Share

Bab 4

last update Last Updated: 2025-08-12 20:58:14

Esok harinya, di depan kantor catatan sipil, Elena berdiri tegak dengan kepala terangkat tinggi. Tangannya menggenggam erat tas kecilnya, sedangkan di sampingnya, Damian berdiri dengan angkuh.

Seorang petugas datang membawa dua lembar akta cerai, menyerahkannya satu per satu.

"Ini akta cerainya, Tuan, Nyonya. Sekarang kalian resmi bercerai," ujar petugas itu formal.

Elena menerima akta itu dengan senyum tipis. Sementara Damian hanya menghela napas panjang, memasukkan akta cerainya ke dalam jas tanpa melihatnya lagi.

"Kau pikir bisa bertahan tanpa aku?" Damian membuka suara dengan nada mengejek.

Elena menoleh, menaikkan satu alis. "Tentu saja."

Damian terkekeh, melipat tangan di dada. "Jangan konyol, Elena. Tanpa uangku, kau tidak akan bertahan. Seharusnya kau tidak menolak kompensasi yang kuberikan."

Elena justru tersenyum sinis. "Oh, jadi sekarang kau khawatir?"

Damian menggeleng pelan, seolah mengasihani. "Aku hanya berpikir realistis. Kau itu tidak punya siapa-siapa, tidak punya pekerjaan yang layak. Apa kau pikir dunia ini akan berpihak padamu?"

Elena tertawa kecil, lalu menatap pria itu dengan tatapan penuh percaya diri. "Aku tidak butuh dunia berpihak padaku. Aku hanya butuh keyakinan bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa uangmu, Tuan Damian!"

Damian menyipitkan mata. "Menarik. Aku ingin lihat berapa lama kau bisa bertahan tanpa kompensasi dariku."

Elena melipat tangan di dada. Ia tidak memberikan tanggapan atas ucapan mantan suaminya itu.

Pria itu terkekeh lagi, kali ini lebih merendahkan. "Dan kau pikir akan ada pria yang mau bersamamu setelah ini?"

Elena menahan tawa. "Dan kenapa aku harus peduli dengan itu?"

Damian melangkah lebih dekat, suaranya semakin rendah, tetapi tajam. "Kau tidak menarik lagi, Elena. Kau tidak bisa merawat diri. Berat badanmu naik, kau tidak secantik dulu, dan yang paling penting, kau tidak bisa memberikan keturunan laki-laki."

Elena tetap tersenyum, tatapannya semakin dingin. "Anda sangat lucu, Tuan Damian! Kau berbicara seolah aku masih ingin menarik perhatianmu."

Wajah Damian mengeras.

Elena melanjutkan, suaranya tenang tapi mematikan, "Dengar, Tuan Damian. Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan tentangku. Aku tidak butuh validasi dari pria yang mengkhianati pernikahannya hanya karena terobsesi pada seorang anak laki-laki. Kau pikir aku akan menangis dan memohon padamu? Anda salah besar, Tuan. Justru aku sangat bersyukur."

"Bersyukur?" Damian mengulang dengan nada mengejek. "Kau bersyukur karena kehilangan segalanya?"

Elena tertawa pelan, namun penuh kepercayaan diri. "Aku bersyukur karena akhirnya aku bebas dari seorang pria yang tidak pernah menghargai istrinya. Kau pikir aku akan terpuruk? Oh tidak, Tuan Damian, justru aku sangat bahagia lepas darimu. Selama ini kau terus menekan aku banyak hal. Aku harus tetap cantik, aku harus pandai merawat diri. Sedangkan kamu tidak mempekerjakan babysitter untuk membantuku merawat anak-anak? Dan kamu menyentuhku agar aku cepat hamil lagi, berharap melahirkan anak laki-laki. Setelah kau tahu bayi yang aku kandung ternyata perempuan, kau campakan aku."

Pria itu menatapnya tajam. Ia tidak peduli apa yang dikatakan Elena.

"Sudahlah, Elena. Tidak perlu di bahas lagi! Aku hanya tidak sabar ingin melihatmu gagal," gumamnya dingin.

Elena mengangkat bahu. "Dan aku juga sangat tidak sabar melihatmu menyesal karena telah meremehkan aku!"

Tanpa menunggu lebih lama, Elena berbalik dan berjalan pergi dari sana dengan langkah mantap.

Begitu keluar dari kantor catatan sipil, Elena berjalan menuju taksi dengan tenang. Di dalam hatinya, ia sudah mengambil keputusan besar. Sudah saatnya kembali menjadi dirinya yang dulu—tidak lagi sebagai istri Damian Lancaster yang hanya berada di balik bayang-bayang pria brengsek itu.

Dengan cepat, ia merogoh ponselnya, lalu menekan kontak yang sudah lama tidak ia hubungi. Tidak butuh waktu lama sebelum panggilannya tersambung.

“Elena?” Suara di seberang terdengar terkejut.

Elena tersenyum kecil. “Hai, Tamara.”

Hening sejenak sebelum suara histeris terdengar. “YA TUHAN! ELENA! APAKAH INI BENAR-BENAR KAU?!”

Elena tertawa pelan. “Tentu saja ini aku.”

“Kau ke mana saja?! Lima tahun tanpa kabar! Aku pikir kau menghilang selamanya!”

Elena menghela napas. “Aku tidak menghilang, Tamara. Aku hanya sibuk dengan kehidupanku sebagai istri dan juga seorang ibu.”

Tamara mendengus. “Pernikahan macam apa yang membuat seorang Queen Elisabeth menghilang begitu saja dari dunia fashion?! Kau tahu berapa banyak orang yang mencarimu?! Kau itu legenda! Semua orang masih bertanya-tanya ke mana perginya sang desainer misterius!”

Elena tersenyum tipis. “Aku akan kembali, Tamara.”

Tamara terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya berteriak. “KAU SERIUS?! ELENA, KAU BENARAN MAU KEMBALI?!”

Elena mengangguk, meski Tamara tidak bisa melihatnya. “Ya, aku ingin kembali berbisnis. Aku ingin merebut lagi posisiku.”

“Astaga… kamu tidak bercanda, kan, Elena?” Suara Tamara penuh semangat. “Tunggu sebentar, kau ingin kembali dengan nama aslimu atau tetap menggunakan nama samaranmu?”

Elena berpikir sejenak sebelum menjawab dengan yakin. “Untuk saat ini, aku akan tetap menjadi Queen Elisabeth. Aku ingin dunia mengingat siapa aku sebelum mereka tahu siapa diriku sebenarnya.”

Tamara tertawa kecil. “Aku suka cara berpikirmu. Baik, jadi rencananya bagaimana?”

Elena bersandar ke jok mobil. “Aku ingin memulai dari koleksi baru. Lima tahun aku vakum, aku butuh sesuatu yang bisa membuat gebrakan. Aku ingin semua orang tahu bahwa Queen Elisabeth telah kembali.”

Tamara tertawa senang. “Oh, itu keren, Elena! Kau benar-benar akan mengguncang dunia fashion lagi! Aku tidak sabar!”

Elena tersenyum. “Aku butuh bantuanmu, Tamara. Aku perlu tim terbaik, aku perlu sumber daya, dan yang paling penting aku ingin membuat dunia kembali tertarik padaku.”

Tamara menghela napas dalam, terdengar sangat antusias. “Elena, percayakan semuanya padaku. Aku akan mengatur semuanya. Kau tinggal bilang kapan kau siap, dan aku akan menghubungi orang-orang kita.”

Elena menatap lurus ke depan, matanya penuh tekad. “Aku sudah siap, Tamara. Aku siap merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.”

Tamara tertawa penuh semangat. “Kalau begitu, bersiaplah, Queen Elisabeth! Dunia akan tahu bahwa kau telah kembali!”

Elena tersenyum penuh percaya diri. Ini adalah awal dari segalanya. Tidak ada lagi wanita yang ditindas. Tidak ada lagi istri yang dianggap tidak berguna.

Kini, dunia akan melihatnya berdiri di puncak—dengan namanya sendiri.

"Damian! Kau akan menyesal telah meremehkan aku! Dan aku akan tetap mempertanankan janin yang ada dalam kandunganku," ucap Elena dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 23

    Nathan duduk di kursinya, satu tangan bertumpu di dagu sementara pandangannya terpaku pada layar komputer. Namun, pikirannya tidak berada di sana. Berulang kali ia mencoba fokus pada laporan keuangan di hadapannya, tapi adegan itu terus berulang di kepalanya.Ciuman itu.Singkat, tak terduga, tapi entah bagaimana meninggalkan kesan yang begitu dalam.Nathan menghela napas panjang, mencoba mengusir pikirannya, tapi seolah ada sesuatu yang mengikatnya di sana.Sial, kenapa dia masih memikirkannya? Itu hanya sebuah kecelakaan.Tapi tetap saja...Nathan bangkit dari kursinya, berjalan menuju jendela kantornya, dan menatap pemandangan kota dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia tidak bisa seperti ini. Elena hanyalah karyawannya. Tidak lebih.Tidak lebih... bukan?Sementara itu, di ruang desain, Elena sibuk dengan beberapa dokumen di tangannya. Ia masih merasakan wajahnya panas setiap kali mengingat apa yang terjadi di ruang Nathan tadi."Apa aku gila?" gumamnya pelan.Ia menggeleng, menc

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 22

    Di dalam kamar mewah mereka, Isabella duduk di depan meja rias, dengan tenang merias wajahnya. Sesekali, ia melirik Damian yang duduk di sofa dengan wajah kesal."Apa maksudmu dia menolak?" suara Isabella melengking ketika Damian akhirnya memberitahu kabar buruk itu.Damian mengusap wajahnya kasar. "Admin-nya bilang mereka tidak menerima pesanan pribadi. Aku sudah coba menawarkan harga berapa pun, tapi dia tetap menolak."Isabella mendengus keras, lalu meletakkan lipstik di tangannya dengan kasar. "Tidak mungkin! Aku yakin Queen Elisabeth itu cuma sok jual mahal. Apa dia tidak tahu siapa aku? Aku ini istrimu, Damian! Mereka seharusnya merasa terhormat kalau aku memakai perhiasan mereka."Damian menatapnya tajam. "Kau pikir statusmu bisa membeli segalanya? Queen Elisabeth punya aturan sendiri, dan dia tidak peduli siapa dirimu!"Isabella bangkit dari kursinya, mendekati Damian dengan wajah penuh amarah. "Jadi kau akan membiarkan dia menolak kita begitu saja? Kau ini suamiku atau bukan?

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 21

    Di ruang VIP rumah sakit, Baby David akhirnya diizinkan pulang setelah beberapa hari menjalani perawatan intensif. Damian menggendong putranya dengan hati-hati, memastikan tubuh kecil itu tetap hangat di bawah selimut lembut. Wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran, meski dokter sudah meyakinkannya bahwa kondisi David sudah stabil.Namun, berbeda dengan Damian, Isabella tampak santai. Alih-alih khawatir akan kondisi putranya, ia justru sibuk melihat katalog perhiasan eksklusif di ponselnya."Honey, lihat ini!" seru Isabella sambil menyodorkan layar ponselnya tepat di depan wajah Damian. "Liontin ini luar biasa! Ini karya terbaru dari Queen Elisabeth. Aku mau yang ini."Damian mengernyit. "Isabella, putra kita baru saja keluar dari rumah sakit, dan kamu malah memikirkan perhiasan?"Isabella manyun. "Memangnya kenapa? David sudah membaik, kan? Aku hanya mau hadiah kecil sebagai perayaan. Lagipula, aku ini ibu dari anakmu, Damian. Masa kamu keberatan membelikanku liontin?"Damian mendengus,

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 20

    Di dalam kamar rumah sakit mewah itu, Baby David masih terbaring lemah di ranjangnya. Tubuh mungilnya terbungkus selimut tebal, wajahnya pucat dengan selang infus terpasang di tangan kecilnya. Sebuah kelainan langka yang menyerang pembuluh darah Baby David membuat tubuhnya mengalami demam tinggi, dan muncul ruam merah di beberapa bagian kulitnya. Dokter telah menjelaskan bahwa perawatan intensif harus dilakukan untuk mencegah komplikasi serius.Di sisi ranjang, Damian duduk dengan wajah tegang, jarinya menggenggam erat tangan lemah putranya. Ia nyaris tak tidur semalaman, terus mengawasi David dengan cemas. Setiap kali putranya mengerang pelan dalam tidurnya, ia langsung panik, memastikan dokter selalu siaga.Namun, di sudut lain ruangan, Isabella duduk santai di sofa seolah tak peduli dengan kondisi putranya. Ia sibuk menggulir layar ponselnya, matanya berbinar melihat unggahan terbaru tentang koleksi perhiasan terbaru Ratu Elisabeth."Wow... desainnya benar-benar menakjubkan," gumam

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 19

    Suasana di apartemen kecil itu terasa lebih hangat dari biasanya. Nathan, yang dikenal sebagai pria dingin dan kaku, kini duduk bersila di lantai, dikelilingi tiga gadis kecil yang dengan antusias membuka camilan dan mainan yang ia bawa."Uncle Nathan, lihat, bonekanya bisa bicara!" seru Delya sambil menekan tombol di perut boneka beruang kecil yang baru saja ia terima.Suara lucu keluar dari boneka beruang itu, membuat gadis kecil itu tertawa kegirangan.Nathan tersenyum tipis, merasa aneh pada dirinya sendiri. Sejak kapan ia merasa nyaman berada di dekat anak-anak?Elena, yang berdiri di dapur sambil mengaduk kopi, mengamati mereka dengan tatapan tak percaya. Pemandangan ini sama sekali tidak ia duga. Nathan yang ia kenal selalu dingin, tegas, dan seolah tak pernah akrab dengan siapa pun. Tapi sekarang, ia bercanda dengan anak-anaknya seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama.Katty, yang duduk di sebelah Nathan, tiba-tiba menatapnya dengan serius."Uncle Nathan," panggilnya."

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 18

    Sementara itu, Nathan duduk di kursinya, matanya tak lepas dari layar laptop yang menampilkan beberapa artikel dan rekam jejak seseorang. Wajahnya tampak serius, sesekali menyipitkan mata untuk memastikan informasi yang ia baca benar.Di depannya, Samon—asisten pribadinya—berdiri dengan wajah datar, menunggu reaksi dari atasannya."Jadi, kamu yakin dengan informasi ini?" suara Nathan terdengar dalam dan tegang.Samon mengangguk. "Ya, Tuan. Saya sudah memeriksanya dari berbagai sumber. Nona Elena memang orang di balik nama Queen Elisabeth. Dia adalah desainer legendaris yang selama ini begitu misterius."Nathan mengembuskan napas panjang. Ia bersandar di kursinya, masih mencerna fakta ini.Elena. Wanita yang baru saja ia pekerjakan ternyata adalah sosok di balik desain luar biasa yang selama ini ia kagumi."Menarik," gumam Nathan sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Samon melanjutkan, "Seperti yang Anda tahu, tidak banyak orang yang mengetahui identitas aslinya. Queen Elisabeth s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status