"Aku ....""Mau apa kamu di sini?" tanya Wei kepada Juwita, galak.Dia baru saja turun dari mobilnya dan melihat sepupu Lanara ini sedang berdiri bersama mamanya."Dia mengatakan Ara bertemu dengan pria lain," kata Nina memberitahu."Dari mana kamu tahu?" tanya Wei sambil melangkah mendekati Juwita dan menatapnya tajam.Wei mulai curiga kalau wanita inilah yang sebenarnya mengirimkan foto-foto Ara dan Luke ke ponselnya."Aku melihatnya sendiri," kata Juwita sambil menatap Wei penuh obsesi.Pria sebaik ini harusnya menjadi miliknya, bukan milik sepupunya yang rendah itu.Tidak hanya status bangsawannya yang rendah, bahkan Lanara begitu berani bertemu diam-diam dengan pria lain di luar sepengetahuan suaminya. Ini benar-benar sulit untuk di terima dan sangat memalukan!"Jangan bilang kalau yang mengirimkan foto-foto itu ke ponselku juga kamu!" kata Wei sambil menyipitkan matanya menatap Juwita tajam."Ya, memang aku yang telah mengirimkan foto-foto itu ke ponselmu, agar kamu tahu kalau i
"Kamu?!"Arga terkejut mendengar wanita di hadapannya memanggil dirinya kakak.Dia berjalan mendekati Ara dan berjongkok di dekatnya."Apakah kita saling kenal?" tanya Arga bingung.Melihat wajah blasteran wanita di hadapannya saat ini, Arga benar-benar tidak ingat kapan dia pernah bertemu dengannya."Tidak!" Wei yang melihat Arga mendekati Ara langsung menengahi keduanya.Wei menghela napas merasa beruntung menyusul Ara ke tempat ini sebelum Arga mengenali Ara sebagai adiknya."Sayang, maukah kamu memaafkan aku? Aku sadar aku telah bersalah kepadamu," kata Wei mengabaikan kehadiran Arga di dekat mereka."Cih!" decih Arga merasa muak mendengar rayuan Wei kepada wanita yang baru saja memanggilnya kakak itu.Arga merasa Wei benar-benar bukan pria yang baik. Dia telah membuat adiknya patah hati sampai mati lalu pria itu bersikap seolah dia menyesal dan patah hati dengan kepergian Ara yang begitu cepat hingga Arga sempat mengira kalau Wei benar-benar telah menyesal.Tapi apa yang dilihat
Wei merasa gelisah dan bersalah melihat tatapan tajam dan pertanyaan istrinya yang begitu menohok di hati. "Ara ....""Untuk saat ini aku hanya bisa melakukan seperti ini, jika kamu tidak setuju, mari kita benar-benar berpisah tempat tinggal agar kita benar-benar bisa berpikir dengan tenang, mau dibawa kemana hubungan kita ini," sela Ara tidak memberikan kesempatan bagi Wei untuk kembali membujuknya."Baiklah, kita akan melakukan apapun yang kamu inginkan selama kamu mau pulang ke rumah. Sebaiknya kita pulang sekarang, Mama pasti merasa cemas karena mengetahui kamu pergi dari perusahan dan tidak kembali pulang ke rumah.""Kamu mengatakan semuanya kepada Mama?" tanya Ara merasa terkejut.Mengapa Wei begitu mudah menceritakan masalah rumah tangga mereka kepada Nina? Walaupun dia adalah ibu kandung Wei dan dekat dengannya tapi Ara benar-benar merasa tidak nyaman mengetahui mama mertuanya itu mengetahui masalah antara dirinya dan Wei."Aku mencarimu di rumah sebelum ke sini," jelas Wei s
Malam hari .... Setelah makan malam, Ara dan Wei satu persatu masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mau ke mana?" tanya Wei ketika melihat Ara mengambil selimut di lemari."Aku akan tidur di sofa," kata Ara sambil membawa selimut yang ada di tangannya ke arah sofa yang terletak tidak jauh dari tempat tidur yang ada di kamar mereka.Wei hanya mengerutkan kening melihat istrinya yang saat ini sedang bersiap untuk tidur di sofa dan memakai selimut."Kamu tidur di kasur saja, biar aku yang di sofa," kata Wei sambil bangkit dan menghampiri Ara."Tidak, aku saja yang di sofa," kata Ara bersikeras.Dia yang meminta tidur terpisah dari Wei, jadi dia juga yang harus menanggung akibat dari keputusannya tersebut.Wei tidak dapat berkata-kata melihat sikap keras kepala istrinya saat ini. Dia hanya menatap tidak berdaya ke arah Ara yang saat ini sudah membungkus dirinya seperti kepompong dan tidur di sofa.'Baiklah, tidak masalah Ara bersikeras tidur di sofa, aku masih bisa memindahkannya ketika dia
Beberapa hari setelahnya Ara dan Wei berusaha untuk tetap bersikap normal ketika mereka sedang berada di dekat Nina dan Wuzini. Baru saat mereka berduaan saja sikap Ara kepada Wei kembali menjadi dingin.Wei benar-benar tidak berdaya menghadapi sikap Ara saat ini hingga dia meminta pendapat mama dan papanya tentang apa yang seharusnya dia lakukan saat ini agar Ara mau memaafkan dirinya."Sebenarnya masalah apapun antara suami istri pasti bisa diselesaikan di tempat tidur," kata Wuzini blak-blakan.Nina mendelik mendengar kata-kata tidak tahu malu suaminya. Pantas saja sejak awal mereka menikah jika ada masalah suaminya pasti akan menggunakan cara seperti itu untuk membuatnya tidak berkutik dan menyerah."Benarkah?" tanya Wei ragu.Dia tahu persis antara mamanya dan Ara jelas jauh berbeda. Mungkin mamanya adalah tipe yang akan menyerah setelah ditaklukan oleh papanya di tempat tidur, sedangkan Ara, Wei rasa tidak akan semudah itu. Salah-salah istrinya itu malah akan semakin marah dan
"Apakah kalian akan pergi? Kebetulan sekali aku juga ingin keluar karena merasa bosan di rumah, bagaimana kalau kita pergi sama-sama?" tanya Juwita tanpa malu."Tidak!" tolak Nina tegas.Bagaimana mungkin dia akan membiarkan wanita ini mengikutinya dan Ara ke mall? Juwita pasti akan mengacaukan rencananya untuk berbicara secara pribadi dengan Ara. Selain itu, Nina juga mulai merasa muak melihat sikap ular keponakan papa angkat menantunya ini.Sebelumnya Nina masih bersikap baik karena melihat Paul. Namun, setelah Nina tahu Juwita mulai mengacaukan hubungan antara Ara dan Wei, Nina merasa tidak bisa lagi bersikap ramah kepada Juwita."Tante ....""Stop! Jangan panggil aku Tante, aku bukan tantemu dan kita sama sekali tidak ada hubungan kedekatan!" kata Nina memotong kata-kata Juwita tegas.Ara hanya tersenyum miring melihat raut wajah Juwita yang menjadi jelek ketika mendengar kata-kata Nina dan mendapatkan penolakan tegas dari mama mertuanya tersebut."Mengapa Tante marah? Apakah Tan
"Tentu saja itu benar!" sela Juwita meyakinkan."Itu tidak benar, Ma. Jangan dengarkan dia. Aku dan Luke hanya bersahabat. Luke juga merupakan salah satu korban selamat di kecelakaan pesawat itu, bisa dibilang kami dekat karena merasa senasib," jelas Ara apa adanya."Jangan percaya Tante, mana mungkin ada pria dan wanita yang murni bersahabat tanpa memiliki perasaan apapun?" Sela Juwita berusaha memojokkan Ara.Nina menatap Ara dan Juwita rumit. Walau dia mempercayai menantunya, tapi apa yang dikatakan Juwita juga memang tidak salah. Tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita."Apakah di antara kamu dan pria itu salah satunya ada yang memiliki perasaan berbeda?" tanya Nina kepada Ara ragu."Tidak.""Iya!"Ara dan Juwita menjawab pertanyaan Nina bersamaan."Kamu diam, aku sedang bertanya kepada menantuku!" kata Nina kepada Juwita tegas lalu kembali menatap Ara meminta jawaban dari menantunya tersebut."Tidak, Ma. Aku tidak jatuh cinta kepada Luke, sedangkan Luke sendiri a
Di mall Ara dan Nina berkeliling melihat-lihat beberapa barang kebutuhan pokok yang memang sudah waktunya mereka beli.Selesai membeli beberapa kebutuhan pokok, Nina mengajak Ara ke sebuah kafe yang ada di mall dan memiliki tempat yang nyaman untuk berbicara."Kita ke pojok sana saja," kata Nina sambil menunjuk meja di pojokan yang agak menyendiri dari meja lainnya.Ara mengikuti Nina tanpa banyak tanya. Mereka memesan segelas kopi susu hangat dan beberapa makanan ringan dengan toping coklat."Sudah lama sekali kita tidak ke sini, Mah," kata Ara sambil menatap ke sekeliling ruang kafe seperti sedang bernostalgia.Sebelum dirinya menikah dengan Wei, baik Nina maupun Wei, sering mengajaknya ke kafe ini ketika mereka sudah selesai belanja."Kamu benar. Kadang mendatangi tempat-tempat nostalgia juga dapat mengingatkan kita betapa berharganya waktu yang telah kita lewati bersama orang-orang terdekat kita."" ... " Ara terdiam mendengar kata-kata mertuanya."Ara, apakah kamu masih belum ber