Share

Bab 5 - Gacha

Hari ini adalah hari Minggu, di mana tradisi kerja bakti di hari libur sudah menjadi kebiasaan warga sekitar. Banyak warga sekitar yang keluar dan membersihkan lingkungan sekitar. Namun, kehadiran mobil Pagani Zonda HP Barchetta milik Ian memicu kehebohan. Baik para bapak maupun ibu-ibu terpesona oleh keindahan mobil tersebut.

"Wow! Mobilnya sungguh indah!" seru salah seorang bapak.

"Itu pasti mobil yang sangat mahal. Tapi aku belum pernah melihat model seperti itu sebelumnya," tambah bapak yang lain.

"Kalau dilihat dari logonya, sepertinya itu mobil Pagani. Aku tidak pernah menyangka bahwa Ian memiliki mobil sekelas itu," kata seorang wanita paruh baya.

Seorang ibu-ibu dengan make-up tebal tampak antusias melihat monil Iann. "Aku tidak tahu kalau Ian sebenarnya kaya. Aku harus memperkenalkannya pada anak gadisku!"

Sementara itu, Ian telah masuk ke dalam rumah kostnya dan mulai mengemas barang-barangnya, memasukkannya ke dalam mobil. Meskipun bagasi mobil Pagani Zonda HP Barchetta tidak terlalu besar, untungnya barang yang dibawa Ian tidak banyak. Hanya beberapa pakaian dan peralatan pribadi. Sisanya, seperti lemari dan perabotan lainnya, adalah milik kost.

Selesai memasukkan barang terakhirnya ke mobil, Ian duduk di teras rumah kost seraya melepas lelah. Ia lalu teringat dengan tiga kupon Gacha yang diberikan didapatnya tadi. “Sistem, apa yang bisa aku dapatkan dari Gacha?”

[Ding!]

[Gacha adalah salah satu fitur Sistem Tujuh Turunan yang hanya bisa diakses menggunakan kupon. Dari Gacha ini, Host bisa mendapat berbagai aset, termasuk uang ataupun kemampuan dengan tingkat probabilitas yang bervariasi secara acak]

“Kemampuan? Apa itu?” tanya Ian penuh rasa keingintahuan.

[Kemampuan adalah bakat, ilmu, ataupun juga kekuatan super yang diberikan Sistem kepada Host]

“Wow, bukankah itu sama dengan skill yang ada di game? Ini sangat menarik. Tapi sayang, yang aku butuhkan kali ini adalah uang!” Ian lalu berkata, “Sistem, gunakan satu kupon Gacha!”

Setelah berkata seperti itu, panel layar sistem yang melayang di depannya tiba-tiba berubah. Sebuah gambar tongkat dengan dua ular yang melilit tongkat muncul pada layar sistem. Ular tersebut menyala merah, lalu kemudian berubah menjadi kuning, hijau, dan terus berubah-ubah. Hingga akhirnya, gambar kedua ular melilit tongkat itu berhenti di warna merah.

[Ding!]

[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 1000]

“Cuma seribu rupiah? Sistem, kau bercanda?” Ian benar-benar terkejut. “Aku tidak percaya keberuntunganku seburuk itu! Sistem, gunakan semua kupon Gacha yang aku miliki!”

Panel layar sistem kembali berubah menjadi bergambar dua ular melilit sebuah tongkat. Pancaran cahaya tujuh warna saling bergantian muncul pada gambar tersebut, hingga akhirnya warna merah kembali muncul.

[Ding!]

[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 500]

Wajah Ian langsung membeku begitu melihat hasil Gacha kedua. “Tidak-tidak, aku tidak boleh menyerah! Masih ada satu kesempatan lagi!”

Pada kesempatan Gacha yang ketiga ini, akhirnya warna yang muncul pada gambar ular bukan lagi berwarna merah, melainkan berwarna biru.

[Ding!]

[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 200.000.000]

[Semua yang yang diperoleh melalui fitur Gacha telah secara otomatis masuk ke dalam rekening bank milik Host]

[Total saldo tabungan Host adalah Rp 200.051.500]

Melihat dan mendengar notifikasi sistem secara bersamaan, Ian tak sanggup menahan tawanya. “Akhirnya … akhirnya aku berhasil mendapatkan hadiah uang berjumlah besar!”

“Sekarang, aku tidak perlu khawatir lagi dengan tunggakan sewa kedaiku!” 

Ketika sedang larut dalam kegembiraannya, seorang wanita berambut panjang dengan kecantikan yang tampak dewasa keluar dari dalam rumah dan menepuk pundak Ian, “Ian, kenapa kamu tertawa sendirian di teras? Apakah kamu sedang melakukan telepon?”

Wanita itu adalah Renata–sang pemilik rumah kost tersebut. Ian yang terkejut dengan kedatangan Renata, sedikit berteriak. “Aah–! Tante, bikin kaget aja,” ucapnya sambil mengelus dadanya.

“Maaf-maaf,” senyum Renata.

“Oh ya Tante, aku mau pamit untuk pindah.”

Mendengar ucapan Ian, Renata tercengang. Ia lalu berkata dengan penuh kekhawatiran. “Pindah? Apakah kamar kost di sini tidak cukup baik? Tante bisa menurunkan harganya jika kamu kurang puas.”

“Tidak Tante, bukan itu masalahnya. Malah aku sangat berterimakasih atas kebaikan Tante selama ini,” ucap Ian tergesa-gesa, berusaha menceritakan alasan kepindahannya. “Hanya saja aku baru membeli rumah. Jadi aku akan pindah ke rumah baruku.”

“Benarkah?” Renata menyipitkan matanya. “Apakah usaha kedai makananmu benar-benar sukses sampai dapat membeli rumah sendiri?”

“I-iya Tante.” Tentu saja Ian tidak akan memberitahunya bahwa rumah tersebut berasal dari sistem. Ian kemudian berpamitan dengan Renata, dan segera mengendarai mobilnya keluar dari halaman depan rumah kost.

Melihat Ian pergi mengendarai mobil Pagani Zonda HP Barchetta-nya, mata Renata terbuka lebar. “Bukankah itu mobil Pagani? Sejak kapan Ian sesukses itu?”

“Dia sepertinya telah menyembunyikan kekayaannya! Aku harus memberitahukannya pada Rena! Aku yakin anak gadisku itu pasti akan tertarik!” gumam Renata. Ia tersenyum lebar membayangkan anak gadisnya yang sekarang sedang berkuliah di Bandung, menikah dengan Ian.

Beberapa penghuni kost yang kebetulan baru kembali dari kampungnya, melihat Renata senyam-senyum sendiri di teras dengan tatapan aneh. 

“Apakah Ibu Kost kita gila?”

“Mungkin dia dicampakkan pacar barunya.”

“Ah, itu alasan yang masuk akal,” bisik ketiga mahasiswa sambil berjalan masuk ke area kost.

~***~

Ian berencana untuk membuka kedainya hari ini. Oleh karena itu, Ian pun memacu mobilnya menuju pasar terdekat, membeli sayur dan bahan makanan lainnya. Sebenarnya, kedai milik Ian tidak pernah libur selain hari libur besar. Tapi, kemarin adalah pengecualian. Ian baru mendapatkan Sistem Kaya Tujuh Turunan kemarin, sehingga ia memutuskan tidak membuka kedainya untuk mengeksplorasi sistemnya. 

Ketika Ian memarkirkan mobilnya dan pergi berbelanja, orang-orang mulai berkerumun di sekitar mobil tersebut. Awalnya, hanya beberapa orang yang berhenti dan mengagumi mobil itu sambil mengambil foto.

"Wah, ini mobil sport Pagani Zonda HP Barchetta, bukan?" tanya salah seorang dari mereka.

"Iya, mobil yang hanya ada tiga di dunia dan harganya 255 miliar rupiah itu," jawab yang lain.

"Keren! Kapan ya aku bisa memiliki mobil sehebat ini?" ujar salah seorang lagi, membayangkan dirinya memiliki mobil mewah seperti ini.

Salah seorang pria berkacamata tebal, mencoba menganalisa identitas pemilik mobil meewah itu. "Mengendarai mobil sport seperti ini, mungkin dia anak orang kaya ya? Tapi mengapa mobil sekelas ini berada di parkiran pasar?

"Mungkin anak orang kaya ini ada di sini untuk membeli bahan makanan? Ah, lupakan! Yang penting sekarang aku mau foto selfie bersama mobil ini!" seru salah seorang dari mereka dengan antusias.

Lambat laun, semakin banyak pengunjung pasar ataupun orang yang kebetulan lewat Mereka semua takjub dengan eksterior dari Pagani Zonda HP Barchetta. Tentu saja tidak ada yang berani menyentuh mobil mewah tersebut. Jika sampai ada baret, mereka tidak akan mampu membayar ganti ruginya.

Ketika Ian keluar dari pasar, ia melihat banyak orang telah mengelilingi mobilnya. Mendapat perhatian berlebih dalam dua hari ini membuatnya mulai terbiasa dengan atensi seperti ini. Meski begitu, Ian merasa sedikit tidak nyaman dengan terlalu banyaknya jumlah orang yang mengerubungi mobilnya, membuatnya tidak bisa lewat.

‘Sepertinya lain kali aku akan membawa becak motorku saja saat berbelanja ke pasar. Membawa mobil mewah terlalu menarik perhatian,” gumamnya dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.

Ian memandang ke arah kerumunan dan berkata dengan sopan. “Permisi, bisakah kalian memberiku jalan?”

Namun sayang, ucapan sopan itu mendapat respon negatif. Seorang wanita berpakaian seksi melambaikan tangannya pada Ian. “Hei, antrilah jika ingin berfoto! Masih ada banyak yang mengantri ingin berfoto!”

“Mobil ini milik suamiku. Minggir kalian semua! Jangan menghalangi jalanku!” Suara wanita lain terdengar sangat keras dan kasar.

“Suamimu?” Ian tersenyum masam mendengar. ‘Sejak kapan aku memiliki istri?! Aku masih perjaka tulen!’ teriaknya dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status