Share

Bab 5

last update Last Updated: 2025-08-12 21:04:23

Baru sehari Elena resmi bercerai, undangan pernikahan mantan suaminya sudah sampai ke tangannya.

"Kau diundang ke pernikahan bajingan itu?!" Suara Tamara meninggi saat Elena menunjukkan undangan emas dengan ukiran nama

Damian Lancaster & Isabella Monroe.

Elena hanya tersenyum miring. "Tentu saja. Bagaimana mungkin aku tidak diundang? Lelaki brengsek dan jalang itu ingin melihat aku terluka."

Tamara mendengus. "Jadi, kau akan datang?"

Elena mengangguk. "Ya."

Tamara terbelalak. "El, kau gila?! Untuk apa?!"

Elena menatap undangan itu dingin. "Aku ingin melihatnya sendiri. Ingin melihat betapa cepatnya seseorang menggantikanku, ingin mengingatkan diriku bahwa aku tidak akan pernah terjebak dalam kebodohan yang sama."

Tamara menghela napas. "Baiklah, kalau begitu, kau harus datang, tunjukan pada lelaki bajingan itu bahwa kau baik-baik saja. Kau harus terlihat lebih berkelas"

Elena tersenyum mengerti apa yang dikatakan oleh Tamara.

"Baiklah, kalau begitu aku titip Olivia, Katty dan Delya ya."

"Oke!"

***

Malam pun tiba, Elena melangkah memasuki ballroom hotel mewah dengan percaya diri. Gaun satin hitam yang dirancangnya sendiri membalut tubuhnya dengan sempurna, memperlihatkan siluet anggun yang selama ini tersembunyi di balik kesederhanaan. Rambut panjangnya disanggul rendah, bibir merahnya menampilkan senyum tipis yang penuh arti.

Saat ia melangkah lebih jauh, bisikan mulai terdengar.

"Siapa itu?"

"Astaga, dia terlihat sempurna. Sangat cantik, dan elegan."

Namun, semua pujian itu tenggelam begitu Damian dan Isabella muncul di panggung utama.

Isabella tampak sempurna dalam gaun putih berlian, sementara Damian berdiri gagah di sampingnya. Di pelukannya, seorang bayi kecil meringkuk dengan wajah tenang.

"Inilah pewaris keluarga Lancaster, David Lancaster Moreno!"

Para tamu bersorak dan bertepuk tangan. Para bangsawan memuji Isabella sebagai wanita yang sangat serasi dan pantas untuk Damian.

Sementara itu, Elena berdiri diam, merasakan sesuatu yang asing menyusup ke dalam hatinya—rasa iri yang ia benci.

Selama sepuluh tahun pernikahan, Damian tidak pernah membawa dirinya dan anak-anaknya ke acara besar seperti ini. Olivia, Katty, dan Delya tidak pernah diperkenalkan dengan bangga. Mereka selalu disembunyikan, seolah bukan bagian dari keluarga Lancaster.

Tapi sekarang, Isabella dan bayinya dipamerkan di depan dunia.

Matanya memanas.

Dan saat Damian menciumi kening bayi itu dengan lembut, Elena merasa hatinya seperti diremas.

Selama ini, Damian tidak pernah melakukan itu pada ketiga anak mereka.

Sialan.

Elena berbalik, tidak ingin melihat lebih lama. Air matanya hampir jatuh, tapi ia menahannya dengan paksa.

Tapi sialnya, ia terlalu terburu-buru.

BRUKK!

Ia menabrak seseorang.

Gelas anggur merah yang dipegang pria itu tumpah, membasahi jas mahalnya.

Elena mendongak, menatap pria itu.

Wajah tajam dengan rahang kokoh, sorot mata dingin berwarna abu-abu, serta postur tubuh tinggi dan mengintimidasi.

Nathaniel Drake Sebastian.

Siapa yang tak mengenal nama itu?

Pria paling berkuasa di ibu kota, pemilik kerajaan bisnis yang bahkan bisa mengguncang keluarga kerajaan jika ia mau.

Nathaniel menatap jasnya yang basah, lalu menoleh ke arah Elena dengan tatapan tidak percaya. "Kau sudah membuat jasku basah, Nona!"

Elena tersentak, tapi alih-alih meminta maaf, ia justru berbalik dan berjalan cepat meninggalkan pria itu.

Nathaniel mengerutkan kening. "Apa-apaan ini?"

Ia menatap punggung wanita itu yang semakin menjauh.

"Dia tidak meminta maaf?" gumamnya, tidak percaya.

Biasanya, setiap orang yang bersalah padanya akan segera meminta maaf atau bahkan menawarkan kompensasi. Tapi wanita itu justru kabur begitu saja.

Nathaniel menatap jasnya yang kotor dan mendecak. "Menarik."

Lalu, matanya kembali mencari sosok wanita yang baru saja menumpahkan anggur padanya.

Karena untuk pertama kalinya, seorang wanita berani mengacuhkannya.

***

Elena berdiri di depan cermin toilet, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Matanya sedikit memerah, bibirnya bergetar menahan emosi.

"Bodoh," bisiknya pada diri sendiri. "Tidak ada gunanya menangisi pria bajingan itu."

Tangannya segera menghapus jejak air mata di pipinya. Ini bukan waktunya untuk terlihat lemah. Isabella pasti sedang menikmati penderitaannya di luar sana, dan ia tidak akan memberi wanita itu kepuasan untuk melihatnya hancur.

Menarik napas dalam, Elena memperbaiki riasannya. Senyum tipis muncul di wajahnya—senyum dingin yang penuh perhitungan.

"Ayo keluar, Elena. Ini bukan saatnya menyerah," gumamnya sebelum melangkah keluar dengan kepala tegak.

Begitu kembali ke ballroom, suasana masih meriah. Musik klasik mengalun lembut, para tamu berbincang dengan gelas sampanye di tangan, dan di tengah-tengah keramaian itu, Isabella berdiri dengan anggun, seolah menunggu seseorang.

Dan ternyata benar, Elena baru saja melangkah beberapa meter sebelum suara tajam itu menyapanya.

"Elena, kau datang juga."

Nada suara Isabella terdengar manis, tapi ada racun tersembunyi di baliknya.

Elena tersenyum tipis. "Tentu saja aku datang."

Isabella tersenyum sinis. "Kau benar-benar wanita pemberani. Datang ke pernikahan mantan suamimu dan melihat kebahagiaannya menikah dengan wanita lain. Tidak semua wanita bisa setegar itu, kau tahu?"

Elena hanya menatap Isabella tanpa ekspresi. "Aku tidak melihat kebahagiaan. Aku hanya melihat dua orang pengkhianat pamer kemesraan."

Wajah Isabella mengeras sesaat sebelum kembali tersenyum.

Namun, Isabella tidak berhenti di situ. Matanya menyapu penampilan Elena, lalu mendengus.

"Kalung yang kau pakai… Itu dari desainer legendaris, bukan?" Isabella menatapnya dengan pandangan meremehkan. "Ah, tapi tunggu. Aku ragu kau bisa membeli yang asli. Pasti palsu, kan?"

Beberapa tamu mulai memperhatikan interaksi mereka, berbisik di belakang.

Elena tetap tersenyum, meskipun dalam hatinya ia ingin sekali membungkam mulut wanita itu.

"Jaga ucapanmu, Nyonya Isabella. Jelas kalung ini asli!"

Isabella terkekeh, lalu mendekat dengan tatapan licik.

"Benarkah? Kalau begitu, mari kita lihat sendiri apakah gaunmu juga palsu atau tidak," ujarnya sebelum tiba-tiba meraih gaun Elena, bersiap merobeknya.

Elena refleks mundur, tapi sebelum Isabella sempat menarik lebih jauh, sebuah tangan besar tiba-tiba menahan pergelangan tangannya dengan kuat.

"Nona Isabella Monroe, sepertinya kau kelewatan."

Suara dalam dan dingin itu membuat Isabella menegang seketika. Ia menoleh dan matanya membesar saat melihat pria yang baru saja menghentikannya.

Nathaniel Drake Sebastian.

Ruangan seketika hening. Semua mata tertuju pada pria berjas hitam yang berdiri dengan aura mengintimidasi.

Elena juga terkejut. Ia tidak mengira pria yang ditabraknya tadi akan muncul di sini—dan menghentikan Isabella.

"Tu-tuan Nathan?" Isabella tergagap.

Nathaniel menatapnya dengan dingin sebelum melepaskan tangannya dari cengkeramannya. "Aku tidak suka wanita yang bertindak kekanak-kanakan di depan umum. Apalagi yang berusaha mempermalukan orang lain dengan cara murahan seperti ini."

Isabella menelan ludah. "Saya… saya hanya bercanda, Tuan Nathaniel."

"Bercanda?" Nathaniel mengangkat alis, lalu menatap Elena yang masih berdiri diam.

Isabella mencoba tersenyum, tapi jelas terlihat wajahnya sedikit pucat.

Lalu, Nathan mengalihkan pandangannya ke Elena.

"Dan kau," katanya dengan nada lebih santai. "Sepertinya kita belum menyelesaikan urusan kita, bukan?"

Elena mengerutkan kening. "Urusan?"

Nathaniel tersenyum tipis, lalu menunjuk ke arah jasnya yang masih ternoda anggur.

"Ah," Elena akhirnya sadar.

Isabella yang masih di dekat mereka ikut melihat noda itu, lalu tertawa kecil. "Jadi, dia yang membuat jas Anda kotor? Tuan Nathan, Anda harus memberikan hukuman padanya."

Nathaniel tidak merespons. Ia tetap menatap Elena, menunggu jawaban.

Elena menghela napas, lalu menatap pria itu. "Baiklah, aku akan mengganti jasmu."

Nathaniel menatapnya dengan ekspresi tertarik. "Ganti dengan apa? Uang?"

Elena mendecak. "Aku punya teman seroang desainer. Aku bisa meminta bantuannya untuk membuatkan jas baru untukmu. Tentunya jas yang paling bagus dari jas yang kau gunakan, Tuan!" Dengan beraninya Elena berbicara seperti itu.

Nathaniel terdiam sesaat, lalu tertawa kecil.

"Aku menyukai wanita yang percaya diri," katanya, lalu mengulurkan kartu namanya.

"Hubungi aku dalam waktu tiga hari. Aku akan menagih janjimu."

Elena menatap kartu itu sebelum mengambilnya.

Isabella menatap mereka dengan rahang mengatup. Ia tidak menyukai ini.

Elena menatap Nathaniel dengan tenang, "Baik. Aku akan menepati janjiku."

Nathaniel mengangguk. Lalu, ia melangkah pergi, meninggalkan pesta.

Elena menatap kartu di tangannya, lalu tersenyum kecil.

"Jadi, dia adalah pengusaha paling berkuasa! Astaga.. Apakah aku sudah menyinggungnya?" Elena berkata dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 25

    Dokter menatap Elena dengan ekspresi tenang sambil merapikan jas putihnya. “Tidak ada masalah serius, Nona Elena. Anda hanya kelelahan. Pastikan untuk lebih banyak beristirahat dan jangan memaksakan diri.” Elena menghembuskan napas lega. “Terima kasih, Dokter.” Nathan, yang berdiri di samping ranjang rumah sakit, menyilangkan kedua tangannya di dada. “Kelelahan, ya?” Suaranya datar, tetapi sorot matanya penuh teguran. Elena hanya melirik sekilas, lalu mengalihkan pandangan. “Aku baik-baik saja.” Dokter tersenyum tipis. “Hati-hati, Nona Elena. Anda sedang hamil, jadi jangan anggap remeh kelelahan.” Setelah dinyatakan tidak apa-apa, Nathan langsung mengantar Elena pulang ke apartemen. Meskipun tidak banyak bicara, tatapan dan sikapnya jelas menunjukkan bahwa ia masih kesal karena Elena ceroboh menjaga kesehatannya. Sesampainya di apartemen, pintu langsung dibuka oleh Olivia dan Katty. Keduanya terlihat gembira melihat Nathan berdiri di samping sang mommy. “Paman Nathan!” s

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 24

    Isabella duduk di sofa rumah mewahnya dengan wajah kesal. Di tangannya, ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Tamara masih bergetar pelan. Ia mengetik pesan dengan marah.Tamara: [Maaf, Nona Isabella. Nona Queen Elisabeth tidak bisa menerima pesanan Anda karena jadwalnya sangat padat. Saat ini beliau memiliki banyak proyek lain yang harus diselesaikan].Mata Isabella membelalak, lalu tanpa pikir panjang, ia langsung membalas.Isabella: [Apa maksudnya? Aku sudah membayar tiga kali lipat! Kalian menolak uang sebanyak itu?!]Tidak ada balasan cepat dari Tamara, membuat darah Isabella semakin mendidih.Isabella: [Bilang pada desainer itu untuk membuatkan desain untukku! Aku mau perhiasan spesial dari Queen Elisabeth!]Beberapa detik kemudian, akhirnya balasan datang.Tamara: [Maaf, tapi keputusan ini sudah final].Isabella menatap layar ponselnya dengan napas memburu. Amarahnya memuncak, dan ia menghantamkan ponsel itu ke lantai dengan keras.BRAK!Damian, yang baru saja masu

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 23

    Nathan duduk di kursinya, satu tangan bertumpu di dagu sementara pandangannya terpaku pada layar komputer. Namun, pikirannya tidak berada di sana. Berulang kali ia mencoba fokus pada laporan keuangan di hadapannya, tapi adegan itu terus berulang di kepalanya.Ciuman itu.Singkat, tak terduga, tapi entah bagaimana meninggalkan kesan yang begitu dalam.Nathan menghela napas panjang, mencoba mengusir pikirannya, tapi seolah ada sesuatu yang mengikatnya di sana.Sial, kenapa dia masih memikirkannya? Itu hanya sebuah kecelakaan.Tapi tetap saja...Nathan bangkit dari kursinya, berjalan menuju jendela kantornya, dan menatap pemandangan kota dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia tidak bisa seperti ini. Elena hanyalah karyawannya. Tidak lebih.Tidak lebih... bukan?Sementara itu, di ruang desain, Elena sibuk dengan beberapa dokumen di tangannya. Ia masih merasakan wajahnya panas setiap kali mengingat apa yang terjadi di ruang Nathan tadi."Apa aku gila?" gumamnya pelan.Ia menggeleng, menc

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 22

    Di dalam kamar mewah mereka, Isabella duduk di depan meja rias, dengan tenang merias wajahnya. Sesekali, ia melirik Damian yang duduk di sofa dengan wajah kesal."Apa maksudmu dia menolak?" suara Isabella melengking ketika Damian akhirnya memberitahu kabar buruk itu.Damian mengusap wajahnya kasar. "Admin-nya bilang mereka tidak menerima pesanan pribadi. Aku sudah coba menawarkan harga berapa pun, tapi dia tetap menolak."Isabella mendengus keras, lalu meletakkan lipstik di tangannya dengan kasar. "Tidak mungkin! Aku yakin Queen Elisabeth itu cuma sok jual mahal. Apa dia tidak tahu siapa aku? Aku ini istrimu, Damian! Mereka seharusnya merasa terhormat kalau aku memakai perhiasan mereka."Damian menatapnya tajam. "Kau pikir statusmu bisa membeli segalanya? Queen Elisabeth punya aturan sendiri, dan dia tidak peduli siapa dirimu!"Isabella bangkit dari kursinya, mendekati Damian dengan wajah penuh amarah. "Jadi kau akan membiarkan dia menolak kita begitu saja? Kau ini suamiku atau bukan?

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 21

    Di ruang VIP rumah sakit, Baby David akhirnya diizinkan pulang setelah beberapa hari menjalani perawatan intensif. Damian menggendong putranya dengan hati-hati, memastikan tubuh kecil itu tetap hangat di bawah selimut lembut. Wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran, meski dokter sudah meyakinkannya bahwa kondisi David sudah stabil.Namun, berbeda dengan Damian, Isabella tampak santai. Alih-alih khawatir akan kondisi putranya, ia justru sibuk melihat katalog perhiasan eksklusif di ponselnya."Honey, lihat ini!" seru Isabella sambil menyodorkan layar ponselnya tepat di depan wajah Damian. "Liontin ini luar biasa! Ini karya terbaru dari Queen Elisabeth. Aku mau yang ini."Damian mengernyit. "Isabella, putra kita baru saja keluar dari rumah sakit, dan kamu malah memikirkan perhiasan?"Isabella manyun. "Memangnya kenapa? David sudah membaik, kan? Aku hanya mau hadiah kecil sebagai perayaan. Lagipula, aku ini ibu dari anakmu, Damian. Masa kamu keberatan membelikanku liontin?"Damian mendengus,

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 20

    Di dalam kamar rumah sakit mewah itu, Baby David masih terbaring lemah di ranjangnya. Tubuh mungilnya terbungkus selimut tebal, wajahnya pucat dengan selang infus terpasang di tangan kecilnya. Sebuah kelainan langka yang menyerang pembuluh darah Baby David membuat tubuhnya mengalami demam tinggi, dan muncul ruam merah di beberapa bagian kulitnya. Dokter telah menjelaskan bahwa perawatan intensif harus dilakukan untuk mencegah komplikasi serius.Di sisi ranjang, Damian duduk dengan wajah tegang, jarinya menggenggam erat tangan lemah putranya. Ia nyaris tak tidur semalaman, terus mengawasi David dengan cemas. Setiap kali putranya mengerang pelan dalam tidurnya, ia langsung panik, memastikan dokter selalu siaga.Namun, di sudut lain ruangan, Isabella duduk santai di sofa seolah tak peduli dengan kondisi putranya. Ia sibuk menggulir layar ponselnya, matanya berbinar melihat unggahan terbaru tentang koleksi perhiasan terbaru Ratu Elisabeth."Wow... desainnya benar-benar menakjubkan," gumam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status