Hari ini adalah hari Minggu, di mana tradisi kerja bakti di hari libur sudah menjadi kebiasaan warga sekitar. Banyak warga sekitar yang keluar dan membersihkan lingkungan sekitar. Namun, kehadiran mobil Pagani Zonda HP Barchetta milik Ian memicu kehebohan. Baik para bapak maupun ibu-ibu terpesona oleh keindahan mobil tersebut.
"Wow! Mobilnya sungguh indah!" seru salah seorang bapak.
"Itu pasti mobil yang sangat mahal. Tapi aku belum pernah melihat model seperti itu sebelumnya," tambah bapak yang lain.
"Kalau dilihat dari logonya, sepertinya itu mobil Pagani. Aku tidak pernah menyangka bahwa Ian memiliki mobil sekelas itu," kata seorang wanita paruh baya.
Seorang ibu-ibu dengan make-up tebal tampak antusias melihat monil Iann. "Aku tidak tahu kalau Ian sebenarnya kaya. Aku harus memperkenalkannya pada anak gadisku!"
Sementara itu, Ian telah masuk ke dalam rumah kostnya dan mulai mengemas barang-barangnya, memasukkannya ke dalam mobil. Meskipun bagasi mobil Pagani Zonda HP Barchetta tidak terlalu besar, untungnya barang yang dibawa Ian tidak banyak. Hanya beberapa pakaian dan peralatan pribadi. Sisanya, seperti lemari dan perabotan lainnya, adalah milik kost.
Selesai memasukkan barang terakhirnya ke mobil, Ian duduk di teras rumah kost seraya melepas lelah. Ia lalu teringat dengan tiga kupon Gacha yang diberikan didapatnya tadi. “Sistem, apa yang bisa aku dapatkan dari Gacha?”
[Ding!]
[Gacha adalah salah satu fitur Sistem Tujuh Turunan yang hanya bisa diakses menggunakan kupon. Dari Gacha ini, Host bisa mendapat berbagai aset, termasuk uang ataupun kemampuan dengan tingkat probabilitas yang bervariasi secara acak]
“Kemampuan? Apa itu?” tanya Ian penuh rasa keingintahuan.
[Kemampuan adalah bakat, ilmu, ataupun juga kekuatan super yang diberikan Sistem kepada Host]
“Wow, bukankah itu sama dengan skill yang ada di game? Ini sangat menarik. Tapi sayang, yang aku butuhkan kali ini adalah uang!” Ian lalu berkata, “Sistem, gunakan satu kupon Gacha!”
Setelah berkata seperti itu, panel layar sistem yang melayang di depannya tiba-tiba berubah. Sebuah gambar tongkat dengan dua ular yang melilit tongkat muncul pada layar sistem. Ular tersebut menyala merah, lalu kemudian berubah menjadi kuning, hijau, dan terus berubah-ubah. Hingga akhirnya, gambar kedua ular melilit tongkat itu berhenti di warna merah.
[Ding!]
[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 1000]
“Cuma seribu rupiah? Sistem, kau bercanda?” Ian benar-benar terkejut. “Aku tidak percaya keberuntunganku seburuk itu! Sistem, gunakan semua kupon Gacha yang aku miliki!”
Panel layar sistem kembali berubah menjadi bergambar dua ular melilit sebuah tongkat. Pancaran cahaya tujuh warna saling bergantian muncul pada gambar tersebut, hingga akhirnya warna merah kembali muncul.
[Ding!]
[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 500]
Wajah Ian langsung membeku begitu melihat hasil Gacha kedua. “Tidak-tidak, aku tidak boleh menyerah! Masih ada satu kesempatan lagi!”
Pada kesempatan Gacha yang ketiga ini, akhirnya warna yang muncul pada gambar ular bukan lagi berwarna merah, melainkan berwarna biru.
[Ding!]
[Selamat Host, Anda telah berhasil mendapat uang Rp 200.000.000]
[Semua yang yang diperoleh melalui fitur Gacha telah secara otomatis masuk ke dalam rekening bank milik Host]
[Total saldo tabungan Host adalah Rp 200.051.500]
Melihat dan mendengar notifikasi sistem secara bersamaan, Ian tak sanggup menahan tawanya. “Akhirnya … akhirnya aku berhasil mendapatkan hadiah uang berjumlah besar!”
“Sekarang, aku tidak perlu khawatir lagi dengan tunggakan sewa kedaiku!”
Ketika sedang larut dalam kegembiraannya, seorang wanita berambut panjang dengan kecantikan yang tampak dewasa keluar dari dalam rumah dan menepuk pundak Ian, “Ian, kenapa kamu tertawa sendirian di teras? Apakah kamu sedang melakukan telepon?”
Wanita itu adalah Renata–sang pemilik rumah kost tersebut. Ian yang terkejut dengan kedatangan Renata, sedikit berteriak. “Aah–! Tante, bikin kaget aja,” ucapnya sambil mengelus dadanya.
“Maaf-maaf,” senyum Renata.
“Oh ya Tante, aku mau pamit untuk pindah.”
Mendengar ucapan Ian, Renata tercengang. Ia lalu berkata dengan penuh kekhawatiran. “Pindah? Apakah kamar kost di sini tidak cukup baik? Tante bisa menurunkan harganya jika kamu kurang puas.”
“Tidak Tante, bukan itu masalahnya. Malah aku sangat berterimakasih atas kebaikan Tante selama ini,” ucap Ian tergesa-gesa, berusaha menceritakan alasan kepindahannya. “Hanya saja aku baru membeli rumah. Jadi aku akan pindah ke rumah baruku.”
“Benarkah?” Renata menyipitkan matanya. “Apakah usaha kedai makananmu benar-benar sukses sampai dapat membeli rumah sendiri?”
“I-iya Tante.” Tentu saja Ian tidak akan memberitahunya bahwa rumah tersebut berasal dari sistem. Ian kemudian berpamitan dengan Renata, dan segera mengendarai mobilnya keluar dari halaman depan rumah kost.
Melihat Ian pergi mengendarai mobil Pagani Zonda HP Barchetta-nya, mata Renata terbuka lebar. “Bukankah itu mobil Pagani? Sejak kapan Ian sesukses itu?”
“Dia sepertinya telah menyembunyikan kekayaannya! Aku harus memberitahukannya pada Rena! Aku yakin anak gadisku itu pasti akan tertarik!” gumam Renata. Ia tersenyum lebar membayangkan anak gadisnya yang sekarang sedang berkuliah di Bandung, menikah dengan Ian.
Beberapa penghuni kost yang kebetulan baru kembali dari kampungnya, melihat Renata senyam-senyum sendiri di teras dengan tatapan aneh.
“Apakah Ibu Kost kita gila?”
“Mungkin dia dicampakkan pacar barunya.”
“Ah, itu alasan yang masuk akal,” bisik ketiga mahasiswa sambil berjalan masuk ke area kost.
~***~
Ian berencana untuk membuka kedainya hari ini. Oleh karena itu, Ian pun memacu mobilnya menuju pasar terdekat, membeli sayur dan bahan makanan lainnya. Sebenarnya, kedai milik Ian tidak pernah libur selain hari libur besar. Tapi, kemarin adalah pengecualian. Ian baru mendapatkan Sistem Kaya Tujuh Turunan kemarin, sehingga ia memutuskan tidak membuka kedainya untuk mengeksplorasi sistemnya.
Ketika Ian memarkirkan mobilnya dan pergi berbelanja, orang-orang mulai berkerumun di sekitar mobil tersebut. Awalnya, hanya beberapa orang yang berhenti dan mengagumi mobil itu sambil mengambil foto.
"Wah, ini mobil sport Pagani Zonda HP Barchetta, bukan?" tanya salah seorang dari mereka.
"Iya, mobil yang hanya ada tiga di dunia dan harganya 255 miliar rupiah itu," jawab yang lain.
"Keren! Kapan ya aku bisa memiliki mobil sehebat ini?" ujar salah seorang lagi, membayangkan dirinya memiliki mobil mewah seperti ini.
Salah seorang pria berkacamata tebal, mencoba menganalisa identitas pemilik mobil meewah itu. "Mengendarai mobil sport seperti ini, mungkin dia anak orang kaya ya? Tapi mengapa mobil sekelas ini berada di parkiran pasar?
"Mungkin anak orang kaya ini ada di sini untuk membeli bahan makanan? Ah, lupakan! Yang penting sekarang aku mau foto selfie bersama mobil ini!" seru salah seorang dari mereka dengan antusias.
Lambat laun, semakin banyak pengunjung pasar ataupun orang yang kebetulan lewat Mereka semua takjub dengan eksterior dari Pagani Zonda HP Barchetta. Tentu saja tidak ada yang berani menyentuh mobil mewah tersebut. Jika sampai ada baret, mereka tidak akan mampu membayar ganti ruginya.
Ketika Ian keluar dari pasar, ia melihat banyak orang telah mengelilingi mobilnya. Mendapat perhatian berlebih dalam dua hari ini membuatnya mulai terbiasa dengan atensi seperti ini. Meski begitu, Ian merasa sedikit tidak nyaman dengan terlalu banyaknya jumlah orang yang mengerubungi mobilnya, membuatnya tidak bisa lewat.
‘Sepertinya lain kali aku akan membawa becak motorku saja saat berbelanja ke pasar. Membawa mobil mewah terlalu menarik perhatian,” gumamnya dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.
Ian memandang ke arah kerumunan dan berkata dengan sopan. “Permisi, bisakah kalian memberiku jalan?”
Namun sayang, ucapan sopan itu mendapat respon negatif. Seorang wanita berpakaian seksi melambaikan tangannya pada Ian. “Hei, antrilah jika ingin berfoto! Masih ada banyak yang mengantri ingin berfoto!”
“Mobil ini milik suamiku. Minggir kalian semua! Jangan menghalangi jalanku!” Suara wanita lain terdengar sangat keras dan kasar.
“Suamimu?” Ian tersenyum masam mendengar. ‘Sejak kapan aku memiliki istri?! Aku masih perjaka tulen!’ teriaknya dalam hati.
"Zeus, kali ini aku akan membunuhmu!” teriak Ian penuh keyakinan. Zeus menatap Ian dengan mata yang memancarkan cahaya keemasan. Di baliknya, ada kekuatan yang mengguncang alam semesta. Ian merasakan getaran itu, seolah langit dan bumi bergetar dalam irama yang tak terduga. “Jangan terlalu yakin dulu, Ian! Aku masih punya kartu As yang bahkan belum aku gunakan saat melawan Ryan!” ujar Zeus dengan tenang. Suaranya seperti guntur yang merayap di udara, menggema di telinga Ian. Hal ini tentu mengagetkan Ryan, yang semenjak tadi telah bertarung secara seimbang dengan Zeus. “Maksudmu, kamu tadi belum benar-benar serius?” Ryan menatap Zeus dengan pandangan campuran antara kagum dan ketidakpercayaan. Zeus hanya tersenyum, namun senyuman itu seakan menunjukkan konfirmasinya. “Mode Dewa: Petir Surgawi!” serunya. Cahaya keemasan di matanya semakin terang, dan angin berputar di sekitarnya. Ian merasa seolah berada di pusat badai. Petir tiba-tiba menyambar entah dari mana, dan mengenai tubuh
Balor menatap Ian dengan mata yang penuh tekad. "Aku akan mengembalikan Otoritas yang telah kucuri dari Hades." Sebuah cahaya keemasan muncul dari tengah dahi Balor, terbang dan merasuk ke kepala Ian.Ian merasakan sesuatu yang kembali padanya, kekuatannya mendekati sempurna. "Ini?" tanyanya, terkejut."Ya," jawab Balor dengan suara yang semakin lemah. "Dengan ini, Jalan Asura telah kembali pada penguasa samsara." Ia menoleh ke arah Verethragna. "Hei, cepat beri Ian senjatamu!"Verethragna tertawa. "Chill bro~" ucapnya. "Ian, aku memang tidak bisa mengembalikan Otoritas Jalan Deva, tapi aku bisa memberimu sebuah senjata terkuat yang dapat membunuh apapun."Verethragna memejamkan matanya, menciptakan senjata yang sesuai dengan bayangannya. Dari ruang kosong di depannya, cahaya emas menyeruak. Cahaya itu membentuk bilah dan gagang pedang.Pedang itu memiliki bilah panjang dan tajam, terbuat dari baja legendaris yang sudah tidak ada lagi di
Ketika pil itu meluncur melewati kerongkongan Ian, tiba-tiba tubuhnya diselimuti oleh api hijau. Namun, anehnya, api itu tidaklah panas; sebaliknya, ia merasa hangat dan nyaman. Luka-luka di tubuhnya sembuh dengan cepat, bahkan lebih dari yang efek kemampuan Healing Factor miliknya."Inikah kekuatan yang aku dapatkan dari pil NTZ?" gumam Ian, memandangi kedua tangannya dengan keterkejutan.Namun, suara tajam membuyarkan lamunan Ian. "Tentu saja tidak, bodoh!" ujar sosok yang muncul dari atas langit. "Itu adalah kekuatan dari Api Lotus Hijau milikku."Sosok itu turun perlahan, sayap-sayapnya yang berjumlah dua belas terbentang dengan megah. Setiap sayapnya memiliki warna yang berbeda, mereka semua terbuat dari berbagai macam Api Surgawi."Ian Herlambang," kata sosok itu dengan nada dingin, "aku tak menyangka kamu telah mencapai ranah Celestial. Namun, aku melihat bahwa ini bukanlah pencapaianmu sendiri. Ranah kultivasimu masih belum stabil. Beristi
Gelombang kejut dari benturan kekuatan yang dahsyat itu merambat dengan cepat, mengguncang bumi dan langit. Bumi bergetar, seakan-akan planet ini menahan nafas terakhirnya. Di kota-kota besar Indonesia, gedung-gedung menjulang seperti pohon-pohon raksasa yang terguncang oleh badai. Kaca-kaca jendela pecah, mengirimkan serpihan tajam ke jalanan yang berubah menjadi medan perang. Teriakan panik memenuhi udara, menciptakan simfoni ketakutan yang menggema di antara reruntuhan.Di wilayah pesisir, air laut mengundur sejenak, mengejar takdirnya yang tak terhindarkan. Lalu, ombak raksasa muncul, menggulung daratan dengan amarah yang tak terkendali. Tsunami itu menghancurkan segala yang ada di jalurnya: kapal-kapal terangkat dan terhempas ke darat, rumah-rumah luluh lantak, dan manusia berlarian tanpa arah, berusaha menyelamatkan diri dari amukan alam yang tak terbendung. Mata mereka dipenuhi ketakutan, melihat bencana bak kiamat ini.Jakarta, kota yang pernah ramai dan be
Angin malam berhembus kencang, membawa desau yang menegangkan. Ian, dengan napas yang tersengal, mengumpulkan sisa kekuatannya. "Aku belum selesai, Zeus!" serunya, matanya menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. “Aku tak akan pernah membiarkanmu menyentuh Lisa!”Zeus hanya tertawa, suaranya bergema seperti guntur yang menggelegar. "Kau pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan kekuatan sebesar itu?" ejeknya sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dari ujung jari-jarinya, tombak petir mulai terbentuk, cahayanya menyilaukan dan memancarkan energi yang mengerikan. “Baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk menghiburku lagi. Dan kali ini, aku tidak akan diam saja, jadi …”“Jangan kecewakan aku,” bisik Zeus dengan suara yang tegas dan berat. Setiap kata yang terucap menekankan ancaman yang tersirat.Ian mengencangkan genggaman tangannya, cahaya di matanya semakin berkobar. "Demi Lisa, dan demi seluruh orang yang takdirnya telah kau permainkan, aku tidak aka
Bulan purnama yang terang benderang seakan menjadi saksi atas pertemuan dua kekuatan besar di langit Jakarta yang malam itu terasa berbeda. Aura tegang menyelimuti kota, dan angin malam berhembus seolah-olah ingin menceritakan kisah epik yang akan terjadi.Di bawah sinar bulan yang memantulkan cahaya putih, Ian berdiri dengan rambutnya yang mengalir bagai sungai perak. Matanya yang biru kehijauan bersinar tajam, menembus kegelapan malam, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Di hadapannya, Zeus berdiri megah, senyumnya lebar dan penuh dengan kegembiraan pertempuran. Sorot matanya yang berkilau menandakan ia siap untuk pertarungan yang telah lama dinantikan.Baik Ian ataupun Zeus, mereka berdua adalah Overgod, eksistensi yang telah melampaui batas-batas manusia biasa, dan malam itu, mereka akan menunjukkan kekuatan mereka yang bisa mengguncang alam semesta.Dalam kesunyian malam yang hanya ditemani gemerlap bintang, Ian berbisik mengucapkan nama
Zeus terbang di atas langit Jakarta yang kelabu, pakaian putih yang biasa ia kenakan kini terkoyak-koyak, menandakan ledakan dahsyat yang baru saja terjadi. Di bawahnya, kawah raksasa seluas 10 kilometer membentang, asap dan debu masih mengepul dari tanah yang hangus. Sekitar 20 Celestial tergeletak dengan luka-luka mendalam, termasuk Fortuna yang terbaring lemah, sementara yang lainnya lenyap ditelan ledakan.Bagaimanapun juga, Hades adalah kultivator dengan ranah Celestial Puncak. Meski dia telah memberikan otoritasnya pada Ian, tapi dia masih memiliki energi melimpah yang cukup untuk membunuh semua kultivator di bawah ranah Celestial Puncak. Tindakan Hades ini telah mengguncang fondasi organisasi Kadukeus, namun Zeus hanya tertawa ringan di atas sana. Zeus tampak tidak mempedulikan ada atau tidaknya Kadukeus. Karena baginya, selama hal itu menyenangkan, maka ia tidak akan memperdulikan hal lain. Dan apa yang dilakukan Hades, cukup menghiburnya."Adikku
“Huh?” Ian menoleh ke samping, telinganya menangkap suara ledakan yang menggema dari kejauhan. Langit malam yang sebelumnya gelap kini terang benderang oleh letupan cahaya yang mirip dengan matahari terbenam, namun tiba-tiba saja, sebuah cahaya keemasan yang menyilaukan melintas bagai bintang jatuh dan menghantam tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, menghempaskan tubuh Ian ke tembok. Dalam sekejap, tembok tersebut langsung retak dan hancur berkeping-keping, debu dan puing berserakan di udara.Cahaya itu kemudian meresap masuk ke dalam tubuh Ian, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Cahaya keemasan itu seolah menjadi cairan panas yang mengalir di setiap pembuluh darahnya, membuat Ian meronta kesakitan seperti binatang buas yang terluka parah.Di tengah rasa sakit yang memuncak, suara sistem terdengar kacau di telinganya.[Ding!][Mendeteksi adanya energi asing yang mencoba menyingkirkan sistem]Ian mengerang kesakitan, tubuhny
Zeus melayang di atas reruntuhan yang masih mengepulkan asap, tatapannya dingin dan tak tergoyahkan menembus ke bawah ke arah para anggota Zodiak yang terkapar tak berdaya."Sampai di sinilah perjuangan kalian berakhir," suaranya tenang namun mengandung otoritas yang tak bisa ditolak. "Sekarang, aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kami."Zeus mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Petir berkumpul di telapaknya, berputar dengan liar dan bersinar terang hingga menyilaukan mata. Dengan satu gerakan tegas dan pasti, ia melepaskan bola petir itu ke arah Libra dan rekan-rekannya yang sudah tidak berdaya.Mereka hanya bisa menatap dengan pasrah pada serangan maut yang mendekat. Cahaya biru yang menyilaukan memancar dengan intensitas yang memenuhi pandangan, menelan tubuh Libra, Virgo, Sagitarius, dan Aquarius dalam kilauan yang membutakan.Dentuman keras menggema, membelah kesunyian malam yang kacau. Ledakan itu begitu dahsyat hingg