LOGINTiga hari berlalu. Pagi itu, halaman utama Akademi Shutian dipenuhi para murid dari kelas pemula hingga kelas menengah. Suasana tegang namun semangat menyelimuti udara. Banyak wajah menunjukkan antusiasme, sebagian lagi pucat karena cemas menghadapi ujian besar yang menanti.Hari ini adalah pembukaan Gerbang Alam Reruntuhan Langit—tempat yang hanya terjadi beberapa kali dalam setahun.Di tengah kota, bangunan tinggi menyerupai gerbang raksasa berdiri megah. Bentuknya seperti pintu batu setinggi menara, dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang berkilap samar di bawah sinar matahari. Banyak murid baru melihatnya dengan mata terbelalak. Meskipun bangunan itu telah berdiri sejak zaman leluhur kota Tianhu, aura yang memancar darinya tidak pernah kehilangan ketegasan yang membuat setiap orang merasa kecil.Konon, gerbang itu bukan sekadar bangunan, melainkan segel yang menghubungkan dunia luar dengan wilayah misterius yang ditinggalkan leluhur kuno.Sebuah alam rahasia.Sebuah ruang terpisah yang
Tetua Chen Hong meninggalkan perpustakaan. Setelah itu, perpustakaan kembali hening. Rak-rak tinggi, tumpukan kitab kuno, dan aroma debu tua menyelimuti ruangan, menyisakan Li Zi dan Xian Yue berdiri berhadapan.Xian Yue menarik napas perlahan. Beban yang menahan kultivasinya selama ini akhirnya terpecahkan—dan semua itu berkat Li Zi. Ia menunduk sedikit, senyumnya lembut namun tulus.“Terima kasih banyak, Li Zi,” ucapnya. “Hampir saja aku mengganti teknik kultivasiku jika kamu tak membantu menerjemahkan teknik itu. Aku tak tahu harus bilang apa.”Li Zi mengibas tangan. “Tidak perlu sungkan. Kalau kau menemukan kitab kuno lain yang sulit kau pahami, datangi saja aku. Aku tidak akan keberatan membantu.”Ucapan sederhana itu membuat wajah Xian Yue sedikit merona. Cahaya senja yang masuk dari jendela memantul pada rambut hitamnya, menciptakan siluet lembut yang membuatnya tampak seperti lukisan hidup. Momen itu sempat membuat Li Zi terpaku beberapa detik—meski ia cepat menahan diri dan
Li Zi menerima kitab tebal berbalut kulit hitam yang disodorkan Tetua Chen Hong. Helaan napas pelan keluar dari bibirnya begitu ia membaca tulisan di sampul depan. Huruf-huruf kuno yang tergores di sana seolah hidup, tua dan berat.“Langit dan Bumi,” gumam Li Zi lirih.Tulisan itu menggunakan aksara zaman kegelapan. Namun, begitu pandangannya menelusuri baris demi baris, matanya memancarkan cahaya tipis. Simbol-simbol rumit yang bagi orang lain hanyalah goresan tak bermakna, baginya bagaikan melodi yang bisa ia dengar dan pahami.Chen Hong memperhatikannya dengan pandangan ragu, kedua tangannya disilangkan di dada. “Kitab itu bukan tumpukan kertas biasa,” katanya tenang namun tajam. “Kalau kau mencoba menipu, bahkan sedikit saja, aku akan tahu.”Li Zi tersenyum tipis. “Saya tidak berani, Tetua.”Ia menurunkan kitab itu ke atas meja di tengah ruangan, lalu mengambil pena dan selembar kertas putih. Di sekitar mereka, suasana menjadi hening. Bahkan Xian Yue menahan napasnya, menatap dala
Beberapa detik pertama berjalan normal. Udara masih hangat, hening, hanya suara napas mereka yang terdengar di antara barisan rak buku tua yang menjulang tinggi. Namun, tak lama kemudian, sesuatu mulai berubah.Hawa dingin lembut tiba-tiba menyelimuti ruangan. Suhu turun perlahan, membuat napas mereka terlihat seperti kabut tipis yang menari di udara. Suara kertas tua yang bergoyang karena embusan Qi halus terdengar samar.Xian Yue, yang memejamkan mata sejak ia mulai merapal teknik hasil terjemahan Li Zi, tampak tenang. Rambutnya berkibar ringan, seolah dihembus angin lembut dari dunia lain. Di sekeliling tubuhnya, aliran Qi biru pucat berputar perlahan, membentuk pusaran kecil yang indah sekaligus menggetarkan.Shen Du sedari tadi berdiri dengan tangan terlipat di dada, awalnya hanya tersenyum sinis. Tapi saat hawa dingin itu mulai terasa nyata, senyumannya menghilang perlahan. Pandangannya membulat ketika melihat arus Qi di tubuh Xian Yue berputar dengan lancar dan harmonis—tidak a
Shen Du menatap Li Zi dengan penuh ejekan. Matanya yang tajam seperti bilah pedang berkilat menyorot penuh kesombongan. Ia mendengus. “Bertaruh? Kau terlalu sombong. Anak buangan sepertimu tahu apa tentang bahasa kuno? Jangan bermimpi menipu kami hanya karena kau bisa mempermalukan Guru Huang.” suaranya rendah tapi mengandung penghinaan. Li Zi terkekeh pelan, nada suaranya seperti pisau halus. “Kalau kau takut kalah, bilang saja,” ujarnya santai. “Tak perlu menyembunyikan rasa takutmu di balik kata-kata kasar. Aku tahu tidak semua bangsawan punya nyali sebesar mulutnya.” Beberapa detik suasana menjadi hening. Kata-kata itu menusuk dalam, membuat urat di pelipis Shen Du menegang. Ia jarang, bahkan hampir tak pernah, diejek seperti ini—apalagi oleh seseorang yang menurutnya sampah. “Kau... benar-benar berani bicara begitu padaku?” desis Shen Du, suaranya bergetar menahan amarah. Li Zi menatapnya datar. “Aku hanya bicara sesuai fakta.” Wajah Shen Du memerah, antara amarah dan gengs
Li Zi berpura-pura berpikir sejenak. “Sedikit. Aku pernah membaca naskah serupa di perpustakaan Klan Li sebelum… ya, sebelum aku diusir.”Nada suaranya terdengar ringan, tapi ada ketegangan samar di balik kata-katanya. Xian Yue diam sejenak. Ia tahu reputasi pemuda itu—sampah buangan dari klan Li, namun anehnya selalu bisa membuat kejutan.Akhirnya ia mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari cincin ruangnya. Cahaya perak berkilau sesaat ketika gulungan itu terbuka.“Kalau begitu, buktikan,” katanya. “Ini teknik rahasia keluarga Xian. Aku tak mengerti separuh simbol di dalamnya. Kalau kau benar memahami bahasa kuno, terjemahkanlah.”Li Zi menerima gulungan itu dengan kedua tangan. Matanya menyipit sedikit saat membaca deretan simbol aneh yang berputar seperti mantra hidup. Sebagian besar tulisan itu tampak asing, bahkan bagi pengetahuannya sekarang.‘Sial… ini benar-benar bahasa kuno tingkat tinggi,’ batinnya. ‘Kalau aku menerjemahkan asal-asalan, bisa-bisa dia tahu aku berbohong.’Sis







