Share

Bab 6

Author: Zoro
Sehari sebelum ke luar negeri, Rizkan menyuruh seseorang menjemput kedua putrinya dari rumah sakit.

Arlena dan Callista naik mobil yang sama.

Tak disangka, di tengah jalan, sopir tiba-tiba berbalik arah dan masuk ke jalan kecil.

Saat Arlena menyadari ada yang tidak beres, mobil sudah berhenti di depan sebuah pabrik kosong.

Sopir membuka pintu mobil, dan dua penculik berwajah garang menyerbu masuk dan menarik dia serta Callista keluar.

Callista ketakutan, dia berteriak sekuat tenaga, "Tolong! Lepaskan aku!"

Arlena juga tercengang.

Sopir itu jelas diatur oleh ayahnya, bagaimana dia bisa disuap oleh penculik?

Saat dia berpikir, keduanya dilempar ke sebuah ruangan yang bobrok.

Penculik berkata dengan dingin, "Kalian berdua, yang satu tunangan Declan, yang satu lagi calon adik ipar Declan. Aku meminta tebusan 200 miliar kepadanya, tidak berlebihan, 'kan?"

Mata Callista terbelalak. Dia belum sempat bicara, penculik sudah menelepon Declan dan menyalakan speaker.

"Halo?" Suara berat pria itu terdengar dari telepon.

Penculik memberi isyarat kepada Callista, Callista segera terisak. "Declan, ini aku. Aku Callista!"

"A… aku diculik, mereka meminta tebusan 200 miliar…"

Nada bicara Declan langsung menjadi dingin. "Jangan sentuh Callista! Kirimkan nomor rekeningnya, uangnya akan segera ditransfer."

Mendengar itu, penculik menyerahkan telepon ke mulut Arlena. "Kamu juga bicara beberapa kata. Kalau Declan menambahkan satu miliar lagi, kamu juga bisa dibebaskan."

Arlena mengepalkan tangannya.

Declan sangat membencinya. Bagaimana mungkin dia bersedia mengeluarkan uang untuk menyelamatkannya?

Tepat ketika dia memikirkan bagaimana cara bicara, penculik lain mendekat ke temannya dan berbisik, "Kak, Nona Arlena bilang 200 miliar, kenapa…"

Meskipun suara penculik tidak keras, Declan yang berada di ujung telepon mendengarnya dengan jelas.

Jari-jari Declan mencengkeram ponselnya erat, wajahnya muram, seolah menahan air mata yang nyaris tumpah.

Ternyata Arlena dan penculik itu satu komplotan!

Tidak heran sopir itu disuap, dan penculik itu berani meminta 200 miliar darinya.

Berpikir demikian, Declan berkata dengan dingin, "Hidup atau matinya Arlena tidak ada hubungannya denganku, kalian urus saja sendiri!"

Karena Arlena sangat menginginkan uang, dia akan memberikannya, anggap saja sebagai akhir dari hubungan buruk di antara mereka.

Ucapan itu membuat hati Arlena terjun bebas ke dalam jurang yang gelap dan sunyi.

Ternyata Declan benar-benar ingin dia mati…

Dia tidak pernah mencintainya.

Hanya kebencian yang tak ada habisnya, menusuk sampai ke tulang.

Tidak lama kemudian, terdengar suara rem mendadak di luar gudang.

Declan bergegas masuk ke dalam gudang dan langsung memeluk Callista erat.

Setelah itu, dia melirik Arlena yang duduk terpojok di sudut ruangan, seolah sedang menatap sesuatu yang tidak berharga. Kepada para penculik, dia berkata dingin, "Uangnya sudah aku transfer. Untuk Arlena, lakukan sesuka kalian. Mau dijual ke pelosok atau dihabisi di tempat, aku tidak peduli."

Arlena melihat Declan menggendong Callista dan pergi begitu saja.

Setelah keduanya pergi, penculik tidak berpura-pura lagi. Wajahnya langsung menunjukkan ekspresi mengejek.

"Sebelumnya aku sempat dengar kalau kamu dan Declan pernah tidur bersama. Awalnya kupikir dia paling tidak punya sedikit perasaan padamu. Tapi ternyata, bahkan untuk mengeluarkan satu miliar pun dia tidak mau. Di matanya, kamu bahkan tidak lebih berharga dari seekor anjing.”

Arlena menatap penculik dengan dingin. "Uangnya sudah kalian dapatkan, aku boleh pergi sekarang?"

"Pergi?" Penculik itu seperti mendengar lelucon terbesar di dunia. "Uangnya sudah di tangan, tapi pekerjaannya belum selesai. Kamu tunggu menikmati saja!"

Keduanya menyeringai dan menerkam Arlena, mengulurkan tangan untuk merobek pakaiannya.

Detik berikutnya, puntung rokok yang panas membara dicap di kulitnya!

Arlena menjerit pilu, keringat bercampur air mata membasahi wajahnya.

Melihat penampilannya yang kacau balau, penculik makin bersemangat.

"Dengar-dengar di sekolah kamu juga diganggu seperti ini. Hari ini kami akan membantumu mengulanginya lagi."

"Kak, bagaimana kalau kita cap dia dengan tulisan?"

"Oke, cap tulisan apa?"

"Cap jalang saja, cocok untuknya! Hahaha…"

Puntung rokok ditekan inci demi inci ke paha, pinggang, punggungnya. Arlena kesakitan hingga berkeringat deras, hampir kehilangan kesadaran.

Entah berapa lama berlalu, keduanya akhirnya berhenti, dan dengan tawa terbahak-bahak mereka pergi dengan angkuh.

Arlena meringkuk di reruntuhan, tubuhnya sesekali berkedut.

Hingga hari mulai gelap, rasa sakit yang menusuk itu perlahan mereda. Barulah dia, dengan susah payah, merangkak bangkit, berpegangan pada dinding, lalu melangkah dengan langkah yang goyah.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 18

    Pada malam acara, Ardian datang ke lokasi kemah sambil membawa ransel berat. Dia mendirikan tenda, menata camilan, dan menyalakan api unggun seorang diri, tanpa membiarkan Arlena membantu sedikit pun.Setelah semuanya siap, dia menepuk bantalan yang lembut dan menyuruh Arlena untuk duduk terlebih dahulu.Kemudian, dia mengeluarkan selimut yang sudah disiapkan sebelumnya dan menyelimuti Arlena."Posisi ini bagus. Sebentar lagi aku yang akan memotret, kamu yang bertugas melihat aurora."Setelah Ardian selesai bicara, tiba-tiba dia merasa lengan bajunya berat.Arlena menarik lengannya. "Pemandangan indah harus direkam dengan mata. Ayo duduk dan lihat bersama."Telinga Ardian kembali memerah.Selama menunggu aurora, keduanya tidak bicara.Arlena makan camilan sambil merasakan kehangatan api unggun.Saat itu, ponselnya menampilkan sebuah berita.[Mantan konglomerat bisnis, Declan, meninggal dunia pagi ini. Perusahaannya bangkrut, masa kejayaan akhirnya berakhir...]Melihat nama yang begitu

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 17

    Arlena beristirahat cukup lama.Nadira merasa bersalah karena telah membujuk Arlena hingga terlibat dalam bahaya, sehingga dia dengan sukarela tetap tinggal di sisinya, merawat kebutuhan sehari-hari dan memastikan Arlena makan dengan baik.Nadira jarang membicarakan Declan di hadapannya, dan setiap kali menyebut nama itu, yang keluar dari mulutnya hanyalah makian pedas.Karena masalah dengan Declan, dia jadi alergi terhadap pria tampan. Dia terus-menerus bilang bahwa tidak ada pria tampan yang benar-benar baik.Dengan ditemani Nadira, Arlena perlahan-lahan keluar dari kegelapan.Awal April, dia mulai mengepak barang-barangnya. Bersama Nadira, dia bersiap kembali ke Negara A untuk melanjutkan studi.Rizkan mengantarnya ke bandara, lalu dengan berat hati berpesan agar dia menjaga diri baik-baik.Saat keduanya bersiap melewati pemeriksaan keamanan, tiba-tiba seseorang muncul dan menarik perhatian.Declan mengenakan baju rumah sakit yang longgar, berjalan tertatih lalu berlari ke arahnya t

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 16

    "Arlena!"Rizkan memeluk Arlena dengan erat, air matanya jatuh tanpa bisa dibendung.Sejak Arlena pergi ke luar negeri, hatinya sebenarnya tak pernah benar-benar tenang. Namun, setiap bulan dia tetap mengirimkan uang tepat waktu untuknya.Sampai akhirnya dia menyadari bahwa akun Arlena sama sekali tidak tersentuh, barulah dia tahu bahwa Arlena diam-diam telah bergabung dengan proyek bantuan medis di zona perang.Sejak saat itu, hal yang paling sering terlintas di pikirannya setiap hari adalah apakah Arlena baik-baik saja di sana? Apakah dia sedang menghadapi bahaya?Kemudian, dia mengetahui bahwa Declan telah menculik Arlena kembali ke ibu kota.Vila itu dijaga ketat di sekelilingnya. Dia beberapa kali mencoba menerobos masuk tetapi tidak berhasil, jadi dia terpaksa membakar vila itu!Syukurlah, Arlena berhasil diselamatkan."Arlena, ini semua kesalahan Ayah! Ayah seharusnya tidak menuduhmu... Tidak seharusnya membuatmu menderita sedalam ini..." ucap Rizkan dengan suara bergetar, penuh

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 15

    Declan mengurung Arlena.Di vila yang megah itu, pergelangan tangan dan kaki Arlena terbelit erat rantai besi yang dingin. Setiap sedikit perlawanan, rantai itu akan berbunyi nyaring.Baru saat itulah dia menyadari, Declan ini lebih menakutkan dari yang terlihat.Dia datang jauh-jauh ke zona perang mencari Arlena, bukan karena cinta, melainkan untuk memenuhi keinginan posesifnya yang konyol."Declan, apa arti diriku bagimu?"Setelah gagal melarikan diri untuk ke-38 kalinya, Arlena akhirnya bertanya pada Declan.Declan membelai wajahnya dengan penuh obsesi, sorot matanya dipenuhi ketamakan yang membara seperti kobaran api."Kamu satu-satunya yang benar-benar aku cintai," katanya penuh perasaan.Arlena tiba-tiba tertawa.Tertawa, air mata membasahi wajahnya.Selama masa isolasi, Declan setiap hari meminta koki menyiapkan hidangan lezat dengan beragam variasi. Sementara itu, barang-barang mewah bernilai puluhan juta terus berdatangan dan menumpuk di hadapannya.Bahkan para pelayan pun men

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 14

    Arlena mengikuti rombongan besar ke garis depan, matanya dengan cemas mencari-cari di antara puing-puing.Entah sudah berapa lama, akhirnya dia menemukan sosok seorang pria di samping sebuah truk yang ditinggalkan.Pria itu diangkat ke tandu, belum melangkah jauh, topeng di wajahnya pun terlepas.Nadira terkesiap. "Astaga, tampan sekali!"Arlena menunduk.Saat dia melihat dengan jelas wajah pria itu, napasnya langsung berhenti!Declan…Benar-benar dia!Pada saat yang sama, Declan yang berada di tandu membuka matanya.Melihat Arlena di sisinya, dia langsung menggenggam pergelangan tangan perempuan itu tanpa banyak kata. Suaranya bergetar, masih diselimuti rasa takut setelah nyaris kehilangan nyawa. "Arlena, jangan pergi..."Nadira melebarkan matanya, "Kalian saling kenal?"Arlena tidak tahu bagaimana harus menjelaskan.Dia berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, tetapi genggaman tangan Declan terasa seperti belenggu yang menancap ke dalam daging, mustahil untuk dilepaskan.Keduanya kemb

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 13

    Pecahan peluru tajam menabrak punggung pria itu, meninggalkan luka berdarah.Namun, pria itu tidak bergerak sedikit pun. Dia hanya menggertakkan gigi dan mendengus pelan, lalu berbisik, "Tempat ini berbahaya, ikut aku."Arlena dipaksa pria itu kembali ke tenda.Baru saat itulah Arlena menyadari bahwa pria itu berlumuran darah. Luka akibat pecahan peluru itu begitu dalam hingga tulangnya terlihat jelas.Dia buru-buru menekan pria itu ke kursi. "Jangan bergerak, aku akan obati lukamu."Pria itu tidak menolak.Arlena dengan hati-hati menggunting baju pria itu. Dengan pinset, dia perlahan menjepit pecahan peluru yang menancap di dagingnya. Setiap gerakannya dilakukan dengan penuh konsentrasi.Setelah Arlena selesai membalut lukanya, barulah dia menyadari bahwa pria itu mengenakan topeng hitam yang tampak aneh di wajahnya."Wajahmu...""Terbakar... Aku hanya tidak ingin membuat orang lain takut."Arlena mengerucutkan bibirnya.Saat dia hendak mengucapkan terima kasih atas kejadian tadi, Nad

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status