmu?" Ulang Agnesia meminta kepastian. Seluruh tubuhnya gemetar hebat dengan napas berat. Air matanya lolos namun dia dengan cepat menghapusnya.

"Sia, apa yang kau tanyakan?" tanya Aaric tak mengerti, lebih tepatnya dia benci kecanggungan ini.

"Y-yya, tti-tidak."

Agnesia mengatupkan rahangnya saat mendengar jawaban yang ragu-ragu. Seluruh dunianya terasa runtuh. Tapi sekali lagi dia berharap jawaban yang pasti. "Ya, atau tidak!"

"Sia, jangan salah paham. Viola hanya teman masa kecilku," jelas Aaric ambil bagian. "Kau membuatnya tidak nyaman."

"Y-ya, kami hanya teman kecil. Sudah bersama sejak kecil. Ka-kami, maksudku, ja-jangan salah paham." Viola sangat gugup, tutur katanya bahkan terbata-bata.

"Sia, kembalilah ke apartemen. Aku akan menyusulmu."

Ekspresi yang dingin, intonasi datar dan perintah untuk kembali lagi-lagi Aaric layangkan. Seolah semua yang terlihat sangat wajar. Tak ada kehangatan di mata Aaric atau pun rasa bersalah karena sudah menggoreskan luka.

Agnesia mengutuk ketulusannya karena berpikir Aaric adalah pria baik yang akan menjadi suaminya. Tapi seharusnya dia sadar, kenapa tunangannya ini selalu bersikap dingin padanya. Tak peduli meski dia menunjukkan rasa cintanya yang tulus berkali-kali, Aaric sama sekali tak peduli.

"Ah, kekasih masa kecil," ulang Agnesia dengan anggukkan kepala ringan.

"Lalu kenapa dia ada di hotel keluargaku?"

Dari sekian banyak pertanyaan, pertanyaan bodoh itu meluncur begitu saja dari bibir Sia. Dia tak memiliki keberanian untuk bertanya hal lainnya karena saat ini hatinya sudah tak lagi tertata. Semua hancur berantakan, dengan rasa kecewa dan sakit yang luar biasa.

Aaric mendesah ringan, matanya melirik Pak Lee dan staf hotel yang masih berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar. Dia benci kehadiran orang asing, dan dia benci menjadi sorotan.

"Bisakah kalian pergi?"

Pak Lee dan staf lainnya menatap Sia sebagai konfirmasi asing.

"Tidak, mereka akan tetap di sini," tolak Sia cepat. Kedua matanya sangat merah, nada suaranya terdengar sumbang.

"Sia," panggil Aaric dalam sebagai kode peringatan.

"Mereka berhak berada di sini, mereka ada untuk memastikan keamananku," jelas Sia lagi.

Aaric hanya diam namun tatapan matanya yang dingin sudah cukup mengkonfirmasi. Dia tak suka karena untuk pertama kalinya gadis itu menolak perintahnya. Karena Sia sangat penurut, selalu mengekorinya kemana pun.

"Aa-aaric, aku, aku akan memberikan kalian waktu untuk bicara." Viola bukan satu-satunya orang yang tidak nyaman dengan kecanggungan ini.

Dia telah berada Tiga bulan disini dan Aaric selalu menemuinya secara berkala. Dia tahu bahwa Aaric telah memiliki tunangan, tapi dia tak menyangka bahwa hotel yang dia tempati milik tunangan Aaric.

Agnesia segera menoleh saat suara pelan Viola terdengar sedikit ketakutan. Karena tak ada penjelasan yang Aaric berikan, Sia menganggap masalah ini selesai. Dia bisa memahami semuanya. Atau lebih tepatnya alasan kenapa Aaric selalu menunda pernikahan hingga hari ini.

Sia bahkan sempat berpikir bahwa mungkin saja Aaric ingin menyiapkan banyak hal untuknya. Tapi kini, kepalanya seolah sengaja dihantam baru besar. Menyadarkan dirinya dari dunia kebodohan.

"Tidak, kau bisa lakukan apapun yang kau mau. Kekasihmu ini telah menyewa tempat ini selama satu tahun penuh. Bukankah begitu, Aaric?"

Viola menatap Aaric namun tatapan Aaric yang dingin seolah menembus tulangnya. Akhirnya dia memutuskan mundur dan membiarkan mereka bicara.

"Sia, aku tak memiliki hubungan apapun dengannya. Sudah berapa kali kujelaskan? Jangan berlebihan,"

Bagi Sia ucapan Aaric terdengar seperti alasan yang dibuat seadanya. Dan dia tak lagi merasa simpati atau pun mengharapkan penjelasan yang lebih lagi.

"Kau menyewa Suites Room selama satu tahun penuh untuk teman masa kecilmu dan masih bisa mengatakan kalian tak memiliki hubungan apapun? Aku bahkan menangkap kalian dalam kamar yang sama pagi ini dan kau minta aku percaya?"

"Sia, ini tak terlihat seperti yang kau kira."

"Semua orang yang melihat akan mengira hal yang sama. Yah, lagi pula aku juga baru tahu bahwa tunanganku ini sangat murah hati," Agnesia menekan kata tunangan hingga suasana ruangan terasa kian berat.

"Sia, aku akan menjelaskan nanti. Pulanglah ke Apartemen, malam ini kita akan berangkat bersama ke pesta VlorA Company," tolak Aaric seolah tak ada masalah yang sedang terjadi.

Agnesia mengendurkan senyumnya. Dia tidak menurut justru berjalan mengitari ruangan.

"Kenapa aku harus pulang? Aku ingin melihat tempat yang sering kau kunjungi bahkan tempat yang bisa membuatmu tinggal dengan nyaman. Karena saat tinggal bersamaku kau memperlakukan apartemen seperti tempat tidur, tak lebih. Pulang pergi bekerja lalu tidur. Kita bahkan jarang bicara atau bertemu untuk merundingkan tentang asmara kita."

Ada rasa pahit yang menghantam sudut hati Agnesia. Aaric, tunangannya itu dia pikir seseorang yang gila kerja. Dia kira Aaric memang berkepribadian dingin dengan semua orang.

Dengan ketampanan yang rupawan, sudah menjadi hal biasa bagi Sia untuk melihat Aaric menolak banyak perempuan. Dia bangga karena terpilih menjadi tunangannya. Dia membalas dengan memberikan cinta yang tulus dan berharap Aaric melakukan yang yang sama. Hanya saja ternyata dia salah paham.

Agnesia tak pernah berpikir bahwa mungkin saja Aaric memiliki orang yang istimewa. Dan Aaric bukan tak tahu caranya berekspresi, itu karena Aaric tak mencintainya. Karena orang istimewa di hati Aaric bukanlah dia.

Dia tunangannya, tapi dia tak tahu apapun tentang Aaric. Dia tunangannya tapi dia sama sekali tak dapat menyentuh seujung jari pun tubuh Aaric. Dia menawarkan dirinya, bahkan jika itu tubuhnya dia akan memberikannya.

Tapi sekarang semua menjadi sangat tak berguna. Setelah memikirkan itu semua, Agnesia merasakan kekosongan atas semua kebodohan yang telah dia lakukan.

Aaric menatap tajam saat Agnesia berjalan menuju ruangan kamar, dia mengikuti dan melihat tubuh yang lebih pendek darinya itu tertegun di tengah pintu. Mengikuti arah pandang Agnesia, dia jelas melihat ruangan kamar yang berantakan, teman masa kecilnya yang berdiri tak jauh dari ranjang, lalu pada sebuah gaun yang terpasang di sebuah manekin dengan sangat indah. Matanya sedikit tertegun, tangannya terulur untuk menyentuh pundak Agnesia namun terhenti di udara.

"Ternyata seperti ini," ujar Agnesia menahan getir di hati. Dia tersenyum lebar saat melihat gaun di manekin adalah gaun yang sama dengan gaun yang akan dia kenakan di pesta nanti. Rasa kecewa mencambuk seluruh isi kepalanya.

"Aku akan mengingat hal ini dengan sangat baik."

"Sia, aku bisa jelaskan soal ini."

Agnesia berbalik dan menjauh ketika melihat tangan Aaric terulur padanya. Membayangkan tangan yang sudah menyentuh wanita lain itu menyentuhnya rasa mual menghampiri hingga membuatnya jijik tak terkira.

"Aku selesai," ujar Agnesia dengan jelas.

Aaric tercengang melihat penolakan yang Agnesia lakukan. Pertama kalinya, seorang Agnesia yang selalu patuh dan terlihat begitu mencintainya itu menjauhinya. Bahkan sebelum dia bisa mengucapkan sesuatu sosok itu melewatinya dengan acuh tak acuh. Jelas, ini bukan Agnesia yang dia kenal.

"Oh aku lupa, pastikan kau membayar semuanya dengan benar. Jika kuingat, kau mengambil kamar ini dengan nama adik perempuanmu, Mona."

Tak ada jawaban yang Aaric berikan karena Sia tiba-tiba membahas tentang pembayaran. Benar, hotel ini milik Agnesia sebagai pertukaran mahar yang akan Sia bawa saat mereka menikah nanti. Tapi ketika tunangannya itu membahas perihal pembayaran, harga dirinya terluka.

"Aaric, kau tahu aku sangat serakah bukan?"

Aaric mendongak, Agnesia bukanlah orang yang perhitungan jika itu dengannya. Bahkan kata serakah sama sekali tidak cocok untuk gadis cantik yang akan menjadi istrinya. Dia sangat mengenal Agnesia dengan sangat baik selama pertunangan mereka. Tapi kali ini Agnesia terlihat tak seperti yang dia kenal.

"Sia, kau-"

"Aku tunanganmu tapi aku tak harus memberikan tempat tinggal gratis pada simpananmu, bukan?" potong Sia cepat bahkan sebelum Aaric bicara jelas. "Oh satu lagi, pastikan simpananmu tak membuat keributan sampai kita membatalkan pertunangan. Aku akan membicarakan hal ini dengan Kakek."

"Apa maksudmu dengan pembatalan pertunangan? Aku tak memiliki simpanan," tolak Aaric tak terima. "Sia, sudah kukatakan ini tak seperti yang kau lihat."

Agnesia sekali lagi mengangguk seolah percaya. "Baiklah, lanjutkan kesibukan kalian. Kita bertemu saja di pesta nanti malam."

"Sia, tunggu,"

"Pak Lee pastikan menagih dengan benar tanpa meninggalkan potongan sedikit pun," intruksi Agnesia dengan langkah kaki keluar dari ruangan.

"Dimengerti, Nona." Pak Lee segera mengikuti langkah kaki Agnesia bersama staf lainnya.

"Sia, tunggu, Sia, Sia, Sia!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kawin Sama Mantan   Hi mantan!

    Sementara itu di TheGraf Imperial Hotel. Aaric menatap kosong saat kepergian Agnesia tak bisa dia cegah. Ketidakpercayaan mengisi matanya karena tak lama setelah kepergian Sia, tagihan dari room suite selama satu tahun datang hingga membuat matanya tertegun "Aaric, tagihannya," Viola membuka suara. "Biar aku yang membayarnya. Atau aku bisa pindah." Aaric menatap Viola sekilas, memijit pelipisnya pelan. "Tak apa, biar aku yang membayarnya." Aaric tidak menyangka bahwa semua akan semahal ini. Namun saat melihat ruangan yang ditinggali Viola, dia menjadi mengerti kenapa hotel keluarga Sia menjadi salah satu hotel terbaik di kota ini. "Lalu Aaric, tunanganmu. Maaf, aku membuatmu ribut dengannya," keluh Viola bersalah. Aaric menggeleng lalu tersenyum tipis. "Dia hanya salah paham. Nanti juga akan mengerti sendiri. Apakah kau sudah meminum obatmu? Kau muntah pagi ini, haruskah kita ke rumah sakit?" Viola menggeleng, kehangatan yang tak berubah, Aaric adalah satu-satunya orang

  • Kawin Sama Mantan   Anak haram keluarga Agraf.

    Agnesia sangat tenang ketika keluar dari hotel lalu menelepon beberapa orang kepercayaannya untuk membuang semua hal tentang dirinya dari apartement yang biasa dia tinggali bersama Aaric. Dengan penuh kesadaran, dia mengatakan akan kembali ke rumah utama keluarga Agraf setelah Tujuh Tahun dia tinggal di luar. "Sudah waktunya untuk meluruskan dan mengembalikan hal-hal lain pada tempat yang seharusnya." Dia melihat hotelnya sekali lagi sebelum berkendara menuju salah satu toko pakaian terbaik untuk urusan gaunnya nanti malam namun tak menyangka bahwa tak ada satu pun orang yang akan mengenalinya sebagai tunangan Aaric. "Tolong tunjukkan gaunnya." "Tapi nona, gaun ini dipesan langsung oleh tuan Aaric. Dan hanya orang bersangkutan yang dapat mengambilnya." Staf toko itu menolak dengan sopan. Agnesia terdiam, suasana hatinya sangat buruk karena dia baru saja menangkap tunangannya bersama wanita lain. Dia ingin merusak gaun yang terlihat sama persis dengan gaun yang dimiliki k

  • Kawin Sama Mantan   Teman masa kecil

    "Aku tidak sopan?" Tawa kecil pun lolos dari bibir Sia. "Aaric, perhatikan kata-katamu." Mendengar tawa dan tatapan tak berperasaan itu hati Aaric mengeras. "Sia, keluar! Keluar sekarang juga!" Teriak Aaric dengan tangan meraih lengan Agnesia cukup kuat. "Aaric, apakah ada masalah? Kenapa kau berteriak?" Suara lembut lain kembali terdengar, membuat Aaric melepaskan tangannya dari lengan Sia. "Ah, Aa-aaric, siapa dia?" Agnesia mematung, matanya jatuh pada wajah cantik yang hanya mengenakan kemeja panjang Aaric dengan rambut basah. Berbalik, dia mengamati wajah Aaric yang terlihat segar dengan rambut yang sama basahnya. Tanpa sadar tawa kecil kembali lolos dari bibirnya. Kini opsi terburuk yang dia pikirkan telah memberikan kepastian yang paling menyakitkan. "Jadi seperti itu," gumam Sia jelas. Bibirnya tersenyum lebar meski air mata menggantung di kedua matanya. Sekuat tenaga, dia menahannya seperti dia yang berusaha berdiri kuat dengan kedua kakinya. "Sia, aku bisa jelask

  • Kawin Sama Mantan   Tunangan yg berselingkuh.

    "Lelaki mana yang tidak selingkuh? Bahkan jika dia sangat lurus, di hadapan wanita yang dicintainya, dia pasti akan meninggalkan calon istrinya." Sebuah pesan asing dari nomor tak dikenal mengusik makan siang Agnesia. Pesan itu diiringi sebuah foto gadis cantik yang tersenyum di atas tempat tidur, lalu di sampingnya ada wajah tampan yang tampak tidur meski tak memperlihatkan seluruh wajah. Hanya dengan sekilas, Sia tahu bahwa pria itu adalah tunangannya. Sia tertawa kecil, namun tangannya menggenggam erat benda persegi panjang di tangannya. "Hal yang paling menjijikkan di dunia ini adalah pria yang tak cukup dengan satu wanita. Dan hal paling menyedihkan adalah dihianati oleh orang yang paling kau cintai. Hanya saja, kenapa hal itu terjadi padaku?" Meski sedikit dingin, di mata Agnesia, Aaric adalah pria baik yang selalu mengutamakannya. Seluruh keluarga Aaric bahkan memperlakukannya melebihi putri kandung mereka. Dia yang haus akan kasih sayang orang tua, akhirnya luluh dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status