Sikap Wei benar-benar berubah setelah menikah. Ara telah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi istri yang baik dan mempertahankan rumah tangganya tapi Wei tetap dengan sikap dingin dan tidak pedulinya. Di hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke dua, Ara kembali menyiapkan makan malam romantis bagi keduanya. Namun, seperti tahun sebelumnya, Wei tidak kembali ke rumah dan mengabaikan panggilan telepon dari Ara. Wei lebih memilih untuk pergi ke jamuan makan malam dengan Rina, sekretarisnya. Hati Ara terguncang ketika melihat foto Wei dan sekretaris nya yang begitu serasi di sebuah berita online yang ada di ponselnya.
View More“Kakak pulang,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
Dia bergegas menghampiri Wei, dia ingin membantunya membawa koper tapi Wei malah mendorongnya kasar hingga membuat Ara hampir terjatuh.
“Kak!” seru Ara sambil membelalakkan mata tidak percaya melihat sikap kasar Wei saat ini.
Walaupun Wei selalu dingin dan menjaga jarak sejak mereka menikah, tidak pernah sekalipun suaminya itu bersikap kasar kepadanya.
Ini adalah yang pertama kalinya.
Tanpa ekspresi, Wei meninggalkan Ara yang masih tampak tertegun.
Ara menatap punggung suaminya dengan mata nanar. Dia hanya menghela napas panjang ketika melihat Wei sudah masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.
“Mungkin dia sedang ada masalah di perusahaan,” gumam Ara mencoba menghibur dirinya sendiri.
Dia menepuk kedua pipinya pelan dan kembali menghela napas panjang untuk menghilangkan kesedihan dan rasa sesak di dadanya.
“Sabar ... sabar Ara, kamu harus tetap semangat dan kuat. Yakinlah suatu saat nanti, Wei pasti akan kembali menjadi Wei yang baik dan penuh perhatian serta kasih sayang seperti dulu,” gumam Ara kembali menguatkan dirinya sendiri.
Ara memutuskan untuk memasak beberapa makanan kesukaan suaminya sebagai menu makan malam hari ini.
Dia berharap usahanya ini dapat menyenangkan hati Wei dan menghilangkan kekesalannya.
Setelah menata meja makan, Ara perlahan naik ke lantai atas menuju kamar suaminya.
Ara mengetuk pintu kamar Wei pelan karena takut kembali membangkitkan kemarahannya.
Wei berdecak kesal ketika mendengar ketukan dari pintu kamarnya yang terus menerus dan berulang-ulang.
“Kak ... makan malam sudah siap, jika kamu sudah selesai, ayo makan bersamaku,” kata Ara dengan suara bergetar.
Dia takut ... takut kalau tiba-tiba Wei akan mengasarinya kembali ketika suaminya itu mulai merasa terganggu.
Setelah lama tidak ada jawaban, Ara kembali turun ke bawah dan memutuskan untuk duduk di meja makan menunggu Wei keluar dari kamarnya.
Tidak lama kemudian, Wei turun dari lantai dua dengan pakaian santai dan membawa ransel di bahunya.
“Kak, makan dulu,” kata Ara ketika melihat Wei berjalan lurus melewati meja makan.
“Aku tidak lapar!”
“Kak ... aku sudah memasak makanan kesukaanmu,” kata Ara sambil memegang tangan suaminya dengan tatapan memohon.
“Aku tidak menyuruhmu memasak!” kata Wei sambil mengibaskan tangannya yang saat ini sedang dipegang oleh Ara.
“Kak ....”
Ara menatap punggung suaminya dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sangat terpukul dan putus asa melihat sikap suaminya saat ini.
Kapan Wei akan berubah?
Tanpa menoleh ke arah istrinya, Wei terus berjalan meninggalkan rumah.
“Nyonya ....”
Kepala pelayan yang menyaksikan peristiwa itu benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
Dia merasa sangat sial karena telah menyaksikan peristiwa menyedihkan antara tuan dan nyonyanya sendiri.
‘Hei ... ini benar-benar usaha yang sia-sia,’ batin kepala pelayan sambil menggelengkan kepalanya merasa tidak ada harapan.
Padahal setahunya sejak kecil tuan dan nyonyanya begitu dekat, bahkan lebih dekat dari sepasang saudara kandung.
Tapi entah mengapa setelah menikah keduanya malah menjadi semakin jauh dan jauh.
“Ambil perlengkapan makan itu dan kembalikan ke tempatnya semula,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan nada sedih dan kesal dalam suaranya.
Dia duduk di kursinya dan hanya menatap kosong ke arah perlengkapan makan yang awalnya disiapkan untuk suaminya tersebut.
“Baik, Nyonya.”
Kepala pelayan mengambil perlengkapan makan yang dimaksud dan meninggalkan ruang makan dengan perasaan tertekan.
Setelah kepala pelayan pergi, Ara mulai mencicipi semua hidangan yang telah dia masak dengan tangan bergetar.
“Ini enak ... ini enak ... ini juga enak,” gumamnya dengan air mata yang hampir tumpah dan tangis yang tertahan.
Ara menengadahkan wajahnya ke atas, dia benar-benar kecewa karena masakannya selalu ditolak oleh suaminya.
Dia telah berusaha belajar masak semua makanan kesukaan suaminya sejak awal mereka menikah, hingga berkali-kali jarinya terluka karena teriris pisau.
Namun, suaminya sama sekali tidak pernah bergeming untuk mencicipi dan menghargai keahlian memasaknya ini.
Ara duduk di kursinya sambil menangis terisak dan menyuap makanan yang ada di piringnya.
Beberapa kali dia hampir tersedak karena makan sambil menangis.
Ara bertanya-tanya mengapa suaminya itu terus mendorongnya dan bersikap dingin kepadanya?
Kedatangan dan kepergian Wei yang sangat singkat membuat Ara tidak bisa tidur.
Ara gelisah memikirkan di mana suaminya tinggal dan bermalam saat ini.
“Kemana Wei pergi?” gumam Ara sambil membalikkan badannya ke samping.
Apakah dia ke tempat wanita lain?
Dengan cepat Ara menepis pemikiran tersebut. Ara yakin Wei adalah tipe pria yang setia kepada pasangannya.
“Wei pasti tidur di kantor seperti biasanya,” gumam Ara yakin.
Dia kembali terkenang pada masa kecilnya.
Saat itu Ara selalu mengikuti Wei ke manapun pria itu pergi, tak ubahnya seperti buntut dan Wei akan selalu menganggap Ara sebagai gadis yang lucu serta menggemaskan.
Wei tidak pernah terlihat keberatan ketika dirinya terus dibuntuti oleh Ara karena pria itu telah menganggap Ara seperti adik perempuan sendiri.
Tapi semua kedekatan itu mulai merenggang setelah adanya perjodohan yang dilakukan oleh kedua orangtua mereka ....
Apakah perubahan sikapnya benar-benar karena masalah itu?
‘Tidak ... mungkin ini hanya perasaanku saja,’ batin Ara berusaha menepis prasangka yang baru saja datang ke dalam pikirannya.
Sementara itu di sebuah kantor bergaya klasik, Wei tampak bertopang dagu menatap langit di luar jendela kantornya.
Wei mengingat sikap kasarnya kepada Ara ketika dia pulang ke rumah tadi.
Entah mengapa Wei merasa bersalah dan kasihan kepada Ara. Bagaimanapun istrinya itu juga merupakan korban dalam perjodohan ini.
“Mengapa mereka memutuskan sendiri dan tidak bertanya kepada kami?” gumam Wei mendengus kesal.
Hanya karena melihat dirinya dan Ara dekat, kedua orang tua mereka dengan seenaknya langsung memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua.
Wei benar-benar tidak bisa menerima semua ini ....
Dia tidak bisa menerima orang lain mengatur jalan hidupnya, sekalipun itu adalah orang tuanya sendiri.
Keesokan harinya ....
Ara melihat Wei di sebuah media online sedang menghadiri sebuah acara resmi bersama sekretarisnya.
Kehadiran Wei bersama sekretarisnya membuat heboh jagad maya. Sebab, dari sekian banyak pengusaha yang hadir hanya Wei yang datang ke acara tersebut tanpa di dampingi seorang istri.
“Apakah dia masih lajang?” tanya salah satu akun yang mengomentari berita tersebut.
“Sepertinya memang begitu.”
“Sekretarisnya lumayan cantik.”
“Yang di atas, wanita itu masih satu alumni dengannya.”
“Apakah mereka pasangan kekasih?”
“Aku merestui, mereka terlihat cocok ketika berdiri berdampingan.”
“Semoga sampai ke pelaminan.”
Ara membaca semua komentar netizen yang merestui Wei dan sekretarisnya bersatu dengan mata yang berkabut.
Pernikahannya dengan Wei memang tidak dilakukan secara terbuka. Wajar saja jika tidak banyak orang yang tahu kalau Wei sudah menikah.
“Apakah mereka benar-benar sepasang kekasih? Apakah aku telah memisahkan mereka?” gumam Ara dengan tatapan mata kosong.
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments