Ketujuh perapal mantra segera memacu Galileon mereka, berusaha mendekati posisi Emma dengan cepat, mengabaikan segala risiko yang mengintai.Namun, pada saat yang sama, dari atas pohon, sesosok bayangan berkelebat dengan gesit.Bayangan itu memegang sebilah pedang pendek yang berkilau, seolah itu adalah cahaya bintang. Dengan gerakan cepat dan terencana, sosok itu meluncur turun, jatuh tepat di atas Galileon perapal mantra yang bermulut kotor.Dengan sekali hujaman pedang yang mematikan, sosok yang ternyata adalah Kiran menusuk punggung perapal mantra bermulut cabul itu. “Mati kau!”“Kamu!” jerit perapal mantra itu, hanya sempat menoleh sejenak sebelum pedang bintang menembus punggungnya, langsung menuju jantung.Perapal mantra itu jatuh ke tanah dalam keadaan tak bernyawa, matanya melotot, menunjukkan ketidakpuasan akan kematiannya yang tiba-tiba dan tidak terduga.Kiran berdiri di atas tubuh lawan yang tak berdaya, merasakan adrenalin mengalir deras dalam dirinya.+++Di sisi lain,
"Healing!""Buff!”“Debuff!"Kiran menatap ke arah gua yang jauh, di sana bayangan seseorang terlihat mengangkat tangan ke langit. Energi sihir pemulihan yang kuat membuat keadaan berubah drastis.Cahaya berwarna putih, seperti sinar bintang yang bersinar terang, melingkupi Kiran dan kawan-kawannya, memberikan mereka energi pengharapan.Keadaan yang mulanya genting dan mencekam kini bertransformasi dengan cepat. Semua orang yang bertarung dibuat tercengang oleh kejadian aneh ini.“Mengapa sinar itu tepat jatuh di atas kepala para penghianat?”“Apa arti Buff dan Debuff?” tanya salah satu perapal mantra lainnya, suaranya penuh kebingungan dan ketidakpastian.Tak ada yang bisa menjelaskan, hanya aura asing yang melayang di udara, membuat kelompok Krado menjadi gentar. Sebuah ketakutan yang tak terucapkan menyelimuti mereka, seolah-olah mereka sedang menghadapi kekuatan yang tidak dapat mereka kendalikan.Emma, yang tadinya sudah kehabisan energi spiritual, tiba-tiba merasakan lautan ener
Ancaman di depan mata semakin nyata."Kita berpencar. Buat mereka bingung!" teriak yang lainnya, berusaha menyusun rencana untuk menyelamatkan diri dari bencana yang mengancam.Ketika ketiga perapal mantra ini mencoba melarikan diri, tiba-tiba Kiran sudah berdiri di hadapan salah satu perapal mantra. Dia berdiri di atas Galileon jarahan. Pedang Bintang tampak berkilauan di tangan, memancarkan cahaya tajam yang menakutkan."Mau lari? Jangan mimpi!" ejek Kiran, suaranya penuh tantangan dan keberanian, menggema di tengah kegelapan yang menyelimuti medan pertempuran.Perapal mantra ini menatap Kiran dengan tatapan marah, lalu melepaskan kutukan sekali lagi, berusaha membuat Kiran menjadi kaku dan membatu, seolah-olah ia adalah patung yang tak berdaya.Namun, suara misterius dari atas bukit kembali terdengar..."Healing!!""Buff!""Debuff!"Seperti kejadian sebelumnya, cahaya berwarna putih itu jatuh menimpa Kiran dan kawan-kawannya.Energi pemulihan menyembuhkan mereka dengan cepat, dan e
"Chen... Anda baik-baik saja?" tanya Kiran, matanya menantang cahaya matahari senja yang membayangi Chen. Priest itu berdiri tegak di depan Kiran, meski tubuhnya tampak goyah.Di belakang Kiran, sahabat-sahabatnya—Emma, Nethon, Pigenor, dan Malven—mendaki tebing tinggi, berusaha secepat mungkin mencapai gua tempat Chen berdiri.Suara angin berdesir mengiringi gerakan gesit para petarung terlatih itu. Dalam sekejap, mereka sudah berdiri di samping Kiran, wajah mereka memancarkan keprihatinan yang mendalam saat menatap Chen."Tuan Priest... Terima kasih atas bantuan Anda," ucap Emma, suaranya lembut, menghangatkan suasana. Dia merasa lega melihat Chen masih berdiri di sana, meskipun jelas bahwa dia belum pulih sepenuhnya.Chen hanya memberikan senyuman tipis, senyum yang memancarkan keikhlasan meskipun wajahnya terlihat pucat. Dengan sikap hormat, dia membungkuk sambil memegang dadanya, tanda bahwa ia belum sepenuhnya pulih dari kelelahan yang dideritanya."Priest, Anda baik-baik saja?"
Keesokan hari, kelompok Kiran meninggalkan kaki gunung, bergerak menuju Puncak Rotos. Angin pagi bertiup lembut, membawa udara segar yang memenuhi paru-paru, menyegarkan semangat kelompok yang kini berjumlah enam orang."Beruntung kami mendapatkan Galileon peninggalan Krado dan kelompoknya. Perjalanan ini jadi lebih mudah..." teriak Kiran dengan ekspresi gembira, suara tawanya mengisi udara pagi yang sejuk.Galileon adalah makhluk tunggangan yang sangat cepat menyesuaikan diri. Meskipun ganas, begitu seseorang berhasil menaklukkan mereka, makhluk itu akan patuh sepenuhnya.Kiran dan kawan-kawannya harus berjuang selama satu jam untuk menaklukkan Galileon. Berulang kali mereka terjungkal, terhempas oleh kekuatan Galileon yang liar, sebelum akhirnya menaklukkannya."Dan kita akan lebih cepat mencapai puncak, lalu bertemu Kemrick sang penempa..." tambah Nethon dengan semangat yang menyala, membayangkan pertemuan yang indah dengan sang kurcaci legendaris."Ngomong-ngomong, seperti apakah
Kiran dan kawan-kawannya tiba di Puncak Rotos ketika malam sudah sangat larut. Di puncak gunung, hanya terlihat pepohonan cemara yang bergoyang tertiup angin.Suara daun bergesek menimbulkan simfoni yang memberi kesan menyeramkan pada malam itu."Kita akan mencari pintu masuk ke Kota Ironhold di tiap tebing terjal. Nanti akan ada petunjuk," jelas Pigenor, mengambil alih kepemimpinan. Dalam hal ini, Pigenor lebih memiliki pengetahuan tentang Kaum Kurcaci. Jadi, alangkah bijak jika dia yang memimpin perjalanan menuju kota di perut bumi."Kita membagi kelompok menjadi dua. Kami ke barat dan kalian ke timur," teriak Pigenor kepada Kiran, Emma, dan Nethon. Dia sendiri sekelompok bersama Malven dan Chen."Baik!" balas Kiran, memisahkan diri.Kiran dengan kelompoknya bergerak menuju timur, menyusuri jalan setapak yang samar di bawah cahaya bintang.+++Malam semakin larut. Suara binatang malam sesekali terdengar menjawab langkah-langkah Pigenor, Malven, dan Chen, yang meraba-raba di tebing.
"Kalian sudah diizinkan masuk. Silakan ikuti kurcaci ini!" ucap Skarfum, suaranya tegas dan jelas di tengah malam yang dingin."Akhirnya!" gumam semua orang dengan lega. Wajah mereka berseri-seri setelah kelompok itu disetujui untuk mengunjungi Kota Ironhold oleh Skarfum dan para kurcaci penjaga gerbang. Perasaan lega itu seperti beban berat yang terangkat dari pundak mereka."Di mana sesungguhnya letak pintu menuju Kota Ironhold?" tanya Kiran penasaran.Sejak awal ia dan kelompoknya mencarinya, namun tak juga menemukannya, seolah pintu itu tersembunyi oleh sihir yang kuat. Mereka telah mengelilingi tebing ini selama berjam-jam, memeriksa setiap celah dan retakan, namun tak ada tanda-tanda pintu.Alih-alih masuk ke dalam perut bumi, mereka malah diajak bertarung oleh kelompok kurcaci, sebuah sambutan yang tidak terduga."Kita lihat saja," bisik Pigenor, matanya mengamati setiap celah di tebing. "Aku yakin, pintu itu menggunakan sandi dan dikelola secara sihir. Hanya mereka yang tahu r
"Ikuti aku!" ucap Skarfum, langsung mengambil alih kepemimpinan. Suaranya tegas, menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin yang percaya diri.Skarfum, bersama dua kurcaci yang badannya paling tinggi, membawa gada dan tameng, berjalan hati-hati di depan.Mereka tampak waspada, seolah siap menghadapi bahaya yang mungkin mengintai di setiap sudut lorong. Sikap mereka membuat semua orang bertanya-tanya. “Apakah yang harus diwaspadai para kurcaci? Bukankah ini jalan menuju tempat tinggal mereka?”Tentang hal ini, jawabannya akan ada belakangan.Saat itu, di belakang Skarfum, ada Kiran, Emma, Nethon, Chen, dan dua Elf mengikuti dengan langkah yang sama hati-hati. Pasukan kurcaci lainnya berbaris rapi di belakang, menjaga agar tidak ada yang tertinggal.Lorong itu panjang dan meliuk-liuk, menembus jauh ke dalam perut bumi. Saking heningnya, bahkan suara napas semua orang terdengar jelas, menambah kesan bahwa mereka benar-benar sendirian di tempat yang asing ini.Setelah berjalan kira-kira dua ja
Lila!Si Pengkhianat yang menyebabkan penangkapannya. Pengkhianat yang memisahkannya dari teman-temannya. Pengkhianat yang bekerja sama dengan Kekaisaran untuk menjebak Kiran dan kelompoknya di perbatasan.Darah Chen mendidih.Tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia ingin berteriak, ingin melemparkan mantra paling mematikan yang ia tahu. Tapi ia menahan diri, menunggu dengan sabar seperti predator mengintai mangsanya.Lila berjalan melalui barisan pasien, sesekali berhenti untuk berbicara dengan para penyihir terluka. Wajahnya menunjukkan keprihatinan yang tampak tulus, tapi Chen tahu lebih baik. Ia telah melihat topeng itu sebelumnya, telah mempercayainya, dan telah membayar harganya yang mahal.Saat Lila mendekat ke arahnya, Chen berbalik dan berjalan cepat menuju ruang obat di belakang balai. Ia tidak bisa menghadapinya sekarang, tidak di depan semua orang. Ia membutuhkan waktu, tempat, dan kesempatan yang tepat.Kesempatan itu datang saat senja mulai turun.Ch
Mentari muncul dengan enggan di atas Kota Begonia, cahayanya yang pucat merayap perlahan melewati puing-puing bangunan yang rusak.Chen berdiri di ambang jendela sempit Balai Pengobatan Perbatasan Qingchang, mengamati kota kelahirannya yang kini hampir tak dikenali. Udara pagi terasa dingin dan lembab, membawa aroma obat-obatan, darah, dan keputusasaan yang telah menjadi teman setianya selama berminggu-minggu.Begonia dulu adalah permata kecil di tepi perbatasan, dengan pasar-pasar ramai dan taman bunga yang indah.Kini, separuh kota telah berubah menjadi lautan puing. Rumah-rumah penduduk biasa diperbaiki seadanya dengan kayu dan kain, menciptakan labirin jalan-jalan sempit yang suram. Atap-atap miring dan dinding retak menjadi pemandangan umum di distrik bawah, tempat rakyat biasa berjuang untuk bertahan hidup.Namun, di kejauhan, di balik tembok tinggi yang memisahkan distrik kumuh dari bagian kota lainnya, menara-menara megah dengan atap keemasan berdiri angkuh.Distrik bangsawan
"Serahkan dirimu," Rustam memerintah. "Hadapi pengadilan klan.""Kita semua tahu pengadilan itu hanya formalitas," Jasper menjawab. "Kalian sudah memutuskan hukumanku.""Kau membunuh putraku!" Rustam berteriak, kesedihannya berubah menjadi kemarahan murni. "Kau pantas mati!"Dengan geraman marah, Rustam berubah menjadi serigala besar dengan bulu keperakan. Ia melompat ke arah Jasper, diikuti oleh beberapa anggota klan lainnya.Jasper tidak punya pilihan. Dengan satu gerakan cepat, ia melepaskan kekuatan barunya.Api biru keemasan menyembur dari kedua tangannya, membentuk dinding api yang mengelilinginya. Para serigala berhenti mendadak, mundur dari panas yang membakar."Aku tidak ingin membunuh siapapun lagi," Jasper berteriak di atas suara api yang berderak."Biarkan aku pergi, dan aku tidak akan pernah kembali.""Tidak akan!" Faris mengangkat tongkatnya, menggumamkan mantra kuno. Angin kencang bertiup, berusaha memadamkan api Jasper.Jasper merasakan kekuatan Faris mendorong apinya,
Reyna - gadis itu mundur, menggelengkan kepalanya."Kau... kau membunuh mereka. Kau membunuh Zahir.""Aku tidak bermaksud," Jasper mencoba menjelaskan, suaranya penuh keputusasaan. "Kekuatan ini baru. Aku tidak bisa mengendalikannya.""Kau seorang penyihir," bisik Reyna, masih mundur. "Kau berbohong pada kami semua.""Reyna, kumohon," Jasper melangkah maju, tapi gadis itu berbalik dan berlari, menghilang di antara pepohonan.Jasper tahu ia tidak punya banyak waktu. Reyna akan kembali ke perkampungan dan memberitahu semuanya. Ia harus sampai ke rumah Saraya, mengambil barang-barangnya, dan pergi sebelum seluruh klan mengejarnya.Dengan kecepatan barunya, Jasper berlari melalui hutan, melewati pohon-pohon dan semak belukar dalam gerakan kabur. Ia sampai di tepi perkampungan dalam waktu singkat, berhati-hati menyelinap di antara rumah-rumah untuk menghindari perhatian.Rumah Saraya tampak tenang saat ia masuk. Wanita itu sedang menyiapkan makanan di dapur, dan menoleh dengan terkejut saa
Jasper mengendap di balik semak belukar tebal, mengamati cekungan di hadapannya. Zahir dan lima pemburu lain berkumpul di sana, masih dalam wujud serigala mereka.Mereka tampak lelah setelah semalaman berburu tanpa hasil. Beberapa telah kembali ke wujud manusia, termasuk dua teman Zahir yang membantu menjebaknya.Tanduk perak Wendigo tergenggam erat di tangan Jasper. Bukti kemenangannya, bukti bahwa ia berhasil bertahan hidup dari rencana keji mereka.Kemarahan menyala dalam dadanya, bersama dengan energi baru yang mengalir dalam pembuluh darahnya."Kita sudah mencari sepanjang malam," salah satu pemburu yang telah kembali ke wujud manusia berkata."Tidak ada tanda-tanda Wendigo."Zahir, masih dalam wujud serigala hitamnya, menggeram rendah. Ia berputar dalam lingkaran kecil, tampak gelisah dan frustrasi."Mungkin kita harus kembali," pemburu lain menyarankan. "Patriark akan kecewa, tapi selalu ada perburuan berikutnya."Zahir berubah kembali ke wujud manusianya dalam gerakan mulus. T
Jasper tidak berhenti.Ia terus mengalirkan energi ke dalam apinya, membuat tornado itu semakin besar dan panas. Wendigo berputar dalam kesakitan, mencoba memadamkan api, tapi sia-sia.Api keemasan Jasper terlalu kuat, terlalu lapar.Dalam hitungan menit, tubuh Wendigo mulai runtuh menjadi abu. Tanduk peraknya jatuh ke tanah dengan dentingan keras, diikuti oleh sesuatu yang berkilau merah dari dalam tubuhnya yang terbakar.Saat api padam, yang tersisa hanyalah tumpukan abu dan dua benda: tanduk perak yang menjadi target Perburuan Malam, dan sebuah kristal merah sebesar ibu jari yang berkilau seperti bara api.Jasper merangkak mendekati sisa-sisa Wendigo, mengabaikan rasa sakit di kakinya.Ia mengambil tanduk perak itu, merasakan beratnya yang tidak wajar untuk ukurannya. Tapi perhatiannya lebih tertarik pada kristal merah yang berdenyut seperti jantung."Monster core," bisiknya, mengenali benda itu dari pelajarannya di Institut Sihir Magentum. "Inti api."Inti monster adalah kristalis
Sepasang mata putih tanpa pupil menatap Jasper dari kegelapan terowongan.Cahaya dari bola api kecil di tangannya menyinari sosok tinggi kurus yang perlahan melangkah maju. Kulitnya pucat seperti tulang yang lama terkubur, dengan tekstur kasar bagai kulit pohon mati. Tanduk perak mencuat dari kepalanya, berkilau dingin di bawah cahaya api.Wendigo Perak. Makhluk legenda yang menjadi target Perburuan Malam."Jadi kau nyata," bisik Jasper, mundur hingga punggungnya menyentuh dinding lubang.Makhluk itu menggeram, suaranya seperti angin musim dingin yang menyapu tulang-tulang kering. Ia membuka mulutnya, menampakkan deretan gigi setajam jarum yang tersusun dalam tiga baris.Lengannya yang panjang dan kurus berakhir dengan cakar melengkung yang tampak mampu mengoyak baja.Jasper menggenggam belati Reyna erat-erat, meski tahu senjata sekecil itu tidak akan banyak membantu. Kakinya yang terluka berdenyut nyeri, mengingatkannya bahwa ia tidak dalam kondisi untuk bertarung, apalagi melarikan
Hutan di malam hari berubah menjadi tempat yang sama sekali berbeda. Pohon-pohon yang di siang hari sudah tampak mengancam, kini menjulang seperti raksasa hitam dengan cabang-cabang bagai cakar. Bulan purnama menerobos di antara dedaunan, menciptakan pola cahaya dan bayangan yang bergerak seolah hidup.Jasper berlari sekuat tenaga, berusaha mengikuti jejak para serigala. Tanpa transformasi, ia jauh lebih lambat. Napasnya mulai tersengal, tapi ia memaksakan diri terus bergerak. Belati pemberian Reyna terselip di ikat pinggangnya, siap digunakan.Setelah beberapa menit berlari, Jasper berhenti untuk mengatur napas. Hutan di sekitarnya sunyi, tidak ada tanda-tanda serigala lain. Ia telah kehilangan jejak mereka."Hebat," gumamnya pada diri sendiri. "Tersesat di malam pertama."Tiba-tiba, suara geraman rendah terdengar dari belakangnya. Jasper berbalik cepat, tangannya meraih belati. Tiga pasang mata berkilau dalam kegelapan. Satu merah, dua lainnya kuning keemasan.Zahir dalam wujud s
"Dia tidak akan senang melihatmu ikut berburu," Reyna melanjutkan. "Dia tidak suka pendatang."Saraya melangkah maju, membawa Jasper ke hadapan Patriark. "Rustam, aku membawa perwakilan keluargaku untuk Perburuan Malam."Bisik-bisik terdengar di seluruh kerumunan. Zahir menatap Jasper dengan mata menyipit."Saraya," Rustam berkata, suaranya dalam dan berwibawa. "Sudah lima tahun keluargamu tidak mengirim perwakilan.""Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili kami," jawab Saraya tegas.Zahir melangkah maju. "Ayah, dia bukan bagian dari klan kita. Dia bahkan bukan keluarga Saraya.""Dia tinggal di rumahku dan bekerja untuk keluargaku," Saraya menjawab tenang. "Menurut tradisi, itu cukup untuk menjadikannya perwakilan."Rustam menimbang sejenak, lalu mengangguk. "Tradisi memang memperbolehkan itu." Ia menatap Jasper. "Anak muda, kau sadar bahaya yang kau hadapi?""Ya, Patriark," jawab Jasper percaya diri."Baiklah. Jasper dari Klan Moonfire akan mewakili keluarga Saraya dalam Perburua