Share

Bab 7. Noda Lipstik

Senyum Damar merekah kala mendapat kabar baik dari Gendis. Wanita itu telah mendapatkan uang yang dibutuhkannya. Semua dana pinjaman dari sang kakak ipar, sudah masuk ke rekening milik Damar.

Melihat nominalnya, pria itu yakin bisa membelikan sesuatu yang diinginkan Vivian. Mengingat kekasihnya tersebut, Damar segera menghubungi wanita itu.

“Halo, Sayang. Mas sudah mendapatkan uang dari Gendis. Kamu pengen beli apartemen di mana?” ajak Damar dengan wajah yang berseri-seri. Ia bisa membayangkan bagaimana bahagianya Vivian mendengar kabar baik ini, pun balasan dari kekasihnya setelah memberikan hal yang wanitanya itu inginkan.

Damar dan Vivian berjanji untuk bertemu di sebuah agen properti. Hunian apartemen mewah di salah satu bilangan kota Jakarta menjadi pilihannya. Apalagi, akses untuk menuju ke kantor tidak terlalu jauh. Sehingga, dengan begitu dapat memudahkan Damar jika pulang pergi ke apartemen miliknya bersama Vivian.

Dengan dana satu milyar di rekening, Damar dapat mencicil sebuah apartemen seharga 5,5 milyar selama dua tahun di kawasan Jakarta Selatan, uang tersebut sebagai DP-nya.

Wajah Vivian berbinar dengan bibir yang selalu merekah saat bertatapan dengan Damar. Setelah seharian berkeliling, melihat-lihat hunian yang pas untuk ditinggali kekasihnya. Damar terlihat sangat kelelahan. Kebetulan, barang-barang Vivian memang tidak terlalu banyak sehingga memudahkan mereka untuk berkemas dan secepatnya pindah.

Terpaksa, Vivian memesan makanan secara online untuk makan malam bersama Damar karena sejak selesai berbenah tadi, kekasihnya itu telah meringkuk di kasur dengan pulas.

Bahkan, panggilan dari Gendis di ponsel Damar sama sekali tidak pernah di angkatnya. Sehingga, wanita itu menghubungi Vivian. Melihat panggilan dari Gendis, Vivian mengernyit heran. Ada apa malam-malam begini Gendis menelepon?

“Halo. Tumben Mbak Gendis menelepon malam-malam begini?” tanya Vivian.

“Mbak mau tanya sesuatu sama kamu tentang Mas Damar.”

“Bisa, Mbak. Memangnya ada apa dengan Mas Damar?” tanya Vivian sambil melirik Damar yang masih ada di sampingnya.

“Kamu tahu Mas Damar pergi ke mana? Mbak hubungi kantor tadi siang katanya dia enggak ada di sana. Apa tadi sama kamu? Katanya kamu juga sedang keluar?” tanya Gendis di luar sana. Mendengar pertanyaan Gendis, jantung Vivian tiba-tiba seolah melompat dari tempatnya.

Namun, bukan Vivian kalau tidak bisa mengendalikan keadaan.

“Oh iya, Mbak. Tadi siang Mas Damar dan aku memang keluar. Ada pekerjaan mendesak. Tapi, setelah sore kami berpisah. Memangnya kenapa, Mbak? Mas Damar belum pulang?” tanya Vivian berpura-pura. Sungguh aktingnya sangat meyakinkan. Kalau ada casting menjadi artis pasti dia akan mendapatkan peran utama.

“Iya, Vi. Akhir-akhir ini Mas Damar berbeda. Seperti punya rahasia. Tapi Mbak enggak tahu itu apa. Oh iya, kita bisa ketemu besok? Ada sesuatu yang harus Mbak bicarakan,” mohon Gendis yang langsung disanggupi Vivian.

Setelah panggilan telepon tersebut terputus, Vivian memikirkan sesuatu yang membuatnya tersenyum licik. Kali ini, wanita itu akan membuat rencana yang akan menguntungkan untuknya.

**

Sudah pukul sepuluh malam, Damar belum juga pulang ke rumah. Membuat Gendis merasa gelisah tidak menentu. Ia semakin curiga kepada suaminya itu. Damar seperti menyembunyikan sesuatu, tetapi dia tidak tahu itu apa. Hari ini, Gendis mencoba untuk memastikan sang suami ada di kantor ketika pulang terlambat lagi.

Ternyata, Damar tidak ada di kantor sejak tadi siang. Lantas ke mana suaminya pergi? Itulah yang terus terngiang-ngiang di benaknya. Pertanyaan yang membuat dia tidak bisa tenang dan terus merasa gelisah.

Tidak lama, suara deru mobil terdengar masuk ke teras rumah. Gendis menyimpulkan kalau itu kendaraan milik Damar. Gendis keluar dari kamar dan menyambut suaminya.

“Mas ...,” teriak Gendis sambil berjalan ke arah Damar yang baru saja masuk. Pria itu tersentak melihat istrinya masih belum tidur malam-malam begini. Tidak biasanya.

“Mas kok baru pulang lagi? Dari mana?” tanya Gendis.

“Biasa, Sayang. Mas kan habis kerja,” jawab Damar sambil mengangsurkan tas di tangannya. Membuka kancing, serta dasi yang melekat di leher kemejanya.

“Lembur?” tanya Gendis dengan alis yang terangkat, dibalas dengan gumaman sang suami setelah sampai di dalam kamar.

“Lembur di mana?” tanya Gendis kembali. Kali ini dengan tatapan yang tidak biasa, membuat Damar yang merasakan perubahan sikap sang istri memandang dengan gugup.

“Kok kamu nanya gitu sih? Ya di kantor lah,” jawab Damar kembali dengan entengnya. Dia tidak tahu Gendis telah menelepon kantor tadi siang. Pun sama sekali tidak mendapatkan informasi apa pun dari Vivian di apartemen tadi. Padahal, sebelum pulang mereka melewati hal yang panas bersama.

“Mas jangan bohong. Dari tadi siang aku coba hubungi nomor Mas tapi enggak diangkat-angkat. Terus aku telepon kantor, katanya Mas enggak ada di sana dari tadi siang. Terus Mas pergi ke mana? Oh itu yang disebut kerja di kantor?” sindir Gendis membuat Damar membelalakkan matanya. Ia terkejut, Gendis bisa mengetahui kalau dirinya tidak ada di kantor seharian.

Dalam otaknya terus mencari alasan yang tepat untuk meredam segala pertanyaan yang terus saja dilontarkan sang istri.

“Mas tadi ada pertemuan di luar, Sayang. Malamnya ketemu teman dan ngobrol sampai malam. Jadi, Mas baru pulang.” Lagi-lagi kebohongan terus saja meluncur dari bibir Damar untuk menutupi segala dustanya.

“Teman yang mana, Mas?” cecar Gendis membuat Damar tidak nyaman dan merasa gerah. Secara tidak sadar ia membentak Gendis karena terpojok. Ia sudah tidak bisa lagi menjawab terus-menerus pertanyaan sang istri.

“Sudahlah. Mas capek. Kalau kamu tidak percaya, itu terserah. Aku ingin mandi sekarang!” teriak Damar kepada Gendis membuat istrinya itu tersentak. Sudut hati Gendis berdenyut nyeri mendengar perlakuan tidak enak dari suaminya. Sadar atau tidak, pria itu mulai menorehkan luka di hati istrinya, Gendis. Memberikan sedikit kekecewaan di lubuk yang paling dalam.

Gendis meraih kemeja kotor yang Damar lemparkan ke atas kasur, merogoh saku takut ada benda berharga yang terselip di sana sebelum ia masukkan ke keranjang cucian. Wanita itu mengernyit saat melihat noda lipstik di kerah kemeja Damar, lalu menghirupnya. Ternyata benar, ada parfum wanita menempel di sana.

Gendis bergeming, sejenak dia berpikir apa sebenarnya yang suaminya lakukan di luar sehingga selalu pulang malam? Lantas, siapa wanita yang meninggalkan noda pewarna bibir itu? Lalu bagaimana reaksi Gendis menemukan hal ini?

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status