Share

Bab 5

Author: Zoro
Saat Arlena terbangun lagi, dia sudah terbaring di ranjang rumah sakit.

Declan duduk di samping ranjang, sibuk bekerja dengan laptopnya. Seolah merasakan sesuatu, dia mengangkat pandangannya ke arah Arlena.

Mata mereka bertemu. Declan menghela napas lega yang nyaris tak terlihat, tetapi nadanya tetap dingin seperti biasa, "Bagaimana rasanya diintimidasi?"

"Ingat pelajaran ini, lain kali jangan cari masalah lagi dengan Callista."

Arlena terdiam dan membuang muka, setetes air mata diam-diam mengalir dari sudut matanya.

Dulu, dia menganggap Declan sebagai penyelamat.

Akan tetapi, sekarang, apa bedanya perbuatan pria itu dengan orang-orang yang merundung dia?

Declan menatap gadis yang terdiam di ranjang rumah sakit, entah kenapa, hatinya terasa sedikit tidak nyaman.

Dia cemburu dan menyakiti Callista, jadi wajar jika dia jadi seperti ini.

Namun, kenapa saat melihatnya menangis, dia masih merasa tidak tega?

Saat itu, perawat kecil mendorong pintu kamar. "Tuan Declan, AC di kamar Nona Callista rusak..."

Declan mengernyit. "Kalau rusak, ya diperbaiki. Hal sekecil ini perlu lapor padaku?"

"Sudah dilaporkan, tapi petugas perbaikan baru akan tiba satu jam lagi. Nona Callista terus mengeluh kedinginan, dan rumah sakit tidak punya kamar kosong lagi untuk dia..."

Mendengar itu, Declan segera bangkit.

"Bagaimana cara rumah sakitmu bekerja? AC saja lama sekali diperbaikinya." Alisnya berkerut. "Kesehatan Callista memang lemah, dia tidak tahan udara dingin. Suruh Arlena pindah dulu, dan pindahkan Callista ke ruangan ini."

"Ini..." Perawat kecil itu memandang Arlena di ranjang rumah sakit, sedikit ragu.

Arlena alergi cabai, dan dia telah diberi begitu banyak air cabai.

Nyawanya memang berhasil diselamatkan, tetapi kerongkongan dan lapisan lendir di lambungnya mengalami luka bakar serius. Sedikit saja kesalahan bisa membuat kondisinya kembali kritis.

Callista hanya makan sepotong kue kacang, lalu kondisinya membaik setelah disuntik obat antialergi beberapa kali.

Akan tetapi, di mata Declan, semua penderitaan Arlena seolah tidak berarti apa-apa...

"Masih melamun? Kalau Callista sampai kedinginan, rumah sakitmu tidak akan bisa beroperasi lagi!"

Declan sudah bicara sejauh itu, perawat itu terpaksa menuruti.

Tak lama kemudian, Arlena dipindahkan ke kamar Callista.

Declan pergi menemani Callista, meninggalkan Arlena seorang diri di kamar besar itu. Dia hanya bisa berbaring dan melamun.

Mengingat semua yang terjadi belakangan ini, dia tidak bisa lagi menahan emosinya, air mata mengalir deras.

Sambil menangis, rasa dingin menyeruak.

Mengikuti rasa dingin itu, Arlena terkejut menemukan AC menyala, terus-menerus mengeluarkan udara dingin!

Seketika, dia mengerti segalanya.

Callista sengaja mengatakan bahwa AC rusak, hanya agar dia dipindahkan ke sana dan merasakan dinginnya ruangan itu sebagai pelampiasan dendam yang selama ini dipendamnya.

Seiring suhu kamar yang terus menurun, Arlena merasakan dingin meresap perlahan ke dalam tulangnya, inci demi inci, hingga giginya ikut bergemeletuk.

Dia mencoba berteriak minta tolong, tetapi tenggorokannya bengkak sehingga tidak bisa mengeluarkan suara.

Dia mencoba meraih bel panggil, tetapi lengannya lemas dan tidak bertenaga, hanya bertahan beberapa detik sebelum jatuh kembali ke tempatnya.

Arlena benar-benar putus asa. Dia hanya bisa meringkuk lebih erat, mencoba mempertahankan kehangatan terakhir.

Entah berapa lama berlalu, akhirnya ada seseorang yang menemukan dia yang terlupakan dalam keputusasaan.

Namun, ketika Arlena berusaha membuka matanya, yang dia lihat adalah wajah puas Callista.

"Arlena, lihat dirimu sekarang, apa bedanya dengan anjing kehilangan rumah?"

"Declan rela membunuhmu untuk membalaskan dendamku. Sekarang foto-foto pelecehanmu ada di tangan semua orang. Mereka semua mengolok-olokmu."

"Oh, ya, tadi ada perusahaan film dewasa yang menghubungiku. Mereka menanyakan apakah kamu tertarik jadi pemeran utama wanita di film mereka yang berikutnya, hahaha..."

Callista tertawa sambil bicara.

Setelah dia puas tertawa, dia tiba-tiba mencengkeram bagian lengan Arlena yang paling parah lukanya dan meremasnya dengan keras!

Darah muncrat, dan pandangan Arlena perlahan menggelap.

"Jadi, sekarang kamu pasti mengerti siapa yang sebenarnya dia cintai, 'kan?"

"Kalau kamu memang pintar, akui saja bahwa ibumu adalah perebut suami orang, lalu pergi dari hadapanku. Aku muak melihat wajahmu!"

Sorot mata Arlena meredup, tergantikan oleh kehampaan yang dalam dan tak berujung.

Menghilang?

Dia akan melakukannya.

Dia akan segera pergi ke negeri asing, dan tidak akan pernah menoleh lagi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 18

    Pada malam acara, Ardian datang ke lokasi kemah sambil membawa ransel berat. Dia mendirikan tenda, menata camilan, dan menyalakan api unggun seorang diri, tanpa membiarkan Arlena membantu sedikit pun.Setelah semuanya siap, dia menepuk bantalan yang lembut dan menyuruh Arlena untuk duduk terlebih dahulu.Kemudian, dia mengeluarkan selimut yang sudah disiapkan sebelumnya dan menyelimuti Arlena."Posisi ini bagus. Sebentar lagi aku yang akan memotret, kamu yang bertugas melihat aurora."Setelah Ardian selesai bicara, tiba-tiba dia merasa lengan bajunya berat.Arlena menarik lengannya. "Pemandangan indah harus direkam dengan mata. Ayo duduk dan lihat bersama."Telinga Ardian kembali memerah.Selama menunggu aurora, keduanya tidak bicara.Arlena makan camilan sambil merasakan kehangatan api unggun.Saat itu, ponselnya menampilkan sebuah berita.[Mantan konglomerat bisnis, Declan, meninggal dunia pagi ini. Perusahaannya bangkrut, masa kejayaan akhirnya berakhir...]Melihat nama yang begitu

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 17

    Arlena beristirahat cukup lama.Nadira merasa bersalah karena telah membujuk Arlena hingga terlibat dalam bahaya, sehingga dia dengan sukarela tetap tinggal di sisinya, merawat kebutuhan sehari-hari dan memastikan Arlena makan dengan baik.Nadira jarang membicarakan Declan di hadapannya, dan setiap kali menyebut nama itu, yang keluar dari mulutnya hanyalah makian pedas.Karena masalah dengan Declan, dia jadi alergi terhadap pria tampan. Dia terus-menerus bilang bahwa tidak ada pria tampan yang benar-benar baik.Dengan ditemani Nadira, Arlena perlahan-lahan keluar dari kegelapan.Awal April, dia mulai mengepak barang-barangnya. Bersama Nadira, dia bersiap kembali ke Negara A untuk melanjutkan studi.Rizkan mengantarnya ke bandara, lalu dengan berat hati berpesan agar dia menjaga diri baik-baik.Saat keduanya bersiap melewati pemeriksaan keamanan, tiba-tiba seseorang muncul dan menarik perhatian.Declan mengenakan baju rumah sakit yang longgar, berjalan tertatih lalu berlari ke arahnya t

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 16

    "Arlena!"Rizkan memeluk Arlena dengan erat, air matanya jatuh tanpa bisa dibendung.Sejak Arlena pergi ke luar negeri, hatinya sebenarnya tak pernah benar-benar tenang. Namun, setiap bulan dia tetap mengirimkan uang tepat waktu untuknya.Sampai akhirnya dia menyadari bahwa akun Arlena sama sekali tidak tersentuh, barulah dia tahu bahwa Arlena diam-diam telah bergabung dengan proyek bantuan medis di zona perang.Sejak saat itu, hal yang paling sering terlintas di pikirannya setiap hari adalah apakah Arlena baik-baik saja di sana? Apakah dia sedang menghadapi bahaya?Kemudian, dia mengetahui bahwa Declan telah menculik Arlena kembali ke ibu kota.Vila itu dijaga ketat di sekelilingnya. Dia beberapa kali mencoba menerobos masuk tetapi tidak berhasil, jadi dia terpaksa membakar vila itu!Syukurlah, Arlena berhasil diselamatkan."Arlena, ini semua kesalahan Ayah! Ayah seharusnya tidak menuduhmu... Tidak seharusnya membuatmu menderita sedalam ini..." ucap Rizkan dengan suara bergetar, penuh

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 15

    Declan mengurung Arlena.Di vila yang megah itu, pergelangan tangan dan kaki Arlena terbelit erat rantai besi yang dingin. Setiap sedikit perlawanan, rantai itu akan berbunyi nyaring.Baru saat itulah dia menyadari, Declan ini lebih menakutkan dari yang terlihat.Dia datang jauh-jauh ke zona perang mencari Arlena, bukan karena cinta, melainkan untuk memenuhi keinginan posesifnya yang konyol."Declan, apa arti diriku bagimu?"Setelah gagal melarikan diri untuk ke-38 kalinya, Arlena akhirnya bertanya pada Declan.Declan membelai wajahnya dengan penuh obsesi, sorot matanya dipenuhi ketamakan yang membara seperti kobaran api."Kamu satu-satunya yang benar-benar aku cintai," katanya penuh perasaan.Arlena tiba-tiba tertawa.Tertawa, air mata membasahi wajahnya.Selama masa isolasi, Declan setiap hari meminta koki menyiapkan hidangan lezat dengan beragam variasi. Sementara itu, barang-barang mewah bernilai puluhan juta terus berdatangan dan menumpuk di hadapannya.Bahkan para pelayan pun men

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 14

    Arlena mengikuti rombongan besar ke garis depan, matanya dengan cemas mencari-cari di antara puing-puing.Entah sudah berapa lama, akhirnya dia menemukan sosok seorang pria di samping sebuah truk yang ditinggalkan.Pria itu diangkat ke tandu, belum melangkah jauh, topeng di wajahnya pun terlepas.Nadira terkesiap. "Astaga, tampan sekali!"Arlena menunduk.Saat dia melihat dengan jelas wajah pria itu, napasnya langsung berhenti!Declan…Benar-benar dia!Pada saat yang sama, Declan yang berada di tandu membuka matanya.Melihat Arlena di sisinya, dia langsung menggenggam pergelangan tangan perempuan itu tanpa banyak kata. Suaranya bergetar, masih diselimuti rasa takut setelah nyaris kehilangan nyawa. "Arlena, jangan pergi..."Nadira melebarkan matanya, "Kalian saling kenal?"Arlena tidak tahu bagaimana harus menjelaskan.Dia berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, tetapi genggaman tangan Declan terasa seperti belenggu yang menancap ke dalam daging, mustahil untuk dilepaskan.Keduanya kemb

  • Kebahagiaan yang Pernah Kusimpan   Bab 13

    Pecahan peluru tajam menabrak punggung pria itu, meninggalkan luka berdarah.Namun, pria itu tidak bergerak sedikit pun. Dia hanya menggertakkan gigi dan mendengus pelan, lalu berbisik, "Tempat ini berbahaya, ikut aku."Arlena dipaksa pria itu kembali ke tenda.Baru saat itulah Arlena menyadari bahwa pria itu berlumuran darah. Luka akibat pecahan peluru itu begitu dalam hingga tulangnya terlihat jelas.Dia buru-buru menekan pria itu ke kursi. "Jangan bergerak, aku akan obati lukamu."Pria itu tidak menolak.Arlena dengan hati-hati menggunting baju pria itu. Dengan pinset, dia perlahan menjepit pecahan peluru yang menancap di dagingnya. Setiap gerakannya dilakukan dengan penuh konsentrasi.Setelah Arlena selesai membalut lukanya, barulah dia menyadari bahwa pria itu mengenakan topeng hitam yang tampak aneh di wajahnya."Wajahmu...""Terbakar... Aku hanya tidak ingin membuat orang lain takut."Arlena mengerucutkan bibirnya.Saat dia hendak mengucapkan terima kasih atas kejadian tadi, Nad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status