Share

Punishment

"Aww sakit." Ana merintih kesakitan sambil memegangi pergelangan tangannya.

Sesampainya di rumah, Gerald langsung menarik tangan Ana dengan kasar. Bahkan Ana harus terseok-seok karena Gerald berjalan dengan cepat. Ia sudah seperti sapi yang dipaksa untuk bekerja.

"Aku mohon lepaskan tanganku." Ana terus-terusan merintih kesakitan. Ia menatap pergelangan tangannya yang membiru akibat cengkraman kuat jari Gerald.

Semua orang yang ada di rumah hanya menatap Ana dengan wajah prihatin. Tapi berbeda dengan Asti yang menatap jengah ke arah Ana, seolah-olah hal ini sudah sangat biasa di rumah ini.

Sesampainya di kamar Ana, Gerald langsung menghempaskan tubuh Ana ke atas ranjang. Sedikit terdengar suara dentuman saat tubuh Ana memantul di ranjang. Gerald berjalan mendekat, satu kakinya menekuk ke atas ranjang. Tangan Gerald mencengkram dagu Ana agar gadis itu menatap ke arahnya.

"Aku sudah memberikanmu peringatan berulang kali tapi kau selalu tak mengindahkannya." Gerald semakin mencengkram dagu Ana hingga jejak jarinya meninggalkan jejak merah di wajah Ana.

"Kenapa kau tidak memberitahuku tentang keadaan nenekku!" Ana mengepalkan tangannya kuat-kuat dan mencoba memberanikan dirinya.

"Nenek mengalami buta, ia sudah tidak bisa melihat lagi dan kau menyuruhku untuk tenang? Dimana hati nuranimu!" Ana membentak Herald tepat di wajahnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya untuk sikapnya barusan.

"Kau memang iblis!" Ana menatap Gerald dengan tatapan kebencian.

"Kau memang benar, aku memang iblis." Gerald mengatakannya sambil tertawa.

"Sekarang hukuman apa yang harus ku berikan padamu hmm?" Gerald tersenyum angkuh.

Gerald tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Ia bahkan benar-benar sedang memikirkan hukuman apa yang harus ia berikan kepada Ana agar gadis itu akan berpikir dua kali untuk melanggar ucapannya.

"Tutup pintunya Kevin!" teriak Gerald memerintah Kevin untuk menutup pintu kamar Ana.

Seketika nyali Ana ciut. Ana gemetar ketakutan saat bantingan suara pintu bergema di dalam kamar. Ia merasa takut melihat wajah Gerald yang sedang terlihat marah.

Gerald melepaskan cengkraman tangannya dari dagu Ana. Gerald mendorong tubuh Ana hingga benar-benar terlentang di atas ranjang.

"Buka semua bajumu!" perintah Gerald yang membuat mata Ana bergetar ketakutan.

Ana mencoba memundurkan badannya. Tangannya menyilang di depan dadanya. Matanya menatap takut-takut ke arah Gerald yang mulai melepaskan satu persatu kancing kemejanya. Ana merasa oksigennya di renggut secara perlahan, ia mulai kesusahan bernafas karena rasa ketakutan dalam dirinya.

"Kau ingin aku yang melepaskan bajumu?" Gerald menaikkan satu alisnya sambil mengeluarkan senyum iblisnya.

Gerald menunggu respon gadis di depannya yang terlihat ketakutan. Tangan Gerald selesai melepas kancing kemejanya. Gerald membuang sembarangan kemeja yang ia pakai hingga menampilkan otot-otot perutnya yang terbentuk indah karena ia rajin berolahraga.

Badannya membungkuk mendekatkan badannya ke badan Ana. Ia merangkak menaiki kasur tanpa membuat suara.

"Kau benar-benar ingin aku yang membukanya?" Gerald menyeringai, tangannya sudah menyentuh tali tipis yang terletak di bagian dada dres yang dikenakan oleh Ana.

Ana memalingkan wajahnya ke samping saat kepala Gerald mendekat ke wajahnya. Tangannya masih menyilang di depan dada agar Gerald tidak menyentuh bagian atas dari tubuhnya.

Gerald tersenyum senang melihat raut ketakutan di wajah Ana. Gadis itu malah terlihat lebih menggemaskan dengan wajah seperti itu. Gerald memegang kedua tangan Ana dan menyingkirkannya dari dada perempuan itu. Ia harus mengeluarkan sedikit tenaga karena Ana terus berusaha mempertahankan posisi tangannya.

Gerald mengikat kedua tangan Ana di kepala ranjang. Gerald mulai menundukkan kepalanya, ia mulai mengecup kening Ana, kemudian kedua pipi, hidung, dan berhenti di bibir perempuan itu.

"Kali ini aku tidak akan berhenti." ujar Gerald dengan seringai liciknya. Ia merasa harus membalas dendam untuk kejadian kemarin malam.

Gerald mendaratkan ciumannya ke bibir Ana. Gerald mulai melumat lembut bibir Ana yang berwarna pink, dan setelah ini bibir Ana akan berwarna merah karena ulahnya dan Ana tidak butuh pewarna bibir. Gerald semakin mencium bibir Ana dalam, ia mulai mengabsen satu persatu gigi Ana.

"Mmmh." Ana berusaha menggerakkan badannya yang berada di bawah kungkungan badan besar Gerald. Tenaganya tidak ada tandingannya dengan tenaga Gerald yang jauh lebih kuat dari tenaganya.

Gerald menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Ana. Gerald tersenyum tipis, ia dapat melihat samar-samar bekas kissmark yang ia buat kemarin malam. Gerald berjanji akan membuatkan kissmark lagi untuk Ana, bahkan jika kissmark itu hilang ia akan membuatkannya lagi dan lagi.

Bibir Gerald bermain-main di area leher Ana yang sensitif. Beberapa kali ia membuat gigitan kecil hingga membuat Ana bergerak gelisah di bawahnya. Tangan Gerald menarik tali baju di dada Ana. Setelah berhasil melepas ikatan tali, tangan Gerald menyusuri paha mulus Ana.

Ana melebarkan matanya saat merasa sebuah tangan mengelus pahanya. Gelenyar aneh Ana rasakan saat sentuhan tangan Gerald di pahanya semakin merambat naik ke atas.

"Ahh." desahan lolos dari bibir Ana saat tangan Gerald berhasil menyentuh pusat nya yang masih dilapisi celana dalam.

"Kau menyukainya?" Gerald tersenyum kemenangan karena bisa membuat Ana mendesah.

Mata Gerald sudah tertutup kabut gairah. Tangannya dengan tidak sabaran menaikkan dress Ana hingga ke atas dada.

"Aku mohon jangan lakukan itu!" Ana berteriak histeris saat tubuhnya yang hanya terbalut underwear terpampang di hadapan Gerald.

"Shut. Kau hanya perlu menikmatinya saja sayang." Gerald menatap takjub tubuh Ana yang terlihat sangat menggairahkan.

Tangan Gerald mengusap paha Ana dan terus naik hingga berhenti di bawah dua gundukan milik Ana. Matanya menggelap menatap dua gundukan Ana yang menyembul dari tempatnya.

Sedangkan Ana hanya bisa menangis melihat dirinya dilecehkan oleh laki-laki di depannya. Tangannya mencengkeram dasi yang mengikat tangannya.

"Hiks hiks." Ana memejamkan matanya, ia tidak ingin melihat semua kelakuan brengsek Gerald kepadanya.

"Hmm hiks." Ana menggigit bibirnya menahan desahan saat tangan Gerald meremas dadanya.

Gerald melepaskan semua pakaian Ana. Laki-laki itu mengecapi semua tubuh Ana hingga meninggalkan beberapa bercak merah di tubuh Ana.

"Are you still virgin?" tanya Gerald memastikan. Ana hanya diam tidak menjawab.

"Jika kau masih virgin aku akan bermain lembut padamu, jadi jawablah. Atau kau ingin aku bermain kasar padamu?" ujar Gerald memberikan pilihan pada Ana.

"Apa pedulimu, kau tetap akan melakukannya kan?" Ana menatap sinis Gerald.

Gerald mengeraskan rahangnya, ia tidak suka dengan nada bicara dan tatapan Ana kepadanya.

"Baiklah jika kau ingin aku bermain dengan kasar, aku akan mengabulkannya."

Gerald mulai melakukannya. Walaupun ia sempat mengancam Ana akan melakukannya dengan kasar, tapi Gerald melakukannya dengan lembut. Ia tahu ini adalah pertama bagi Ana dan ia tidak ingin membuat gadis itu sampai kesakitan.

"Ahhhh Anaaa." erang Gerald di ujung pelepasannya. Tubuhnya ambruk ke tubuh Ana.

Ana memejamkan matanya. Tubuhnya sangat lelah setelah melakukannya ditambah lagi berat badan Gerald yang harus ia tumpu. Ana dapat merasakan nafas teratur Gerald di dadanya, sepertinya laki-laki itu sudah tertidur. Ana ingin menyingkirkan tubuh Gerald dari badannya tapi sayang tangannya masih terikat di kepala ranjang.

Lama kelamaan rasa kantuk mulai menjalar dan membuatnya menutup matanya perlahan. Ana terbangun ketika mendengar suara pintu yang ditutup dari luar. Ia menatap jendela kamarnya yang menunjukkan langit yang sudah menggelap. Ana mengerutkan keningnya, ikatan di tangannya sudah terlepas dan tubuhnya ditutup oleh selimut sebatas dadanya.

Ana menengokkan kepalanya ke samping, ia tidak menemukan sosok Gerald di atas tempat tidurnya. Ia yakin jika Gerald yang menyelimuti tubuhnya dan melepas ikatan di tangannya. Ana mendudukan dirinya, ia meringis saat merasakan sakit di bawah sana.

Ana tertawa getir menatap cermin yang ada di meja rias yang memantulkan dirinya dengan penampilan acak-acakan. Ana sudah kehilangan semua yang ia miliki hingga tidak ada yang tersisa dari semuanya. Sekarang jika ia berharap untuk tidak bertemu dengan Gerald di hidupnya apakah bisa?

Ana berusaha untuk berjalan ke kamar mandi meski harus menahan rasa perih di inti tubuhnya.

"Aww sshh." Ana meringis merasakan perih.

Selama lima belas menit Ana berendam air hangat, setidaknya tubuhnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selesai mandi Ana pergi ke ruang makan. Suasana rumah sangat sepi bahkan Ana tidak mendengar suara apapun.

"Non ingin makan? Biar bibi siapin." bi Asri muncul dari dapur dan menawarkan Ana makan malam. Ana menganggukkan kepalanya.

Ana menarik salah satu kursi dan duduk disana. Ana mengedarkan pandangan ke sekitar, ia tidak menemukan sosok Gerald di sana.

"Silahkan non."

"Terimakasih bi."

Ana memakan makanannya dengan cepat. Ia ingin cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya untuk menghindari Gerald. Karena di rumah ini hanya kamarnyalah tempat paling aman bagi dirinya.

Asti tiba-tiba muncul dari halaman belakang. "Bi bisa buatkan jus mangga untuk tuan Gerald?" pinta Asti ke bi Asri.

"Kenapa nggak kamu yang bikin sendiri." ujar bi Asri.

"Aku capek bi seharian bersihin rumah, nggak kayak orang yang bisanya cuman nyantai-nyantai aja." ujar Asti sambil melirik sinis ke arah Ana.

Bi Asri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap ponakannya. Bi Asri berjalan ke dapur memilih mengalah untuk membuatkan jus mangga.

"Enak ya pulang ke rumah langsung tidur, habis tidur langsung makan." ujar Asti menyindir Ana.

Ana hanya membiarkannya tanpa berniat membalas sindiran Asti. Lagipula untuk apa Ana harus membalasnya, ia hanya ingin menghabiskan makan malamnya dengan tenang. Ia tahu sejak awal kedatangan dirinya di rumah ini Asti memang terlihat tidak menyukainya. Ana sendiri juga tidak tahu kenapa Asti tidak menyukainya, ia merasa ia tidak pernah membuat masalah dengan perempuan itu.

"Ini." bi Asri datang dengan membawa segelas jus mangga dan memberikannya ke Asti.

Tanpa mengucapkan terima kasih Asti langsung melenggang pergi begitu saja.

"Non maafin sikap Asti ya. Asti emang orangnya begitu suka ceplas ceplos." ujar bi Asri merasa bersalah.

"Nggak papa bi." Ana tersenyum maklum menghadapi sikap Asti.

"Non butuh sesuatu yang lain?" tanya bi Asri.

"Nggak bi." Ana berdiri membawa piring bekas makanannya ke dapur.

"Biar bibi aja non." ujar bi Asri merebut piring bekas makan yang di bawa Ana.

"Nggak papa bi ini kan piring bekas aku makan." Ana masih mempertahankan piring di tangannya.

"Nanti bibi bisa di marahin sama tuan gara-gara ngebiarin non nyuci piring." Ana akhirnya melepaskan piring di tangannya. Ia tahu orang seperti apa itu Gerald. Laki-laki itu tidak suka jika dibantah.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adi Adi
baca harian
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status