Share

Bab 2

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-12-02 22:42:54

 

"Mel, ini noda apaan?!" tanyaku dengan nada tinggi, sehingga wanita yang sedang menghadap cermin itu menoleh seketika.

 

"Apaan sih, Mas." Melta bangkit dan menghampiri, lalu melihat noda yang kumaksud.

 

Ia terdiam sejenak, mungkin sedang mempersiapkan jawaban yang tepat untuk berkilah, aku sudah membaca dari raut wajahnya.

 

"I-ini ... iler ... iya ilernya Sandrina, tadi sore dia tidur di sini, aku lupa sprei-nya belum dicuci," jawabnya terbata, lalu bibirnya menyeringai dengan terpaksa.

 

Kupandangi wajahnya dalam untuk mencari kebohongan di sana, ya aku temukan itu, temanku Dendi seorang psikolog setidaknya aku sedikit tahu dan bisa membedakan mana yang sedang berbohong dan tidak.

 

"Yakin ini iler Sandrina? bukan iler lelaki lain?" tanyaku menohok, Melta nampak menelan ludah sambil mengedipkan kedua bola matanya.

 

Kena kamu! Lihat saja jika kutemukan siapa lelaki itu maka, akan kuhabisi saat itu juga di hadapan wajahnya.

 

Untuk saat ini aku harus bersikap tenang dan berpura-pura mempercayainya. Namun, tetap akan kuselidiki hingga ke akar-akarnya.

 

Takkan selamanya kamu bisa mengelabuiku, Mel!

 

"Apaan sih maksud kamu, Mas, kok iler lelaki," ujarnya sambil terkekeh terpaksa, semakin jelas sekali raut kedustaan yang terpancar dari wajahnya.

 

"Kamu pasti faham 'kan." 

 

Kupandangi tubuhnya dari atas hingga bawah, tanda merah di lehernya masih membekas, melihat tanda itu hatiku bagai ditancap belati, sakit hingga berdarah-darah.

 

Lelaki manapun jika berada di posisiku pasti akan merasakan hal yang sama. Namun, aku tak ingin bertindak bodoh dan gegabah.

 

Semua akan meledak pada waktunya bagaikan bom waktu, saat ini aku hanya perlu bersabar untuk mencari bukti-bukti perselingkuhannya.

 

Melta, wanita yang berparas cantik bak artis Korea, yang selama ini kunaungi, melimpahinya dengan banyak materi, sehingga kecantikan itu tak pudar walau usia pernikahan kami sudah menginjak tahun ketujuh.

 

Wanita itu memang pandai merawat dirinya, hingga lelaki manapun akan terpana oleh pesona kecantikannya. Namun, tetap saja aku ikut andil, karena jika aku tak melimpahinya dengan banyak materi, mana mungkin ia bisa merawat diri yang sudah pasti akan memerlukan uang yang tidak sedikit.

 

Akan tetapi, kecantikan itu tak berarti jika tak berdampingan dengan akhlak yang baik, jangankan untuk menyentuh menatap pun aku jijik, itulah yang kurasa saat ini.

 

Akan kupastikan sandiwara diantara mereka berakhir secepatnya, begitu pula dengan pernikahan ini, aku tak ingin menikmati sesuatu bekas kepuasan orang lain, menjijikan!.

 

"Mel," panggilku, ia terkejut mendengar panggilanku.

 

"Iya, Mas," jawabnya dengan suara bergetar.

 

"Jangan pernah mencoba membodohiku ya, karena aku tak sebodoh yang kamu kira," ucapku sambil melenggang pergi meninggalkannya.

 

"Maksud kamu apa, Mas? kamu nuduh aku berbohong?" ia bertanya sedikit berteriak.

 

Tak kuhiraukan gegas aku keluar kamar, menuju kamar mandi belakang, rasanya jijik jika aku mengambil wudhu di toilet kamar, dan menginjak percikan air bekas guyuran tubuh Melta.

 

Saat kaki ini berpijak di hadapan pintu, mataku memicing menatap lingerie merah milik Melta yang teronggok di keranjang cucian, hatiku diselimuti banyak tanya.

 

Kapan Melta menggunakan lingerie merah ini di hadapanku?

 

Sudah hampir satu Minggu ia selalu mengenakan piyama jika hendak tertidur.

 

Hati ini memanas dan terbakar, gegas kuraih gaun transparan itu, seketika menguar aroma parfum yang tak asing di hidungku, kuendus beberapa kali untuk memastikan.

 

Ya, aroma ini percis dengan aroma parfum yang selalu digunakan Gian, kucengkaram erat lingerie itu lalu membantingnya ke segala arah, wajahku memanas rasanya ingin menghajar Gian saat ini juga.

 

Dengan susah payah aku mengatur degup jantung yang berpacu hebat, menghirup napas dan mengembuskannya berkali-kali, hingga rasa sesak ini perlahan menghilang.

 

Sabar, jika dugaanku benar maka, sandiwara diantara mereka harus terkuak dengan cara yang menakjubkan, akan kubuat mereka menyesal karena telah berani menusukku dari belakang.

 

Gian, dahulu kami saling bermain bersama, makan bersama tak kusangka kini kami menikmati tubuh wanita yang sama, benar-benar menjijikan kamu Gian!

 

Akan kubongkar kebusukkan kalian di hadapan keluarga besar kami, mereka harus tahu dan ikut menghujat keduanya, hingga mereka tak berani menampakkan wajah di hadapan umum.

 

Pagi ini aku menunaikan shalat dua rakaat, lalu kuakhiri dengan untaian doa, agar sang Khaliq senantiasa menghujani dengan kesabaran yang seluas samudra, serta membantuku agar cepat membongkar semua kebusukan Melta.

 

Terlalu lama tinggal satu atap bersama mereka rasanya bagaikan di neraka, apalagi aku harus tidur satu ranjang dengan wanita bermuka dua, rasanya tak sudi jika aku harus menyentuhnya lagi.

 

Waktunya sarapan, seperti biasa kami akan makan satu meja bertiga, aku dan Melta duduk berdampingan sedangakan Gian, duduk di sebrang sana menghadap kami.

 

Kulihat rambutnya juga basah, wajahnya berseri-seri memancarkan rona keceriaan, dari sudut mata aku dapat melihat mereka saling melempar senyum jika tatapan itu beradu.

 

"Maaf, Pak, ada temen Bapak namanya Pak Haris mau ketemu ada penting katanya," ujar Bi Lela ART di rumah kami.

 

Aku segera beranjak mengakhiri sarapan pagi ini, semua yang sudah masuk ke dalam perut rasanya ingin kumuntahkan ke wajah mereka berdua.

 

"Sandrina, kamu sudah bangun, Sayang," ujarku hendak merangkul gadis kecilku.

 

Namun, ia malah menepis kedua tanganku yang hendak menyambutnya, dan berjalan melewatiku dengan mengucek-ngucek matanya.

 

"Om Gian, aku mau makannya disuapin sama Om," ujar Sandrina sambil naik ke pangkuan Gian.

 

Perih hatiku menyaksikan pemandangan memilukan ini, di mana putriku yang semalam ini kusayangi lebih memilih dekapan Gian daripada ayahnya sendiri.

 

Ah, Sandrina memang tak bersalah, akulah yang bersalah karena jarang sekali menyempatkan waktu untuk bermain dengannya, mungkin selama ini Gian lah yang selalu menemaninya.

 

"Hai, Ris, ngapain pagi-pagi ke sini," sapaku lalu duduk di sampingnya.

 

"Hari ini gua izin ga ke kantor ibunya anak-anak di rawat di rumah sakit, titip berkas ini ya nanti kasih ke Pak Harun," jawabnya, aku langsung menerima berkas itu.

 

"Sandrina kamu mau ke mana?"

 

Tiba-tiba saja Sandrina berjalan melewatiku sambil menggandeng pamannya yaitu Gian.

 

Gadis kecil itu tak menjawab, malah Gian yang menjawab.

 

"Mau beli bubur ayam di depan katanya, Kak."

 

"Oh ya sudah, beli dua kasih Bi Lela satu ya."

 

Gian mengangguk pergi bersama putriku keluar, jujur saja aku iri melihat kebersamaan mereka, bagaimana lagi tuntutan pekerjaan yang membuat hampir semua waktuku tersita.

 

"Adnan, kok anak lho mirip banget ya sama si Gian," celetuk Haris, dan seketika jantungku berdebar hebat.

 

Ya Tuhan, jangan-jangan ....

 

 

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status