MasukMohon maaf selalu up malam. Kondisi othor benar-benar drop dari kemarin. Jadi pelan-pelan nulisnya, masih diusahakan tetap up setiap hari. Mohon pengertiannya ya. Happy reading^^
Aula utama istana perlahan kembali hening setelah ledakan emosi barusan.Qiang Wangyi segera menggeleng kuat."Ibunda. Itu hanya badai kecil dan aku sudah biasa melaluinya," ucapnya.Pemuda itu berusaha menjelaskan. Nada suaranya tetap santai seakan nyawanya sendiri bukan taruhan.Sorot mata Ming Yue langsung menajam. Nada lembutnya tak lagi mampu menyembunyikan amarah yang tertahan.Qiang Jun melanjutkan."Lalu bagaimana dengan dua awak kapal yang jatuh ke laut? Untung saja mereka masih bisa ditemukan. Apa kau tidak tahu bahwa itu berbahaya?!" Geramnya kembali marah.Qiang Wangyi mendengus pelan. Bahunya terangkat sebelah dengan santai."Yang penting mereka ditemukan, kan? Aku hanya mengejar putri duyung yang kulihat. Benar kan, Hyun?" tanyanya sambil menoleh ke samping.Ming Hyun yang sejak tadi berdiri kaku di sisi aula langsung terseret ke dalam pusaran masalah. Wajahnya memucat, keringat dingin mengalir di pelipisnya.Namun Ming Hyun dengan cepat menunduk dan membela diri."Saya
Wajah Qiang Jun seketika mengernyit. Alisnya yang tebal bertaut. Sorot matanya menajam penuh ketidakpercayaan.“Tabib Long?” ulangnya. Seolah ingin memastikan pendengarannya sendiri.Di hadapannya, Ming Yue mengangguk mantap. Tak ada sedikit pun keraguan di wajahnya.Qiang Jun mendengus pelan. Ia memalingkan wajah, rahangnya mengeras menahan emosi yang kembali menyeruak.“Jika dia tidak teledor, Suli pasti masih ada bersama kita.”Ming Yue menatap punggung suaminya. Ada kelelahan di balik sorot matanya, namun ia tetap melangkah mendekat.“Jun… ayolah, jangan keras kepala. Ini salah sosok misterius itu. Entah di mana dia berada sekarang. Tapi Tabib Long tak tahu apa pun," ucap Ming Yue.Suaranya penuh kelembutan, berusaha membujuk pria itu.“Jangan mengurungnya lagi, ya,” lanjutnya.Keheningan menggantung beberapa saat. Qiang Jun mengepalkan tangannya.Lalu menghembuskan napas panjang, seolah menyerah pada perdebatan yang tak akan ia menangkan.“Baiklah,” ucapnya menyerah pada perminta
Ratusan tahun lalu, secara turun-temurun Klan Zhao yang mendapat berkat Dewa adalah pemimpin Kerajaan Qin. Mereka memerintah dengan adil dan bijaksana.Hingga pada suatu masa, lahirlah sepasang anak kembar di keluarga kerajaan. Seorang Putri dan seorang Pangeran. Bernama Zhao Yina dan Zhao Yuhong.Sejak kecil, perbedaan keduanya sudah tampak jelas. Zhao Yina tumbuh dengan pembawaan tenang, penuh empati, dan kecerdasan yang matang.Sementara Zhao Yuhong dikenal berbakat. Tetapi arogan, mudah marah, dan haus pengakuan.Raja akhirnya mengambil keputusan besar. Menobatkan Putri Zhao Yina sebagai pewaris tahta.Keputusan itu diambil bukan karena jenis kelaminnya. Melainkan karena kelayakan. Zhao Yina dinilai jauh lebih pantas memimpin Qin.Namun, ternyata keputusan itu menjadi awal kehancuran.Zhao Yuhong tidak terima. Amarah dan iri hatinya tumbuh menjadi kebencian yang gelap. Ia berusaha membunuh saudari kembarnya sendiri demi merebut tahta.Tetapi upaya itu gagal. Berkat Dewa Zhaoyin me
“Tak wajar bagaimana?” tanya Ming Yue lagi.Nada suaranya terdengar tenang. Namun sorot matanya jelas menyiratkan rasa ingin tahu yang kian menguat.An Rong menunduk, alisnya berkerut tipis seolah sedang menata kata-kata. Ia terdiam beberapa saat, berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara.“Masih dalam penyelidikan. Tapi warga yang meninggal itu sebelumnya memang menderita penyakit yang sulit disembuhkan. Mungkin kau bisa menanyakan detailnya langsung pada Kaisar.”Ming Yue mengangguk pelan. Meski hatinya sempat tertahan oleh rasa penasaran.“Akan kutanyakan nanti,” jawabnya.Ingatan lama kembali muncul. Luka masa lalu tentang wabah kematian yang pernah melanda masih meninggalkan trauma.Ming Yue takut sejarah terulang lagi.Hari perlahan menjelang gelap ketika perbincangan mereka berakhir.Setelah mengantar An Rong, Ming Yue kembali ke kediamannya sendiri.Di dalam ruangan pribadinya, Ming Yue kembali tenggelam dalam pekerjaan.Beberapa laporan tambang terbentang di meja, disusul c
Penjahit itu tak berani membantah.“Baik. Akan saya ganti yang lain,” jawabnya pelan, lalu berbalik meninggalkan kediaman.Tepat saat ia keluar, seorang pemuda lain melangkah masuk dengan santai.“Hei. Ada apa lagi, Kak Ayi?” tanyanya ringan. “Kau suka marah-marah, padahal sebentar lagi ulang tahunmu.”Itu Ming Hyun, sepupunya dari pihak ibu.Qiang Wangyi mendengus pelan."Aku ingin semuanya sempurna sesuai keinginanku. Ini tahun yang istimewa dari tahun-tahun sebelumnya," gerutunya.Ming Hyun tersenyum tipis sambil menggeleng.“Kalau begitu ayo pergi keluar. Di rumah, Ibu selalu melarangku minum.”Perlahan, wajah jengkel Qiang Wangyi memudar. Sorot kesal di matanya digantikan oleh seringai kecil. Kebosanan yang menumpuk sejak pagi akhirnya menemukan jalan keluar.“Ide bagus,” jawabnya singkat. “Aku juga sedang bosan.”Tanpa menunggu lama, Qiang Wangyi segera meraih jubah hitam yang tergantung di dekat pintu.Dengan langkah cepat, dua pemuda itu keluar diam-diam dari kediaman. Berusah
“Apa kau tidak ingat kejadian dengan Putri Bailong dulu? Kau masih berpikir Yang Mulia mau mengangkat selir?” desis Ming Yue dingin.Nada suaranya tidak keras, namun setiap katanya seperti bilah tipis yang mengiris. Tatapannya tajam, lurus mengarah pada Yan Guan, tanpa sedikit pun gentar.Yan Guan terdiam.Kepercayaan diri yang sejak tadi ia pamerkan perlahan runtuh. Ingatannya terseret ke masa laluSebuah tragedi besar yang pernah mengguncang Kekaisaran. Insiden Putri Bailong yang menjadi pemicu perang berdarah dengan kerajaan lain.Namun karena lamanya waktu berlalu dan kedudukannya yang semakin tinggi, Yan Guan lupa akan hal ituKini, rasa perih menjalar di sebelah wajahnya. Entah karena tamparan sebelumnya. Atau karena rasa malu yang tak tertahankan.Yan Guan hanya bisa menunduk, bungkam.Melihat situasi semakin tidak menguntungkan, Yan Zhi yang sejak tadi gemetar di sampingnya segera menjatuhkan diri bersujud.“Ampuni kami, Yang Mulia,” ucapnya dengan suara bergetar, dahi menempe