Tanpa banyak penjelasan, Ian dengan cepat mengeluarkan kunci mobil berlogo Pagani dari saku celananya. Dengan satu tekanan pada tombol pembuka kunci pintu mobil, alarm mobil itu langsung berbunyi dengan keras. Cahaya lampu mobil Pagani Zonda HP Barchetta berkedip, menciptakan tampilan yang indah namun mengagetkan.
Orang-orang yang sebelumnya mengerumuni mobil biru metalik itu tercengang. Mereka secara bersamaan menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara dan cahaya yang tiba-tiba. Namun, pandangan mereka segera tertuju pada Ian yang masih memegang kunci berlogo Pagani di tangannya. Kedua wanita yang tadi mengusir Ian, tampak canggung saat menyadari bahwa Ian adalah pemilik asli dari mobil sport mewah itu.Meskipun situasi sebelumnya cukup tidak mengenakkan, Ian tidak membiarkan amarah menguasai dirinya. Sebaliknya, ia memancarkan senyum yang elegan dan mempesona pada kedua wanita tersebut. Pesona dan ketampanan Ian seketika membuat orang-orang di sekitarnya terpesona. Mereka memberikan jalan bagi Ian dengan sukarela, memudahkan langkahnya menuju mobil. Dengan gesit, Ian masuk ke dalam mobilnya dan menyalakannya.Mengendalikan kemudi mobil Pagani Zonda HP Barchetta dengan lincah, Ian menembus jalanan kota dalam waktu singkat, hanya 15 menit. Mobil sport berwarna biru metalik itu berhenti tepat di depan kedai kecil yang menjadi sumber penghidupannya. Dengan langkah gesit, Ian membawa bahan-bahan makanan segar yang baru saja ia beli dari pasar.Namun, sebelum ia sempat membuka pintu kedai, bayangan dua sosok tinggi besar muncul di belakangnya. Mereka berdiri tegap, otot-otot lengan mereka tampak jelas di balik kemeja lengan pendek yang mereka kenakan. Di belakang mereka, seorang wanita paruh baya berjalan dengan gaya yang penuh percaya diri. Gaun merah muda yang ia kenakan berkilauan di bawah sinar matahari, mencerminkan gaya hidup mewah yang ia jalani.Ian menoleh, senyum ramah terpampang di wajahnya. "Selamat datang, Bu Risky," sambutnya, membuka pintu kedai untuk mereka. Namun, wanita itu mengangkat tangannya, menolak."Tidak perlu," ucap Risky dengan nada tajam. Matanya menatap Ian dengan tajam, penuh kebencian. "Aku hanya ingin bilang, kamu harus angkat kaki dari properti saya hari ini! Cepat kemasi barang-barangmu dan keluar dari sini!"Ian menatap Risky dengan ekspresi bingung. "Tapi Bu Risky, bukankah kita masih punya waktu satu minggu lagi?" katanya, alisnya mengerut dalam keraguan. "Saya sudah menyiapkan uangnya, bisa saya transfer hari ini juga."Namun, Risky hanya mendengus, mengejek. "Uangmu? Aku tidak butuh itu!" katanya, suaranya penuh pengejekan. "Ada yang mau membeli properti ini dengan harga yang jauh lebih tinggi. Tuan Iqbal, dia mau membayar lebih dari yang bisa kamu bayar!"Raut wajah Risky berubah, matanya berkilau dengan kepuasan. "Dibanding uang sewamu, tawaran Tuan Iqbal jauh lebih menggiurkan!" katanya, senyumnya lebar, penuh kemenangan.Sebelum Ian sempat merespon, suara deru mesin mobil mewah lainnya mendadak terdengar mengisi udara. Sebuah Aston Martin Rapide S berwarna hitam berkilauan berhenti dengan mulus di samping mobil Ian. Pintu mobil terbuka dan seorang pria berambut pendek, rapi, dan berkilauan muncul dari balik pintu. Kacamata hitam yang ia kenakan menambah aura misterius dan elegan. Jas abu-abu yang ia kenakan tampak mahal, berkilauan dengan berlian yang tertanam di beberapa tempat.Pria itu berjalan dengan langkah pasti menuju mereka, dan seiring dengan itu, suara notifikasi sistem berbunyi di telinga Ian. Seolah-olah ada suara bisikan yang berteriak di kepalanya, memberitahu sesuatu yang penting.[Ding!][Mendeteksi Pengguna Sistem Lain][Menginisiasi Misi Darurat][Misi Darurat Tingkat C: Eliminasi Iqbal Kartono]Notifikasi-notifikasi yang muncul itu membuat seolah-olah dunia Ian berhenti berputar. Ian lalu segera membaca detail misi yang muncul di pada panel sistem di depannya..__________________________________Misi: Eliminasi Iqbal KartonoTingkat Kesulitan: CDetail Misi:Sistem mendeteksi adanya Pengguna Sistem Lain yang berniat jahat pada Anda. Singkirkan Iqbal Kartono dan klaim kepemilikan atas Sistemnya.Hadiah: Property Jalan Residen Sudirman 40 Surabaya, semua aset IqbalHukuman: Kematian__________________________________Mata Ian membulat, terkejut dengan informasi yang baru saja ia terima. Di saat yang sama, pria yang disebut-sebut sebagai Iqbal itu melepas kacamata hitamnya. Ia tampak terkejut saat memandang ruang kosong di depannya, seakan sedang membaca informasi tak terlihat melayang di hadapannya. Tapi, keterkejutan itu berubah menjadi keserakahan. Matanya menatap Ian dengan senyum yang penuh arti. Senyum itu seolah-olah berbicara, memberi tahu Ian bahwa dia tahu apa yang baru saja terjadi.Namun, ketika Iqbal berbicara, senyumnya berubah. Senyum yang tadi penuh kejahatan kini berubah menjadi hangat, seolah-olah dia adalah pria yang paling ramah di dunia. "Bu Risky," katanya, suaranya lembut dan ramah. "Bisakah saya meminta bantuan kedua anak buah Ibu?"Iqbal menunjuk ke arah Ian, senyumnya kembali muncul, kali ini lebih gelap. "Saya akan membayar 100 juta jika Ibu bisa membantu saya menyingkirkannya," ujarnya, suaranya penuh harapan.Mendengar ucapan Iqbal, Ian menjadi waspada. ‘Sial! Apa yang sebenarnya terjadi?!’ teriak Ian dalam hati, mencoba memahami dengan situasi yang tak terduga ini."Tapi ..." Kata-kata Risky tergantung di udara, wajahnya penuh dengan kerutan pertanyaan dan keraguan.Iqbal menangkap keraguan itu, senyum tipisnya berkedut di ujung bibirnya. Ia merespon dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan, "Jangan khawatir, Bu. Saya yang akan menanggung semua ini." Iqbal berhenti sejenak, menatap Risky dengan tatapan yang meyakinkan. "Saya bahkan akan menambah imbalannya menjadi 500 juta, bagaimana?"Penawaran Iqbal, dengan jumlah yang begitu besar, membuat hati Risky bergetar. Dia datang hari ini dengan niat untuk mengintimidasi Ian, bukan untuk berkelahi. Tapi, tawaran Iqbal, dengan janji uang dan jaminan tanggung jawab, membuatnya merasa seolah-olah dia sedang berdiri di tepi jurang, tergoda untuk melangkah maju.Setelah berpikir sejenak, Risky tersenyum lebar, matanya berkilauan dengan keserakahan yang tak tersembunyikan. "Anak-anak," katanya, suaranya penuh dengan janji. "Hajar pria tampan itu! Aku akan memberi kalian masing-masing 100 juta!"Dua pr
“Huh?" kedua pria berbadan kekar itu terkejut saat melihat Ian tiba-tiba membuka matanya dan kembali berdiri. Tubuhnya tertutup darah segar dan luka memar, memberinya penampilan yang mirip dengan zombie yang baru saja bangkit dari kematian. Tatapannya yang tajam dan tanpa emosi menusuk kedua pria itu, membuat bulu kuduk mereka berdiri tegak.Tak mampu menahan tatapan Ian yang penuh ancaman, salah satu pria berbadan kekar dengan cepat kehilangan kendali dirinya. Dengan marah, dia melepaskan kata-kata kasar, "Jangan pernah menatapku seperti itu, sampah!" seraya melancarkan pukulan berat ke arah wajah Ian.Namun, dengan keajaiban yang tak terduga, tangan kanan Ian dengan cepat menangkap kepalan tangan yang meluncur ke arahnya. Ekspresi pria itu berubah menjadi terkejut, matanya melebar. Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia bisik dengan penuh ketidakpercayaan, "Tidak mungkin ..."Dengan kekuatan yang luar biasa, Ian mengunci tangan pria berbadan kekar tersebut dalam cengkeramannya
“Ugh!” Ian terbangun dengan jeritan hening, matanya terbuka lebar menatap langit-langit yang asing. Langit-langit putih polos dengan lampu putih yang berpendar lembut, memberikan cahaya yang cukup untuk melihat sekeliling. Rasa sakit yang menusuk-nusuk merambat di seluruh tubuhnya, membuatnya merasa seolah-olah ia baru saja berlari maraton tanpa henti.“Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana ini?” gumamnya lemah.Ia mencoba mengumpulkan kekuatan untuk melihat sekeliling. Ruangan itu berbau steril, aroma khas rumah sakit yang tidak bisa ia lupakan. Dinding-dinding putih bersih, jendela besar dengan tirai putih yang ditarik rapat, dan suara mesin monitor jantung yang berdetak secara teratur, semuanya menunjukkan bahwa ia berada di sebuah kamar rumah sakit.Di sisi kirinya, sebuah tiang infus berdiri tegak, dengan selang yang menjulur ke tangan kirinya. Cairan bening mengalir perlahan, memberikan hidrasi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuhnya. Di seberang tempat tidur, sebuah kursi panjang b
“Sistem, apakah uang satu miliar itu adalah aset dari orang bernama Iqbal?” tanya Ian yang masih terkejut.[Ding!][Selamat Host, Anda telah berhasil menyelesaikan Misi Darurat Tingkat C: Eliminasi Iqbal Kartono][Anda telah mendapat properti di Jalan Residen Sudirman 40 Surabaya][Anda telah mendapat semua aset Iqbal Kartono seperti: uang senilai 1,3 miliar, mobil Aston Martin Rapide S, rumah di kawasan Sutra Land Surabaya Barat, dan Sistem Cashback 200%] [Anda mendapat ingatan hidup Iqbal Kartono, apakah Anda ingin menontonnya?]Ian menelan ludah, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja dia terima. Tapi ada satu hal yang membuatnya bingung. "Ingatan hidup Iqbal Kartono? Apa maksudnya?" tanyanya, alisnya berkerut dalam kebingungan.[Anda akan paham setelah melihatnya sendiri]Karena Ian juga sedang menganggur dan tidak bisa melakukan apa-apa dengan tubuhnya yang sekarang, Ian akhirnya memilih untuk menontonnya. Begitu ia memberi perintah pada sistem, seketika itu juga, kamar
Setelah membulatkan tekadnya, Ian melihat lagi dua kemampuan baru yang dimilikinya. Sesuatu yang aneh menarik perhatiannya pada kolom pertama kemampuan. Dengan rasa penasaran, ia mencoba untuk melihatnya lebih detail.__________________________________Kemampuan Nama: Ov3#12i&3@@ (Terkunci)Keterangan:#$@##-#-#++#+&++#+#+#__________________________________“Apa-apaan ini?!” Ekspresi Ian berubah, alisnya mengerut ketika ia melihat detail kemampuan yang aneh itu. "Sistem, apa maksud dari semua ini?"[Ding!][Error][Sistem tidak mengerti atas apa yang Host tanyakan]“Error? Apa yang sebenarnya terjadi?” Ian mencoba beberapa kali untuk mendapatkan penjelasan dari sistem tentang kemampuan misterius itu. Namun, sistem tetap tidak bisa memberikan jawaban. Akhirnya, dengan rasa kecewa, Ian menyerah dan beralih untuk membaca detail kemampuan baru lainnya.__________________________________Kemampuan Nama: Cashback 200% (Pasif)Keterangan:Setiap uang atau barang yang berikan pada orang la
Seorang pria dengan kacamata tebal yang membingkai wajahnya, mengenakan jas putih yang menandakan profesi medisnya, menatap foto rontgen dan berkas-berkas yang berisi detail kondisi kesehatan Ian. Ekspresi kebingungannya tergambar jelas di wajahnya, seolah-olah dia sedang mencoba memecahkan teka-teki yang sangat rumit. Matanya bergerak bolak-balik antara berkas di tangannya dan sosok Ian yang duduk di pinggir tempat tidur, mencoba mencari jawaban yang tidak ada."In ... ini benar-benar di luar nalar," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Ian.Ian, dengan senyum yang tampak dipaksakan dan mata yang berkilauan dengan kegelisahan, bertanya, "Jadi, Dok, apakah saya bisa pulang sekarang?"Dokter itu menatap Ian, matanya menunjukkan keserakahan yang dibalut kekhawatiran kosong. "Tidak, Ian. Kamu harus tinggal di sini untuk beberapa hari. Aku perlu melakukan lebih banyak pemeriksaan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhmu."Ekspresi Ian berubah, matanya
Jarak di antara kedai dan Tunjungan Plaza hanya berjarak 4 kilometer. Ian cuma membutuhkan waktu 15 menit untuk tiba di mall. Ketika Ian tiba di pintu masuk tempat parkir mobil, petugas keamanan yang sedang berjaga langsung menyambutnya. Mereka dengan antusias membantu Ian menemukan slot parkir dan bahkan mempersilahkan Ian menggunakan dua slot parkir sekaligus.Hal tersebut tentu membuat Ian bingung. Saat Ian membuka kaca jendela mobil untuk bertanya, petugas keamanan itu langsung berkata dengan sangat sopan dan penuh hormat. “Selamat siang Pak.”Ian tersenyum ramah. “Terima kasih Pak telah dicarikan slot parkir. Tapi saya rasa satu slot saja cukup Pak, berikan saja slot satunya untuk pengunjung lain.”“Maaf Pak, saya hanya ingin mencegah terjadinya lecet pada mobil Bapak. Jadi saya mempersilahkan Bapak untuk menempati dua slot parkir ini,” ucap petugas keamanan dengan sedikit gugup. Sebagai petugas keamanan, lecet pada bodi mobil juga termasuk dalam tanggung jawabnya. Jika sampai mo
"Rika?" Ian membalikkan tubuhnya dan tersenyum saat melihat wanita cantik berkacamata itu mendekatinya. Rika, teman sekelasnya di Universitas Sura & Baya, memeluknya dengan bahagia. "Mengapa kamu tidak memberitahuku kalau kamu akan datang ke sini?" Rika berkata dengan ekspresi cemberut. "Aku pasti akan menawarkan pakaian yang cocok untukmu. Siapa tahu kamu tertarik dan bisa membantu meningkatkan penjualanku."Ian mengangguk dengan senyum dan sedikit rasa bersalah. "Maaf, Rika. Sudah tiga tahun sejak kelulusan kita, kita tidak pernah berkomunikasi lagi. Jadi aku tidak tahu kalau kamu sekarang bekerja di toko ini."Rika tampak sedih, matanya sedikit berkaca-kaca. "Kamu jahat, kamu sudah tidak menganggapku sebagai teman!" desisnya dengan suara lembut.Ian tertawa melihat ekspresi Rika yang berusaha pura-pura sedih. "Rika, aku tahu kamu tidak akan pernah bisa marah padaku," ucapnya sambil tersenyum.Rika mengernyitkan dahi, memandang Ian dengan tatapan penasaran. "Kenapa kamu begitu yak