Setelah pelatihan intens bersama Aiden Lee dan Abigail Jones, Rendy terus merenungkan pertanyaan besar yang menggantung di benaknya: jika Aiden dan Abigail adalah Nisan Pedang Spiritual keenam dan ketujuh, lalu siapa pemilik Nisan Pedang Spiritual kelima?Saat malam menjelang di Lembah Roh Kultivator, Rendy duduk termenung di bawah sinar bulan. Energi kuno yang ia rasakan saat menghadapi Duke Alastair kembali terlintas di pikirannya. Itu adalah momen ketika Pedang Elixir tampak lebih hidup, lebih kuat dari sebelumnya. Tetapi tidak ada sosok roh kultivator yang muncul seperti Aiden dan Abigail.“Aiden, Abigail,” panggilnya, memecah kesunyian. “Aku merasa sesuatu yang aneh. Nisan Pedang Spiritual kelima… aku tidak pernah benar-benar melihat siapa pemiliknya. Apa kalian tahu sesuatu tentang ini?”Abigail dan Aiden saling pandang sebelum akhirnya Aiden menjawab dengan hati-hati. “Nisan Pedang Spiritual kelima tidak seperti kami, Rendy. Tidak semua Nisan berbentuk roh kultivator yang terwu
Malam itu, di bawah langit pekat yang berhiaskan taburan bintang, Rendy berdiri di tengah lingkaran energi yang berdenyut halus di sekelilingnya. Udara malam terasa hangat bercampur aroma tanah basah, seolah semesta ikut menyaksikan perjuangannya. Cahaya redup dari Giok Naga Merah di tangannya memancarkan kilauan merah yang memantul pada permukaan Pedang Elixir yang ramping dan tajam."Fokus, Rendy," suara Aiden terdengar tegas namun tenang. Ia melangkah mendekat, posturnya tegap dengan mata yang memancarkan kebijaksanaan seorang pelatih berpengalaman. "Biarkan energimu menyatu dengan Giok Naga Merah. Jangan melawan, tetapi selaraslah dengannya."Di sisi lain, Abigail berdiri dengan anggun, tangannya bersilang di dada. "Ingat, Rendy. Pedang Elixir bukan hanya senjata. Ia hidup. Rasakan setiap getaran, setiap napasnya. Jika kau tidak bisa mendengarnya, kau tidak akan pernah mampu mengendalikannya."Rendy menarik napas dalam, membiarkan udara dingin malam memenuhi paru-parunya. Tubuhnya
Di tempat terpencil, jauh dari jangkauan peradaban, Zhang Wei sedang memulihkan diri setelah kekalahannya di Benteng Langit Kegelapan. Namun, ia tidak hanya menyembuhkan luka-lukanya—ia memperkuat dirinya dengan energi dari Kuburan Pedang Spiritual, menggabungkan kekuatan pedang-pedang legendaris dengan Qi miliknya.Di hadapannya, bayangan dari roh-roh kultivator masa lalu berbaris, memberikan kekuatan mereka dengan rela. Zhang Wei menyerap semuanya, tubuhnya memancarkan aura kegelapan yang semakin kuat.“Rendy Wang...” gumamnya dengan suara penuh kebencian. “Kali ini, kau tidak akan selamat.”Kembali ke Dragon Sky Tower, Rendy bertemu dengan Katrin Chang yang sudah menunggunya di ruang rapat utama. Katrin, dengan gaya anggun dan tajamnya, langsung memberi laporan terbaru tentang pergerakan Zhang Wei.“Tuan Muda, kami telah melacak energi Zhang Wei. Dia berada di wilayah Utara, dekat Pegunungan Kabut Abadi. Sepertinya dia sedang mempersiapkan sesuatu yang besar.”Rendy mengangguk, mat
Langit Pegunungan Kabut Abadi tampak muram, seolah menyaksikan duel para pendekar yang akan menentukan nasib dunia. Udara dipenuhi aroma besi dan energi murni yang menggema hingga ke dasar lembah. Rendy Wang berdiri dengan kokoh di atas tanah yang bergetar, tubuhnya berselimut cahaya keemasan dari Pil Qi Nirvana yang diberikan Renata Zhang. Energinya berkobar, bagaikan naga yang baru bangkit dari kedalaman samudra.Di tangannya, Pedang Naga Elixir berpendar, memancarkan aura suci yang membelah angin dengan setiap gerakan kecil. Pandangannya tajam, menatap Zhang Wei yang berdiri di seberang, dikelilingi kabut gelap yang mengalir dari Pedang Darah Kehancuran. Aura dingin dan menyeramkan menyelimuti Zhang Wei, membuatnya tampak seperti dewa kematian.“Kali ini kau tidak akan lolos, Zhang Wei,” suara Rendy menggema tegas. Pedang di tangannya bersinar terang, dan ia melancarkan serangan pembuka, Kebangkitan Naga Nirvana. Pedangnya melesat dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai berc
Rendy dan Renata kembali ke Dragon Sky Tower, membawa kemenangan mereka. Namun, Rendy tahu bahwa langkah berikutnya harus dipikirkan dengan hati-hati. Dengan kekuatan Elemental Naga Qi yang baru ia kuasai, ia harus bersiap menghadapi ancaman baru yang mungkin lebih kuat dari Zhang Wei.Di sisi lain, hubungan antara Rendy dan Renata mulai berkembang. Rendy tidak bisa mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh di hatinya, dan Renata pun merasa nyaman berada di dekat pria yang gagah dan penuh tanggung jawab ini.Namun, apakah hubungan mereka akan berjalan mulus, ataukah takdir akan membawa mereka ke arah yang berbeda?Perjalanan Rendy Wang sebagai Naga Perang baru saja dimulai di masa ini.Rendy Wang kembali ke Dragon Sky Tower bersama Renata Zhang. Meskipun pertarungan melawan Zhang Wei telah usai, perasaan lega hanya sementara. Aura misterius yang mereka rasakan di Pegunungan Kabut Abadi terus menghantui pikiran Rendy. Kegelapan yang disebut-sebut oleh suara misterius itu terasa seperti an
Langit di atas Lembah Gerhana Abadi berselimutkan kabut gelap yang menyesakkan. Aroma tanah basah bercampur bau logam menguar di udara. Suara raungan menggema, memecah kesunyian dan membuat udara bergetar. Naga Kegelapan telah bangkit, tubuhnya menjulang seperti gunung, sisik-sisiknya hitam pekat, memantulkan kilau suram di bawah cahaya bulan yang tertutup awan."Rendy, ini sudah di luar kemampuan kita!" Renata berteriak, suaranya gemetar meski ia mencoba terlihat tegar. Ia menggenggam botol kecil berisi pil spiritual yang berkilauan. "Ambil ini, setidaknya bisa memperpanjang waktu!"Rendy menggeleng, matanya menatap tajam ke depan. "Aku tidak butuh waktu lebih lama, Renata. Aku butuh keberanian. Dunia bergantung pada kita."Ia mengangkat Pedang Naga Elixir, sebuah senjata yang memancarkan cahaya emas, melawan kegelapan yang menelan lembah itu. Kilatan kilauannya membuat udara terasa hangat sejenak, sebuah oase di tengah kehancuran.Suara tawa pria bertopeng menggema. Ia berdiri di at
Rendy jatuh berlutut, napasnya terengah-engah. Keringat membasahi wajahnya, mencerminkan kelelahan setelah pertarungan sengit. Selina dan Renata segera mendekatinya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran."Kau berhasil, Rendy," ucap Renata dengan senyum lega, sambil meletakkan tangan di bahunya.Namun, Rendy tahu ini belum berakhir. Kebangkitan Naga Kegelapan hanyalah awal dari ancaman yang lebih besar. Matanya menatap jauh ke cakrawala, memikirkan langkah selanjutnya."Kita telah menang hari ini, tapi perang ini belum usai," katanya sambil berdiri perlahan, meski tubuhnya masih terasa lemah.Selina menatap Rendy dengan penuh penghormatan. "Apa langkah kita selanjutnya, Tuan Muda?" tanyanya, siap menerima perintah.Rendy memandang ke arah cakrawala. "Kita harus menemukan sumber dari kegelapan ini. Dunia belum sepenuhnya aman."Setelah kemenangan di Lembah Gerhana Abadi, Rendy, Selina, dan Renata memutuskan untuk kembali ke markas sementara di Negeri Chun Kuo. Tubuh Rendy masih terasa lem
Kabut tebal menyelimuti hutan di sekitar Kuil Tanpa Nama, menciptakan suasana yang mencekam. Tiba-tiba, dari balik kabut, muncul sesosok makhluk raksasa berbentuk iblis dengan tubuh yang terbuat dari bayangan pekat. Raungan nyaringnya menggema, membuat dedaunan bergetar dan jantung mereka berdegup kencang."Ini pasti salah satu penjaga kuil!" seru Selina, matanya membelalak saat melihat makhluk itu. Tanpa ragu, ia melompat maju, mengayunkan pedang anginnya yang berkilauan ke arah makhluk tersebut.Pedang Selina menembus tubuh bayangan itu, namun tidak ada luka yang terlihat. Makhluk itu hanya menggeram, tampak tak terpengaruh. "Serangannya tidak mempan!" teriaknya, nada suaranya mencerminkan kepanikan yang mulai merayapi dirinya.Rendy maju dengan langkah tegas, menggenggam erat Pedang Naga Elixir yang memancarkan cahaya keemasan. "Makhluk ini hanya bisa dihancurkan dengan energi murni. Biarkan aku yang menghadapinya!" katanya dengan suara penuh keyakinan.Ia memusatkan Qi Nirvana Eli
Bara Sena menarik napas panjang, lalu melemparkannya dalam pekikan perang yang menggetarkan langit-langit balairung.“AARRRGHHH!!!”Kedua tangannya bersatu di depan dada, dan seketika api melonjak liar, melingkar membentuk mandala raksasa berwarna merah keemasan yang menyelubungi tubuhnya. Api itu berkilau dengan pola-pola kuno yang menari seperti cap naga, masing-masing garisnya seperti ditulis dengan darah para leluhur.“Api Leluhur Andalas!” raungnya.Langit-langit Balairung Matahari berdetak dengan gema mantra yang terpatri di ukiran-ukiran dinding. Pilar-pilar tua yang menopang bangunan itu tiba-tiba bersinar terang, garis-garis sihir purba menyala, mengalirkan kekuatan suci dari akar sejarah Andalas. Aura mereka menyalakan seluruh balairung, menyulut langit dalam ruangan itu menjadi nyala abadi yang mendesis pelan.Api itu bukan hanya panas—ia menyengat jiwa, menusuk kesadaran, membawa kilasan ribuan tahun sejarah dan darah yang telah tertumpah demi kerajaan ini. Bara Sena kini t
Benturan pertama mengguncang dunia seakan langit dan bumi menolak keberadaan pertarungan itu. Lantai kayu Balairung Matahari retak dalam pola menjalar seperti akar pohon purba, suara kayu pecah menggemuruh dari bawah kaki mereka. Getarannya menjalar hingga ke pilar-pilar penyangga yang mulai bergoyang pelan, menebarkan debu yang turun seperti hujan abu dari langit-langit.Bara Sena, dengan tubuh kekarnya yang dipenuhi tato suci, menghantam pusaran kabut merah yang membungkus tubuh Rendy. Tinju apinya menyala menyilaukan, semburan panasnya membuat udara di sekeliling bergetar seperti fatamorgana di tengah gurun.Namun, dari balik kabut merah itu, seekor naga merah transparan meraung—raungan panjang dan purba yang menggema ke seluruh penjuru ruangan. Nafasnya menguarkan hawa panas bercampur aroma darah dan belerang. Pusaran kabut berubah menjadi pusaran angin liar yang meliuk, membelokkan hantaman Bara Sena seolah waktu itu sendiri membelanya.Bara Sena menyeringai, giginya menyeringai t
Seruni duduk tegak, tubuhnya bersandar pada kursi kayu yang tebal. Wajahnya terpelintir sedikit, matanya menyipit tajam menatap Rendy yang berdiri di hadapannya. Di udara, terasa ketegangan yang mencekam, seperti listrik yang siap meledak. Perlahan, ia menggumamkan kata-kata yang terdengar seperti peringatan, namun dibalut dengan rasa penasaran.“Elemental Naga Baru?” Suaranya serak, nyaris tak terdengar, seolah kata-kata itu berat dan penuh beban. “Kau tahu, Rendy, gelar itu bukan sekadar sebutan. Itu berarti mengguncang seluruh Andalas—menyentuh setiap sudut dunia ini.”Rendy menatapnya tanpa berkedip, setiap helaan napasnya semakin dalam, menyusup ke dalam dadanya yang berdenyut. “Aku tahu,” jawabnya dengan suara penuh tekad yang menggetarkan udara. “Dan aku tahu, aku tidak akan mendapatkan persetujuan itu hanya dengan kata-kata.”Dengan langkah perlahan namun penuh keyakinan, ia berdiri tegak. Ketegangan yang terbangun begitu kental, terasa seolah waktu berhenti sejenak. Tangan ka
Perempuan itu menghentikan kudanya beberapa meter di depan Rendy. Udara di antara mereka seolah menjadi lebih berat. Kenangan akan masa lalu—pertarungan sengit di Horizon City, perdebatan tentang kehormatan dan tujuan, dan kekaguman diam-diam yang tak pernah sempat diutarakan—kembali mengapung di udara."Kau datang sendiri, Rendy?" Seruni akhirnya berbicara, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Apa kau pikir aku akan lupa bahwa kau pernah hampir mengalahkanku di Horizon City?"Rendy tersenyum tipis. "Aku tidak lupa... dan aku juga tidak datang untuk mengulang masa itu. Aku datang membawa kabar yang bisa menyelamatkan Andalas—atau membinasakannya jika diabaikan."Seruni turun dari kudanya, lalu berjalan mendekat dengan langkah penuh percaya diri. Srikandi Andalas tetap berjaga di belakang, tangan mereka sudah menyentuh gagang senjata, bersiap untuk segala kemungkinan."Jika kau datang dengan niat baik," ucap Seruni sambil menatap lurus ke dalam mata Rendy, "mengapa tidak mengirim utus
Angin pagi membelai rambut panjang Sheila Tanoto saat ia berdiri di tepi landasan bandara jet pribadi di pinggiran Dark City. Suasana masih gelap karena waktu baru menunjukkan pukul 02.00 pagi. Matahari buatan masih mati digantikann oleh bulan buattan yang memiliki energi gravitasi bulan seperti di Khatulistiwa. Di belakangnya, lampu-lampu kota berkelip seperti bintang jatuh, sementara deru mesin pesawat pribadi Rendy menggeram pelan, siap untuk lepas landas. Bau logam dan bahan bakar memenuhi udara, menambah ketegangan yang terasa seperti benang halus yang siap putus kapan saja.Wajah Sheila disinari remang lampu bandara, menunjukkan keraguan yang dalam di matanya."Aku akan segera menyusulmu ke Khatulistiwa," ucapnya, suaranya tenang namun mengandung kekhawatiran. "Dan aku akan memerintahkan Empat Penjuru Angin untuk menemanimu ke Negeri Andalas. Setidaknya, mereka bisa menjadi pelindungmu dari pengkhianatan yang tak terduga."Rendy menoleh, siluetnya tegap dalam bayang pesawat. Mat
Udara di apartemen terasa berat, hampir pekat, seolah setiap molekul udara merapat, menahan napas mereka dalam pusaran hasrat yang menggetarkan. Di antara gemuruh jantung yang berdetak terlalu keras, tubuh Rendy dan Sheila melebur dalam tarikan naluriah—sebuah pencarian yang tak membutuhkan kata, hanya desakan naluri yang tak terbantahkan.Sheila, dengan mata berkilat dalam cahaya remang, meraih tangan Rendy. Genggamannya kecil, namun panasnya menembus kulit hingga ke nadi. Tanpa sepatah kata pun, ia menariknya melewati ruang tamu menuju kamar tidur.Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan luas dengan jendela kaca setinggi langit-langit, menghadap langsung ke hamparan Dark City yang bermandikan cahaya malam. Lampu-lampu kota berkedip seperti bintang patah yang jatuh ke bumi, menciptakan lukisan malam yang sendu sekaligus memabukkan.Langkah-langkah mereka terhenti di tepi ranjang. Sheila berbalik perlahan. Rambut hitamnya berkilau di bawah lampu gantung, mengalir seperti ti
Mata Sheila menyipit, bibirnya membentuk senyum penuh misteri. "Oh begitu? Jadi... kamu sudah tahu semua tentang tubuhku, ya?" Nadanya melengking manis, tapi ada sesuatu yang membuat udara di antara mereka mendadak terasa lebih panas. "Apa kita pernah... bercinta di sana?"Uhuk!Rendy tersedak kopi, buru-buru menahan batuknya dengan tisu. Wajahnya memerah, entah karena panas kopi atau pertanyaan lugas yang sama sekali tidak ia duga."Hihihi..." Sheila terkikik geli, menatapnya dengan tatapan jahil. Ia menyender santai di sofa, memperlihatkan leher jenjangnya dengan sangat disengaja. "Kenapa? Kaget mendengar pertanyaanku? Bukankah aku... kekasihmu?" godanya dengan suara manja, hampir berbisik."A-aku..." Rendy berusaha menguasai diri, tapi lidahnya terasa kelu. Matanya berusaha fokus ke cangkir di tangan, tidak berani menatap langsung ke mata Sheila yang berbinar penuh rasa ingin tahu.Melihat Rendy gugup justru membuat Sheila semakin bersemangat. Ia mendekat sedikit, memperkecil jarak
Gemuruh sorak-sorai membahana di seluruh penjuru Dark City. Malam itu, langit Negeri Malam seolah terbakar oleh kembang api yang menghujam ke udara, meledak dalam semburat warna merah darah dan biru keunguan. Udara dipenuhi aroma manis dari bunga-bunga yang dihiasi sepanjang jalan, bercampur dengan bau hangat makanan yang dibakar di setiap sudut festival.Kemenangan atas Azerith — Sang Pewaris Malam yang selama ini menjadi duri dalam upaya Sheila untuk membangun negeri ini — terasa seperti beban besar yang akhirnya terangkat dari dada semua orang. Negeri Malam, untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, merasakan apa itu kebebasan.Renata dan Jessy berdiri di tengah kerumunan, senyum mereka merekah di bawah cahaya lentera. Kilatan kebahagiaan di mata mereka membuat keduanya tampak lebih muda dari biasanya. Rencana untuk kembali ke Negeri Khatulistiwa pun mereka tangguhkan tanpa ragu, terpikat oleh atmosfer penuh sukacita ini.“Aku rasa... kita memang harus tinggal lebih lama,” ujar Je
The Killer berdiri di tengah medan, darah hitam menetes dari lengannya, menodai tanah Negeri Malam yang retak. Untuk pertama kalinya dalam berabad-abad, ia merasakan tekanan—bukan dari satu musuh, tapi dari kekuatan bersatu.Jessy menggenggam erat pedang lebarnya yang bergetar karena energi spiritual. Napasnya berat, tapi matanya penuh keyakinan. Di sisi lain, Renata mengaktifkan mode serangan penuh dari Nova-Core, tubuhnya dilapisi armor spiritual tipis berkilau biru muda. Kupu-kupu logam di belakangnya mulai berubah, mengepakkan sayap berbentuk bilah tajam, siap menghujani The Killer kapan saja.Sementara itu, Rendy, walau masih berlutut dan tubuhnya gemetar, membuka matanya perlahan. Cahaya keemasan samar mulai berkedip di dalam irisnya — tanda bahwa sebagian kecil energi Naga Perang mulai bangkit kembali.The Killer menggeram rendah, suaranya seperti dua dimensi bertabrakan.“Aku... tidak akan berakhir di sini...”Dengan satu gerakan memutar, tubuhnya membelah menjadi sepuluh baya