Share

Past stories

"Sir hari ini kita ada rapat dengan tuan Peter pukul dua siang." ujar Jack asisten Gerald.

Jari Gerald yang sedang menggeser layar tablet berhenti seketika saat mendengar nama ayahnya disebutkan.

"Apa anda ingin meng cancel nya sir?" tanya Jack memastikan. Ia sangat tahu bagaimana hubungan antara kedua orang ayah dan anak itu.

"Tidak perlu." tolak Gerald. Entah sudah berapa lama ia tidak bertemu ayahnya itu. Apa Gerald merindukan ayahnya? Jawabannya tidak, ia tidak pernah merindukan laki-laki tua itu.

Tiba-tiba Gerald tersenyum ketika ia mengingat kejadian kemarin. Sepertinya kemarin ia membuat Ana sangat kelelahan. Ia ingat setelah melakukannya ia tertidur di atas badan Ana. Ia yakin jika perempuan itu pasti merasa sangat berat saat tubuh besarnya menindih tubuh mungilnya. Bahkan saat ia terbangun dari tidurnya ia masih dalam posisi yang sama. Karena tidak tega melihat Ana yang kelelahan, akhirnya Gerald menyingkir dari tubuh Ana dan melepaskan tali di tangan Ana dan menyelimuti badan perempuan itu.

Ia sedikit merasa senang karena ia laki-laki pertama untuk Ana. Ana gadis yang sangat plin plan menurutnya. Kadang gadis itu berani membentak nya dan mengabaikan perkataannya, tapi kadang juga perempuan itu terlihat sangat takut kepadanya. Bahkan beberapa kali ia dapat melihat badan Ana yang gemetar ketakutan karena ulahnya.

"Sir kita sudah sampai." ucapan Jack menyadarkan Gerald dari lamunannya.

Gerald menatap gedung kantor tiga puluh lantai di depannya. Gerald merapikan jas nya sebelum memasuki kantor di depannya. Semua orang yang berada di kantor menunduk hormat ketika Gerald berjalan melewati mereka.

"Silahkan sir." Jack membukakan pintu ruangan meeting yang sudah ada beberapa orang di dalamnya.

Gerald mengambil tempat duduk di bagian paling depan khusus untuk pemimpin. Gerald menyandarkan punggung di sandaran kursi. Bibirnya tersungging menatap pria tua yang duduk di hadapannya.

"Maaf bisa kita mulai?" tanya salah satu karyawan wanita.

"Silahkan." balas Gerald memperbolehkan.

Semua orang di dalam ruangan terlihat fokus melihat ke arah layar dan mendengarkan karyawan wanita yang sedang menjelaskan.

"Senang bekerja sama dengan anda sir." ujar Gerald menjabat tangan Peter yang tak lain adalah ayahnya sendiri.

"Senang juga bekerja denganmu." balas Peter dengan senyum miringnya.

Meeting selesai, semua orang mulai meninggalkan ruangan yang hanya menyisakan Gerald dan Peter ayahnya. Peter terlihat menatap tajam Gerald yang duduk di depannya.

"Sepertinya akhir-akhir ini kau terlihat sangat sibuk sampai tidak pernah datang ke rumah untuk menemui ayah dan ibumu." ujar Peter yang lebih dahulu membuka pembicaraan.

"Siapa yang kau sebut ibuku? Ibuku sudah mati sepuluh tahun yang lalu." ujar Gerald santai.

Peter mendengus mendengar perkataan putranya. Ia sama sekali tidak merasa tersindir dengan apa yang dikatakan oleh putranya. Karena laki-laki itu memang benar jika istrinya sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu karena depresi.

"Dan siapa yang kau sebut ayahku? Ayahku sudah tidak ada lima belas tahun yang lalu." lanjut Gerald yang membuat fokus Peter sepenuhnya ke arahnya.

Gerald menatap sinis ayahnya. Ayah yang tidak ingin ia sebut sebagai ayahnya. Ayah mana yang tega membunuh anaknya sendiri, dan tega membunuh istrinya sendiri. Ayah yang membuatnya harus kehilangan ibu dan adiknya dalam waktu yang tidak lama. Ayahnya meninggalkan mereka saat ia berumur lima belas tahun dan adiknya yang berumur tujuh tahun.

Ayahnya yang tidak pernah memberikan perhatian kepada mereka. Bahkan saat adiknya sakit laki-laki itu tidak ada di samping mereka dan malah pergi dengan perempuan lain. Saat adiknya meninggal laki-laki itu datang dengan selingkuhannya ke rumah dan dengan tidak tahu malunya mereka menemui ibunya.

Setelah kematian adiknya, mental ibunya menjadi tidak terkendali. Ibunya mengalami depresi selama tiga tahun. Gerald sendiri yang merawat ibunya tanpa bantuan ayahnya. Setelah selama tiga tahun ayahnya pergi dengan perempuan lain, ayahnya kembali lagi dengan perempuan itu untuk melihat keadaan ibunya. Ibunya kembali mengalami depresi sampai Gerald tidak bisa lagi mengendalikan ibunya dan ia terpaksa harus membawa ibunya ke rumah sakit jiwa. Itu semua ia lakukan agar ibunya dijaga dan mendapat perawatan terbaik. Ia hanya ingin ibunya sembuh dan bisa hidup bahagia bersamanya.

Gerald berdiri dari duduknya, tapi sebelum ia berhasil berdiri dari duduknya ucapan Peter berhasil menghentikannya.

"Bukan ayah yang membunuh ibumu, ibumu meninggal karena keinginannya sendiri." ujar Peter.

Rahang Gerald mengeras mendengar apa yang dikatakan ayahnya. Matanya menajam menatap pria tua di depannya. Kedua tangannya juga sudah mengepal bersiap menghabisi pria tua di depannya. Ia tidak akan memberi ampun walaupun ia adalah ayahnya sendiri, sedangkan laki-laki itu bahkan tidak pernah menganggap keberadaan ia, adik, dan ibunya.

"Brengsek!" Gerald maju ke depan dengan tangan yang terkepal siap memukul wajah pria di depannya.

Sebelum tangannya bisa menyentuh wajah ayahnya, tangannya sudah di cekal lebih dulu oleh bodyguard ayahnya yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Nafas Gerald terengah-engah menatap ayahnya yang menatapnya dengan tatapan datar.

Peter berdiri dari duduknya dan melenggang pergi dari ruang rapat dengan santai. Gerald menggerakkan badannya melepaskan cekalan bodyguard ayahnya. Tatapan tajamnya tidak lepas menatap punggung ayahnya yang hilang di balik pintu.

Brakk

"Arghh sialan!" Gerald menggebrak meja hingga menimbulkan suara gebrakan yang keras memenuhi ruangan.

Jack menundukkan kepalanya saat Peter melewatinya. Jack langsung masuk ke dalam ruangan begitu mendengar suara gebrakan yang kencang dari dalam ruangan. Ia mendekat ke arah bos nya dengan sedikit keraguan karena melihat bos nya sepertinya sedang dalam keadaan emosi.

"Sir anda ingin kembali ke kantor sekarang?" tanya Jack.

"Kembali ke kantor sekarang!" ujar Gerald langsung melenggang pergi tanpa menatap Jack.

***

Seharian waktunya terkuras untuk bekerja mengurus kantornya. Bahkan kadang Gerald harus bekerja dua puluh empat jam untuk menyelesaikan masalah yang ada di kantor.

Gerald meregangkan badannya yang terasa kaku karena berjam-jam harus duduk dan menatap layar komputer tanpa henti. Matanya menatap jam dinding yang tergantung di ruang kerjanya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Gerald membereskan mejanya dan mematikan komputer kerjanya. Ia segera ingin pulang dan ingin tahu apa yang sedang dilakukan Ana di rumah.

"Jack." Gerald membalikkan badannya menghadap Jack.

"Ya sir." balas Jack sambil menunduk hormat.

"Kau langsung pulang saja tidak perlu mengantarku pulang." perintah Gerald kepada Jack.

"Tapi tuan..." Jack menatap Gerald sedikit ragu.

"Lakukan saja perintahku." ujar Gerald yang langsung di angguki oleh Jack.

Gerald langsung memasuki mobilnya yang sudah ada supirnya di dalamnya. Setengah jam perjalanan mobil bmw yang ia naiki mulai memasuki kawasan rumahnya. Memang terlihat agak menyeramkan jika saat malam hari karena hanya diterangi oleh lampu yang remang-remang. Apalagi dengan di setiap pinggiran jalan yang berdiri pohon pinus yang menjulang menambah kesan menyeramkan saat malam hari.

Mobil terparkir rapi di depan pintu rumahnya. Gerald langsung membuka pintu rumahnya tanpa mengetuknya, lagian ialah pemilik rumah ini. Tujuan awal Gerald adalah ingin melihat Ana. Gerald melangkahkan kakinya ke lantai dua dan langsung menuju kamar Ana. Gerald dapat langsung membukanya dengan mudah karena tidak terkunci.

"Ana!" panggil Gerald.

Gerald mengecek ke semua ruang dan penjuru kamar. Ia tidak dapat menemukan sosok Ana di kamar ini. Kepalanya yang sudah terasa berat kembali bertambah berat. Ana melarikan diri lagi dari sini.

"Apa maunya gadis itu!" Gerald mengusap wajahnya kasar. Ia berjalan keluar kamar Ana dan membanting pintu itu agak sedikit keras.

"Kevin!!" rasanya tenaga Gerald terkuras habis hari ini. Banyak sekali masalah yang ia hadapi seharian penuh.

Kevin berlari tergopoh-gopoh dari halaman belakang. "Iya tuan."

"Apa hanya menjaga satu gadis saja kau tidak bisa? Apa yang kau kerjakan seharian huh!" maki Gerald ke Kevin.

"Apa maksud anda tuan?" Kevin terlihat kebingungan dengan ucapan Gerald.

"Dimana Ana? Apa gadis itu melarikan diri lagi huh?" Gerald menatap mengintimidasi Kevin.

"Nona sedang ada di halaman belakang tuan." ujar Kevin yang langsung membuat Gerald terdiam.

"Kenapa tidak bilang dari tadi." ujar Gerald kesal.

Gerald melonggarkan dasinya. Ia langsung melangkahkan kakinya ke halaman belakang mengecek keberadaan Ana apa gadis itu benar-benar ada di sana atau tidak. Ia menemukan punggung mungil gadis itu sedang duduk di pinggir kolam renang dengan menenggelamkan kakinya ke dalam air.

"Masuklah, udara malam tidak baik untukmu." Gerald melipat kedua tangannya di dada dan bersandar di pintu sambil menatap lurus ke punggung Ana.

Ana menengokkan kepalanya sebentar sebelum kembali menatap ke dalam air.

"Apa pedulimu." ujar Ana lirih. Walaupun ia mengatakannya dengan pelan tetapi Ana yakin jika Gerald masih dapat mendengarnya dengan jelas karena suasana malam ini sangat sunyi.

Gerald tersenyum melihat sikap dingin Ana kepadanya. Gerald berjalan mendekati Ana. Ia menjatuhkan bokongnya di samping Ana sambil ikut memasukkan kakinya ke dalam air. Gerald dapat merasakan dinginnya air di kolam menyentuh kulit kakinya. Ia sempat melirik ke perempuan di sampingnya, apa dia tidak merasakan jika airnya sangat dingin?

"Kau tidak mengantuk?" tanya Gerald sambil menatap pantulan mereka di air.

Ana melirik Gerald sekilas tanpa berniat ingin membalas ucapan Gerald.

"Jika kau belum mengantuk, bagaimana jika....." Gerald menatap Ana dengan menggantungkan kalimatnya.

"Jika apa?" Ana mengerutkan keningnya menunggu lanjutan kalimat Gerald.

"Bagaimana jika kita mengulangi kegiatan sore itu?" Gerald menaikkan alisnya. Bibirnya menyunggingkan seringai.

Bulu kuduk Ana bergidik mendengar perkataan Gerald. Ingatannya langsung kembali mengingat kejadian sore itu yang membuatnya tidak ingin melakukannya lagi terutama dengan laki-laki di sebelahnya yang sudah mengambil keperawanannya. Ana ingin menyingkirkan ingatan tentang kejadian malam itu, jika perlu ia tidak ingin mengingatnya lagi. Entah sudah berapa wanita yang Gerald tiduri, ia sangat yakin jika ia bukan wanita pertama untuk Gerald.

"Aku mengantuk." Ana menarik kakinya dari dalam kolam. Dengan cepat Ana pergi dari sana yang menyisakan Gerald dengan pandangan geli menatap sikap Ana yang berlari ketakutan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status