Share

Bab 92. Dua Hati Penuh Rahasia

Author: nanadvelyns
last update Last Updated: 2025-09-18 00:01:46

Tusuk rambut teratai itu masih menempel di leher Adipati Gara, dingin berkilat di bawah cahaya bulan.

Namun sesaat setelah sorot mata Dalia memastikan siapa yang berdiri di hadapannya, kewaspadaannya mengendur.

Ia menarik tusuk rambut itu pelan-pelan, lalu meletakkannya kembali di genggamannya.

“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Dalia akhirnya. Suaranya datar, tetapi masih menyimpan sisa ketegangan.

Adipati Gara menahan napas sejenak. Wajahnya tetap dingin, namun sorot matanya sedikit berubah, seolah ada kegugupan samar yang ia sembunyikan.

“Aku melihat lilin di bilikmu tiba-tiba menyala,” jawabnya perlahan. “Jadi aku datang hanya untuk memeriksa. Tidak lebih.”

Dalia menatapnya beberapa detik, lalu menghela napas panjang.

Ketegangan yang sempat mengikat dadanya perlahan mereda.

Untung saja bukan sesuatu yang besar. Ia menoleh sekilas ke arah Hana yang masih tertidur pulas di tikarnya, lalu tanpa bicara l
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
fadil anggara
terosss ae bulet wong 2 ikiii dalia sm gara wes mbohhh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 120. Obsesi Cemburu Yang Menyeruak

    Khansa berjalan pelan keluar dari kamar Rangga. Langkah-langkahnya terasa berat, seolah setiap ubin marmer putih di lantai istana menahan pergelangan kakinya agar tidak melangkah lebih jauh. Begitu pintu kayu besar itu tertutup rapat di belakangnya, tubuhnya langsung kehilangan tenaga. Napasnya memburu, dada naik turun, seperti baru saja melepaskan diri dari lilitan ular raksasa.Cila, yang sedari tadi menunggu di koridor, cepat-cepat mendekat. “Nyonya,” panggilnya lirih, matanya penuh tanya. Namun ketika melihat wajah pucat Khansa, pelayan setianya itu langsung menahan kata-kata. Ia hanya menunduk, menunggu perintah.Khansa berhenti di depan pilar tinggi, memejamkan mata sebentar. Bayangan wajah Rangga, bulu mata putihnya yang bergetar setiap kali jarum menancap, tatapan dinginnya saat nama Dalia Ishraq disebut—semuanya kembali muncul, menggerogoti hati yang sudah rapuh.Ia membuka mata

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 119. Kabut Cemburu

    Khansa menunduk dalam, jemarinya bergetar di balik lengan hanfu sutra hijau yang menjuntai lembut. Wajahnya pucat, keringat dingin merembes di pelipis. Ia tahu telah menginjak garis yang tidak boleh disebutkan, garis tipis bernama Dalia Ishraq. Tapi… apa istimewanya nama itu? Mengapa hanya menyebutkan satu nama mampu membuat amarah Rangga meledak seperti badai?“Yang Mulia,” suara Khansa lirih, penuh penyesalan, “saya mohon maaf. Tidak bermaksud lancang. Saya hanya… mendengar kabar dari rombongan pelayan yang menemani Anda ke Timur.”Rangga berdiri kaku di hadapan kolam penuh teratai itu, punggungnya tegap, seakan memutuskan jarak antara mereka berdua dengan tegas. Udara pagi yang tadinya segar kini berubah pekat, berat, seolah setiap tarikan napas dipenuhi ancaman tak kasat mata.Pria itu akhirnya berbalik. Sorot matanya dingin, nyaris menembus kulit Khansa. Namun alih-alih melanjutkan kemarahan, ia hanya mendengus

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 118. Khansa | Siapa Itu Dalia Ishraq?

    Jarum sulam menari di tangan Khansa Gilman, melukis motif bunga di atas kain putih yang membentang di pangkuannya. Senja menyelinap melalui kisi jendela, menebarkan cahaya lembut yang membias pada rambut peraknya. Aroma dupa melati mengisi udara, menciptakan ketenangan yang nyaris sempurna. Namun, bagi Khansa, tenang hanyalah ilusi. Ia tahu, dalam istana ini, setiap bisikan dapat berubah menjadi pedang yang menghunus ke arahnya.Pintu kamar berderit pelan. Dari celah, Cila masuk sambil membawa langkah hati-hati. Pelayan pribadi itu menutup pintu rapat-rapat, lalu menunduk dalam. “Nyonya,” katanya, suaranya penuh tekanan, “saya telah mendapatkan informasi seperti yang Anda perintahkan.”Khansa tidak menoleh. Jemarinya tetap menusukkan jarum ke kain, namun irama tangannya melambat. “Katakan,” ucapnya tenang, seakan-akan berita itu tidak berarti apa-apa.Cila maju selangkah, wajahnya serius. Ia menceritakan kabar dari p

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 117. Teratai dan Ambisi Merah

    Hanfu bersutra hijau itu berkilau lembut ketika diterpa cahaya obor di sepanjang koridor istana. Kainnya menjuntai anggun, berlapis-lapis dengan sulaman motif dedaunan yang seakan bergerak tiap kali pemiliknya melangkah. Rambut perak disanggul tinggi, dihiasi jepit emas berbentuk burung merak yang megah, sementara bola mata ungu yang tajam seakan mampu menembus dinding rahasia. Kulitnya seputih susu, halus tanpa cela, membuatnya tampak bagai peri yang turun dari kayangan.Namun, sorot mata wanita itu tidak sedang berisi kelembutan. Khansa Gilman, satu-satunya selir Rangga Tirta, berdiri di dalam aula dengan raut dingin. Kasim yang baru saja selesai melaporkan keputusan Rangga menunduk dalam-dalam, tubuhnya gemetar karena hawa ketidakpuasan yang jelas terpancar dari wajah Khansa.“Yang mulia pangeran...” suara kasim itu bergetar, “menyampaikan bahwa beliau... terlalu lelah untuk menerima Anda malam ini. Pertemuan ditunda hingg

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 116. Bayangan Dewi Di Barat

    Kursi putih berlapis emas itu tampak begitu megah, memantulkan cahaya dari lampu minyak yang tergantung di dinding kamar kerajaan. Namun kemegahan itu seakan sia-sia, karena sosok yang duduk di atasnya hanyalah seorang pemuda dengan sorot mata dingin—Rangga Tirta. Rambut peraknya jatuh menutupi sebagian wajah tegasnya, sementara tatapannya tertuju pada ranjang besar di hadapannya. Di atas ranjang itu, Kaisar Barat—ayahnya sendiri—terbaring lemah.Kaisar Barat, yang dulu dikenal sebagai penguasa dengan bola mata ungu secerah batu amethyst, kini hanyalah bayangan dari kejayaannya. Tatapannya kosong menembus langit-langit, seolah waktu berhenti di sana. Kulitnya yang keriput menunjukkan betapa usia dan penyakit telah merenggut seluruh wibawa. Sorot matanya sayu, napasnya naik turun berat, dan tubuhnya dilingkupi aroma obat serta dupa.Di samping tempat tidur itu, Bram berdiri tegak. Pria berwajah tenang, dengan sikap s

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 115. Tata Ulang Kekaisaran, Dalia Menjadi Kandidat Permaisuri Baru?

    Di ruang kerja Kaisar, suasana tegang terasa kental. Aroma dupa lembut yang mengepul dari wadah perunggu tak mampu menutupi hawa serius yang mendominasi. Tirai sutra berwarna emas pucat menutupi sebagian cahaya matahari sore, menyisakan bayangan samar di dinding. Di meja besar dari kayu cendana, gulungan-gulungan laporan menumpuk, di atasnya tertempel segel merah Kekaisaran.Kaisar duduk di kursi utamanya, wajahnya tenang, namun kedua matanya tajam menatap satu persatu orang yang hadir. Di hadapannya berdiri tiga tokoh penting yang kini menjadi pilar Kekaisaran, Adipati Gara dengan sorot dingin khasnya, Giandra Ishraq yang baru saja menyandang jabatan Perdana Menteri sekaligus Jenderal Muda, serta Jenderal Besar Maneer, pria paruh baya dengan tubuh kekar dan suara berat yang bergema setiap kali ia bicara.“Sejak keluarga Wanda ditumbangkan,” ucap Kaisar membuka pembicaraan, suaranya datar tapi jelas, “tujuh puluh persen pegaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status