"Apakah kalian akan pergi? Kebetulan sekali aku juga ingin keluar karena merasa bosan di rumah, bagaimana kalau kita pergi sama-sama?" tanya Juwita tanpa malu."Tidak!" tolak Nina tegas.Bagaimana mungkin dia akan membiarkan wanita ini mengikutinya dan Ara ke mall? Juwita pasti akan mengacaukan rencananya untuk berbicara secara pribadi dengan Ara. Selain itu, Nina juga mulai merasa muak melihat sikap ular keponakan papa angkat menantunya ini.Sebelumnya Nina masih bersikap baik karena melihat Paul. Namun, setelah Nina tahu Juwita mulai mengacaukan hubungan antara Ara dan Wei, Nina merasa tidak bisa lagi bersikap ramah kepada Juwita."Tante ....""Stop! Jangan panggil aku Tante, aku bukan tantemu dan kita sama sekali tidak ada hubungan kedekatan!" kata Nina memotong kata-kata Juwita tegas.Ara hanya tersenyum miring melihat raut wajah Juwita yang menjadi jelek ketika mendengar kata-kata Nina dan mendapatkan penolakan tegas dari mama mertuanya tersebut."Mengapa Tante marah? Apakah Tan
"Tentu saja itu benar!" sela Juwita meyakinkan."Itu tidak benar, Ma. Jangan dengarkan dia. Aku dan Luke hanya bersahabat. Luke juga merupakan salah satu korban selamat di kecelakaan pesawat itu, bisa dibilang kami dekat karena merasa senasib," jelas Ara apa adanya."Jangan percaya Tante, mana mungkin ada pria dan wanita yang murni bersahabat tanpa memiliki perasaan apapun?" Sela Juwita berusaha memojokkan Ara.Nina menatap Ara dan Juwita rumit. Walau dia mempercayai menantunya, tapi apa yang dikatakan Juwita juga memang tidak salah. Tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita."Apakah di antara kamu dan pria itu salah satunya ada yang memiliki perasaan berbeda?" tanya Nina kepada Ara ragu."Tidak.""Iya!"Ara dan Juwita menjawab pertanyaan Nina bersamaan."Kamu diam, aku sedang bertanya kepada menantuku!" kata Nina kepada Juwita tegas lalu kembali menatap Ara meminta jawaban dari menantunya tersebut."Tidak, Ma. Aku tidak jatuh cinta kepada Luke, sedangkan Luke sendiri a
Di mall Ara dan Nina berkeliling melihat-lihat beberapa barang kebutuhan pokok yang memang sudah waktunya mereka beli.Selesai membeli beberapa kebutuhan pokok, Nina mengajak Ara ke sebuah kafe yang ada di mall dan memiliki tempat yang nyaman untuk berbicara."Kita ke pojok sana saja," kata Nina sambil menunjuk meja di pojokan yang agak menyendiri dari meja lainnya.Ara mengikuti Nina tanpa banyak tanya. Mereka memesan segelas kopi susu hangat dan beberapa makanan ringan dengan toping coklat."Sudah lama sekali kita tidak ke sini, Mah," kata Ara sambil menatap ke sekeliling ruang kafe seperti sedang bernostalgia.Sebelum dirinya menikah dengan Wei, baik Nina maupun Wei, sering mengajaknya ke kafe ini ketika mereka sudah selesai belanja."Kamu benar. Kadang mendatangi tempat-tempat nostalgia juga dapat mengingatkan kita betapa berharganya waktu yang telah kita lewati bersama orang-orang terdekat kita."" ... " Ara terdiam mendengar kata-kata mertuanya."Ara, apakah kamu masih belum ber
"Itu memang benar, tapi tidak ada salahnya kalau kamu mencoba untuk membicarakan hal tersebut kepada Wei. Siapa tahu kalau dengan wanita yang dicintainya, Wei mau mundur barang selangkah dan mengalah," kata Nina sambil tersenyum penuh arti.Dari cara Wei ketika mengeluhkan sikap Ara yang menjadi dingin kepadanya saja, Nina bisa menebak kalau putranya itu akan lebih memilih untuk mengalah dan merubah sikap yang tidak disukai oleh istrinya, selama Ara mau memaafkan dan memberikan Wei kesempatan untuk berubah."Baiklah, Ma. Ara akan mencoba untuk memberikan kesempatan kedua kepada Wei, semoga saja dia tidak akan mengecewakan Ara lagi," kata Ara setelah lama terdiam memikirkan kata-kata mama mertuanya."Itu bagus sekali, Mama ikut senang dengan keputusan yang telah kamu buat. Jangan lupa, kalian juga harus mempertimbangkan kapan kalian akan memberikan mama cucu. Mama sudah lama sekali ingin menimang cucu dari kalian," kata Nina dengan sorot mata penuh harapan." ... " Ara tidak dapat berk
"Kami pernah bertemu di tempat Ara biasa menyendiri," kata Arga sambil menatap intens ke arah Ara.Sikap Arga yang terang-terangan memperhatikan dan menatap Ara intens, membuat Nina menjadi semakin cemas dan khawatir."Oh? Benarkah? Sepertinya kalian memang benar-benar berjodoh," kata Eva dengan nada menggoda."Tidak, dia wanita milik Wei!" sahut Arga acuh tak acuh mengejutkan Eva dan Nina.Eva merasa terkejut mendengar Ara adalah wanita Wei sementara Nina terkejut karena kata-kata Arga benar-benar merupakan jalan keluar yang tidak disangka-sangka untuknya.Dia tidak lagi harus mengungkapkan kalau Lanara itu sebenarnya adalah Ara. Nina yakin, setelah mendengar kata-kata Arga tadi, Eva pasti akan berpikir dua kali untuk tetap menjodohkan Ara dengan Arga."Benarkah?" tanya Eva mengerutkan kening.Di mata Eva, Wei adalah sumber kesialan bagi wanita manapun yang mencintainya.Dia merasa sayang jika wanita muda di hadapannya ini menikah dengan Wei. Eva khawatir apa yang dialami putrinya ak
"Wei, turunkan aku!" kata Ara yang merasa malu dibopong Wei menuju ke parkiran mall di mana mobil Wei terparkir. Semua orang yang mereka lewati tampak memandang mereka dengan tatapan yang sulit untuk di ungkapkan oleh Ara.Ara hanya bisa menghindari tatapan mereka semua dengan menyembunyikan wajahnya di dada Wei dan pura-pura pingsan."Tidak! Kamu sedang tidak sehat," kata Wei tegas menolak untuk menurunkan Ara dari gendongannya.Diam-diam sudut bibir wei berkedut menahan senyum. Dia senang bisa kembali berdekatan dan bersentuhan dengan istrinya.Di sebuah bar di Prancis ....Piter memandangi sahabatnya yang terus minum dan setengah mabuk dengan tatapan yang rumit.Dia merasa beruntung tidak pernah merasakan jatuh cinta kepada seorang wanita sebagaimana yang saat ini dirasakan oleh Luke.Dalam kamus hidupnya wanita hanyalah selingan karena hal yang dia utamakan adalah karier dan pekerjaannya."Stop! Luke ini sudah terlalu banyak!" cegah Piter ketika melihat sahabatnya ingin membuka s
Ara masuk ke dalam kamar diikuti oleh Wei yang masih tersenyum bahagia karena berpikir hubungannya dengan Ara telah kembali normal."Kamu mau tidur di sana atau di sofa?" tanya Ara datar tanpa ekspresi kepada Wei."Aku ingin tidur bareng kamu," kata Wei blak-blakan." ... ""Ara ....""Stop! Maju lagi aku akan pindah ke kamar lain!" ancam Ara cemberut."Kamu masih marah?""Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus memperlakukanmu sama seperti kamu memperlakukan aku ketika kamu marah agar kamu tahu bagaimana rasanya diusir dan diabaikan?"Wei mengerucutkan bibirnya, dengan kesal dia keluar dari kamar dan membanting pintu.Dia tahu, kemarin dirinya memang bersalah, tapi dia telah menyadari kesalahannya. Tidak bisakah Ara memaafkannya?Dengan pikiran kacau Wei keluar dari rumah dan tidak menghiraukan pertanyaan kepala pelayan.Mungkin Ara benar, mereka butuh waktu untuk berpikir. Lebih baik dia tidur di perusahan saja dari pada tidur sekamar tapi tetap terpisah dari istrinya.Keesokan hariny
Ara cemberut melihat orang yang turun dan menemuinya saat ini bukan Joy tetapi suaminya,Wei.Ara menyerahkan kotak nasi ke dalam pelukan suaminya tanpa banyak kata."Mengapa kamu tidak naik ke atas langsung?""Bukankah aku sudah diusir? Mana mungkin aku mau masuk ke sana lagi," kata Ara acuh tak acuh." ... " Wei terdiam.Dia kemarin memang telah mengusir Ara dari kantornya tapi itu karena dia sedang marah."Aku sedang marah waktu itu," kata Wei sambil menatap Ara tidak berdaya."Jadi kalau marah kamu dibenarkan untuk mengusirku dari sana?" tanya Ara sinis."Ara ....""Aku pulang, aku hanya mengantarkan titipan mama," kata Ara sambil berbalik dan langsung masuk ke dalam mobil tanpa mempedulikan Wei lagi.Wei hanya menatap kepergian Ara pahit. Kapan istrinya akan berhenti marah?Dia benar-benar merasa sangat tidak berdaya menghadapi kemarahan Ara saat ini."Bos, ada kecelakaan kerja di proyek C," kata Joy yang saat ini terlihat tergesa-gesa menghampiri Wei."Kecelakaan kerja?""Ya, ada