Share

Kekasih Diam-Diam Sang CEO
Kekasih Diam-Diam Sang CEO
Author: Puspa Dharma Argini

Menguntit Sang Kekasih

“Aku lebih baik berjuang dan berakhir kecewa daripada harus diam lalu nantinya menyesal,” batin Namira.

Namira berjalan sembari hatinya kacau. Mulutnya memang diam, tetapi hati dan pikirannya terus bertengkar. Pikirannya terlalu berisik, hampir saja ia tidak kuat menahan ramainya isi di kepalanya saat itu.

“Lebih baik pikiranku penuh dengan pekerjaan, daripada dipenuhi kegalauan hubungan seperti ini,” ucapnya sambil masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan kantornya.

Waktu istirahat kali ini Namira gunakan untuk bertemu sang kekasih. Menyelesaikan masalah yang mengganggu pikirannya dan merusak konsentrasi bekerja. Namira mengalahkan semua ego.

Suara pintu mobil tertutup sudah terdengar, Namira siap melaju ke kantor sang kekasih. Rasanya saat itu Namira ingin terbang saja. Agar cepat sampai ke tempat tujuan. Lamunan Namira terpecah oleh bunyik klakson di sepanjang jalan. Makan siang sudah dimulai, jalanan dekat kantornya mulai macet karena banyak karyawan yang ingin makan siang di luar kantor.

“Kayak kenal mobil itu,” ujar Namira ketika melihat ke sebuah mobil putih yang tak jauh dari keberadaan mobilnya saat itu. Namira bergegas mengecek plat nomor mobil tersebut. “Aidan. Itu kan mobilnya Aidan,” seru Namira. Namira tidak mungkin salah sangka dengan mobil itu. Ia jelas ingat berapa nomor polisi mobil milik sang kekasih.

“Aku harus kejar!” ujarnya mengikuti mobil tersebut setelah macet mulai memudar. Diperjalanan, Namira terus menerus diberi pertanyaan oleh hatinya. Kemana perginya sang kekasih, dengan siapa ia di sana, dan masih banyak lagi. Tetapi, Namira mencoba untuk tetap tenang agar perjalanannya lancar.

Mobil berwarna putih yang Namira ikuti menambah kecepatannya. Namira pun demikian, ia tidak ingin kehilangan jejak Aidan. “Aidan mau kemana sih?” tanya Namira di dalam mobilnya. Sepanjang jalan, Aidan sudah banyak melewati restoran dan rumah makan, tetapi, sama sekali tidak ada tanda-tanda Aidan berhenti. Namira semakin penasaran dan tidak ingin kehilangan jejak.

“Hotel?” tanya Namira heran. Beberapa menit kemudian, Aidan menyalakan lampu sen mobilnya ke arah kanan. Di kanan jalan ada sebuah hotel yang bisa dibilang mewah. “Mau ngapain Aidan ke sini?” Namira mulai memiliki rasa curiga. “Astaga! Bisa saja Aidan akan meeting!” ucap Namira masih berpikir positif.

Sampai di parkiran mobil, Namira merasa bersalah karena telah menguntit sang kekasih sampai sejauh ini. Rasa percayanya hampir hilang ketika melihat Aidan masuk ke sebuah hotel. Tetapi, rasa bersalah juga muncul dalam waktu bersamaan.

“Harusnya aku nggak boleh seperti ini,” ucapnya di dalam mobil yang sudah terparkir cukup jauh dari mobil Aidan. Meski begitu, Namira masih bisa melihat Aidan dari jarak yang ada. “Huh, apa lebih baik aku pergi saja, ya?” Namira sudah mulai menyerah dengan misi rahasianya ini. “Kalau Aidan meeting dan dia tau aku ada di sini untuk menguntitnya, maka ia bisa marah besar!” katanya kebingungan.

Namira menoleh ke arah mobil Aidan terparkir. Aidan terlihat sudah turun dari mobilnya. Namira menyimpan banyak harapan siang itu. Sayangnya, harapannya pudar begitu saja. Namira tidak jadi menyesal mengikuti Aidan sampai sejauh ini. Seorang perempuan turun dari mobil Aidan. Bahkan Aidan membukakan pintu untuk perempuan itu dengan sangat manis.

“Aidan!” Namira meremas tangannya di atas setir mobil. Emosinya sudah mulai naik. Rasa bersalahnya hilang sejak saat itu. “Siapa dia? Nggak mungkin meeting hanya berdua dengan perempuan di sebuah hotel kayak gini!” ucap Namira kesal. Namira memasang tatapan marahnya. Pandangannya tidak ingin lepas dari Aidan dan perempuan yang Aidan bawa ke hotel itu. “Aku harus cari tahu!” seru Namira sembari membuka pintu mobilnya.

Namira mengenakan kacamata, masker, dan topi. Ia berlari mengejar Aidan dan perempuan yang turun dari mobil Aidan. Namira melangkah lebih lambat dari Aidan yang sudah berjalan lebih dulu di depannya. Awalnya Aidan curiga melihat keberadaan seorang perempuan mengenakan masker, kacamata, dan topi. Namira segera menyibukkan dirinya agar tidak membuat Aidan curiga. Aidan langsung merangkul perempuan asing itu hingga masuk ke dalam lift. “Tunggu!” Namira teriak karena hampir ketinggalan lift bersama Aidan. Hampir saja Namira ketahuan, Aidan menoleh seakan mengenal suara yang baru saja berteriak tunggu.

Namira dan Aidan berada di satu lift yang sama. Hanya ada tiga orang di dalam lift tersebut. Namira, Aidan, dan perempuan asing itu. Hati Namira mulai merasakan sayatan. Bagaimana tidak, kekasihnya merangkul seorang perempuan asing di hadapannya. Suara lift terbuka sudah Namira dengar. Namira ikut turun ketika Aidan dan perempuan asing itu keluar dari lift. Untung menghindari kecurigaan, Namira berbelok ke arah lain. Beberapa langkah dari lift, Namira memilih untuk bersembunyi. Ia ingin memastikan nomor kamar yang Aidan booking.

Baru beberapa detik di dalam kamar, suara pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Bahkan Aidan masih berada di dekat pintu. Aidan membuka pintu kamarnya karena penasaran siapa yang mengetuk pintu kamar hotelnya. “Aidan!” teriak Namira seraya mendorong kekasihnya itu ke dalam kamar. Namira ikut masuk ke dalam kamar dan mulai melabrak sang kekasih. “Apa yang kamu lakukan di sini bersama perempuan itu?” tanya Namira yang sudah mulai terbakar emosi. “Namira, sejak kapan kamu di sini?” tanya Aidan heran. Namira sudah melepas masker dan segala perintilan lain yang tadi ia kenakan.

“Nggak penting sejak kapan aku di sini. Yang harusnya kau tanyakan, sejak kapan kamu seperti ini? Sudah dari dulu kah?” tanya Namira dengan tatapan yang tajam. “Aku berjuang mati-matian untuk mempertahankan hubungan ini, kamu malah beralih ke wanita lain! Hebat kamu!” teriak Namira lagi. Aidan masih diam, belum membuka suara. “Mba, dibayar berapa kamu sama Aidan?” kini pertanyaan Namira tertuju pada perempuan asing itu. “Namira diam!” bentak Aidan sembari menampar sang kekasih. Namira menahan sakit di pipi juga hatinya.

“Tampar aku lagi, tampar!” teriak Namira lagi. “Diam!” bentak Aidan. Aidan sudah mulai tersulut emosi. “Kamu dari tadi menguntit aku? Ini privasi aku, bisa-bisanya kamu memata-mataiku sejauh ini? Kamu lancang!” bentak Aidan lagi. Aidan tidak merasa bersalah, ia justru balik membentak Namira. “Satu lagi, aku nggak pernah minta kamu berjuang untuk hubungan kita. Hubungan kita udah nggak bisa selamatkan lagi!” ujar Aidan dengan nada lebih rendah.

“Oke kalau itu mau kamu! Kita putus sekarang juga! Aku nggak sudi lagi punya hubungan dengan laki-laki nggak setia dan berkhianat! Kita putus!” teriak Namira sambil mendorong Aidan lagi. Aidan malu diputuskan di depan perempuan asing itu. 

Namira berlari keluar dari kamar setelah memaki Aidan di depan perempuan asing itu. Namira sedang memperjuangkan hubungannya yang nyaris kandas, tapi Aidan justru merusak segalanya yang sedang diperbaiki. Namira pun berlari masuk ke dalam lift, dan tidak beberapa lama lift itu terbuka dan seseorang masuk dalam lift tersebut.

“Namira? Kamu kenapa?” tanya seorang laki-laki ketika melihat wajah Namira penuh dengan air mata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status