Kedua anak Adam dan Hawa itu berjalan di tengah remangnya malam. Kembali menuju kediaman Sanjaya. Akan tetapi, tepat ketika keduanya tiba di gerbang kompleks Nadisa, satu sosok pria yang familiar pun muncul di sana.Jeffrey Tirta Sanjaya.Pria tampan bertubuh tegap dengan setelan kaos dan celana denim, juga dilengkapi jaket hitam-merah yang terlihat mahal. Tampak turun dari mobilnya tatkala melihat eksistensi sang adik tak jauh darinya.Bola mata gelap yang sarat akan rasa khawatir itu sempat melirik ke arah Narendra Bagaskara seraya mengangkat alis, tapi kemudian ia memilih abai dan memusatkan atensi pada Nadisa seorang. Dapat dilihat oleh Jeffrey, kedua mata Nadisa yang membengkak dan merah. Jelas sekali bahwa sang adik semata wayangnya baru saja menangis hebat."Disa, kita pulang, ya?" tanya Jeffrey dengan lembut.Nadisa terdiam di posisinya. Gadis cantik itu mengusap pipinya yang masih sedikit basah menggunakan lengan berbalut jaket milik Narendra.Jeffrey yang melihat hal tersebu
Mesin mobil yang dikendarai oleh Jeffrey Tirta Sanjaya akhirnya mati, tatkala kendaraan tersebut telah tiba di pekarangan rumah yang dirinya dan Nadisa tinggali. Pria dengan lesung di kedua pipi itu baru saja menoleh pada sang Adik, tetapi Nadisa tanpa kata segera meninggalkan dirinya. Keluar dari mobil dan memasuki rumah mewah mereka.Jeffrey mengusak rambutnya ke belakang, memandangi punggung kecil Nadisa yang perlahan menjauh.Jujur saja, Jeffrey tidak tahu menahu bagaimana adiknya bisa sangat membenci Jevano Putra Hartono. Sampai-sampai Nadisa berani membohongi Mama mereka, hanya untuk menghindari lelaki yang memang dipilih sang Mama untuknya. Setahu Jeffrey, Jevano adalah lelaki yang baik dan sempurna. Tidak ada salahnya mendekatkan Jevano dengan Nadisa yang juga tak kalah sempurna.Tapi apa mungkin Jeffrey melewatkan sesuatu? Apa Nadisa mengetahui sesuatu tentang Jevano, yang tidak Jeffrey dan Mama Ayu ketahui? Dan lagi, sosok lelaki yang yang menemani sang Adik di tengah dingin
Nadisa bergegas mengambil tasnya yang ada di nakas samping ranjang. Kemudian beranjak menuju pintu kamarnya. Tepat ketika tangannya mencapai tuas pintu, ekor mata Nadisa melihat eksistensi suatu benda yang tersampir di sofa kamarnya.Jaket milik Narendra Bagaskara.Ah, saking lelahnya Nadisa, gadis itu jadi belum sempat mencuci jaket yang kemarin dipinjamkan oleh sang Bagaskara. Ia melirik ke arah jam dinding di kamarnya. Sudah tidak ada waktu lebih.Nadisa pun memutuskan untuk berlalu dari kamarnya. Turun menuju lantai satu kediaman mewah milik keluarga Sanjaya. Tempat dimana Jeffrey dan Mama Ayu berada.Napas Nadisa sempat tertahan. Kepala cantiknya tanpa sengaja memutar kejadian kemarin malam. Tatkala tamparan keras sang Mama mendarat di pipi putih mulusnya.Jeffrey yang awalnya fokus pada serealnya, kini mendongak dan melambaikan tangannya. Memberi tanda agar Nadisa mendekat ke meja makan."Sini, Disa. Sarapan." Jeffrey berkata tanpa berpikir panjang
Jeffrey masih berada dalam mobilnya. Kini memegang telepon genggam, guna mengabari salah satu anak buahnya yang ada di kantor cabang Bandung sana. Pasalnya, Jeffrey yang seharusnya tiba di Bandung siang nanti, kemungkinan akan terlambat karena harus memenuhi permintaan Nadisa.Ah, jangan khawatir. Bahkan sang Mama juga bicara bahwa kantor tempatnya bekerja adalah milik keluarga. Jadi Jeffrey rasa, tidak apa jika ia terlambat sesekali seperti ini.Tepat setelah mengabari anak buahnya, Jeffrey pun hendak menjalankan mobilnya untuk menuju pusat perbelanjaan di pusat Kota Jakarta. Akan tetapi, pemandangan yang tersaji di lobi kantor Sanjaya membuat Jeffrey mengernyitkan dahi.Di hadapannya, dapat ia lihat Karenia yang mengenakan blazer cokelat, dipadukan dengan rok senada sepanjang setengah paha. Kernyitan di dahi Jeffrey kian menguat, tatkala melihat Karenia berlari dengan penuh senyuman. Menyongsong satu orang yang mengenakan jas hitam."Kak! Kak Jevan!"Dari perawakan yang tinggi tegap
Mentari di langit Kota Jakarta mulai kembali ke peraduan, tatkala seorang gadis cantik bernama lengkap Nadisa Tirta Sanjaya berjalan menuju lobi kantor perusahaan milik keluarganya. Nadisa tersenyum sembari membungkuk dengan sopan, bermaksud menyapa beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Hanya formalitas tentunya, karena sebenarnya Nadisa tidak mengenal mereka. Nadisa hanya tidak ingin dicap sebagai atasan yang buruk oleh karyawan yang bekerja pada keluarganya. "Selamat sore, Nona Nadisa." Beberapa dari karyawan itu menyapa Nadisa dengan ceria. "Iya, sore." Nadisa menjawab sapaan mereka seadanya. Setelah beberapa karyawan itu berlalu, Nadisa kembali memasang wajah dinginnya. Gadis Sanjaya itu kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Akan tetapi, pandangannya yang terkunci pada pintu utama kantor Sanjaya membuat Nadisa melihat sesuatu di sana. Mengundang decakan kesal dari sang gadis Sanjaya. 'Dia lagi,' keluh Nadisa dalam hati.
Jevano Putra Hartono duduk di balik kemudinya. Di dalam sebuah mobil mewah berwarna hitam yang terparkir di depan restoran bintang lima, yang sejak beberapa saat lalu dikunjungi oleh Nadisa Tirta Sanjaya dan Narendra Bagaskara.Mata setajam elang milik Jevano langsung terfokus pada sosok Nadisa yang berjalan keluar dari restoran di depannya. Senyuman di bibir Jevano juga melebar tatkala sang gadis Sanjaya merajut langkah untuk mendekati mobilnya. Ya, Nadisa akhirnya patuh padanya.Jevano berinisiatif keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Nadisa yang merupakan calon istrinya.Nadisa sempat memandang risih pada Jevano, tetapi akhirnya tetap memasuki mobil milik lelaki itu. Pun Nadisa bergumam pelan, "Terima kasih.""Sama-sama, Nadisa." Jevano kemudian memutari mobilnya, untuk tiba di kursi kemudi. Lalu duduk dan memusatkan perhatiannya pada Nadisa. Seakan menunggu gadis cantik itu bicara.Sadar akan hal tersebut, Nadisa membuang napasnya pelan. "Aku s
Hari yang sakral itu akhirnya datang. Pada hari ini, Nadisa Tirta Sanjaya akan secara resmi melepas masa lajangnya. Lantaran dipersunting oleh Jevano Putra Hartono; lelaki tampan yang merupakan putra dari sahabat mamanya.Sang bungsu keluarga Sanjaya duduk di ruang rias pengantin. Membiarkan seorang wanita paruh baya merampungkan riasan di wajah cantiknya. Pun kini Nadisa sudah mengenakan gaun pernikahannya. Gaun putih panjang yang terlihat sangat cocok di tubuh mungil nan rampingnya."Riasannya sudah selesai, Nona Nadisa. Anda terlihat sangat cantik sekarang," puji perias pengantin tersebut. Nadisa hanya tersenyum kecil sebagai balasannya. "Saya akan segera memanggil penata rambut Nona. Tolong tunggu sebentar ya, Nona Nadisa."Maka wanita cantik itu pergi meninggalkan ruang rias pengantin. Membiarkan Nadisa hanya berdua dengan sang sahabat satu-satunya; Karenia Winata. Nadisa menolehkan kepala menuju Karenia. Memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca karena me
Resepsi pernikahan Nadisa telah resmi berakhir beberapa saat lalu. Kini, mentari telah benar-benar kehilangan sinarnya dan digantikan oleh rembulan di langit yang kelam. Pun jam dinding di kamar hotel Nadisa sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Nadisa kini sedang berbaring di ranjang hotelnya. Dengan selimut yang menutupi tubuhnya hingga perut.Nadisa kini mengenakan piyama lengan panjang dan celana pendek selututnya. Sama sekali bukan pakaian yang cocok untuk malam pertama, karena memang itu bukan tujuannya.Sreeeeg! Suara pintu yang digeser dari arah kamar mandi di sudut kamar hotel itu membuat Nadisa memiringkan tubuhnya. Membelakangi Jevano yang baru saja keluar dari sana setelah membersihkan dirinya.Nadisa sama sekali tidak tertarik untuk melihat sosok suaminya.Nadisa berusaha memejamkan mata, ingin memasuki alam mimpinya. Akan tetapi, sebuah sentuhan di lengan atasnya membuat Nadisa secara refleks menghempas tangan yang menyentuhnya.Nadisa men