Share

Kekasih Gelap Istriku Ternyata?
Kekasih Gelap Istriku Ternyata?
Penulis: Ina Qirana

Bab 1

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-02 22:41:52

 

"Mel, lehermu kenapa itu merah-merah begitu?" tanyaku sambil menatap batang leher Melta dan wajahnya bergantian.

 

"Emmm, anu, Mas aku juga ga tahu, gatal lho ini," jawabnya sedikit gelagapan sambil menggaruk-garuk perlahan, dari gestur tubuh dapat kubaca jika yang ia lakukan memang sebuah kedustaan.

 

Tanda merah itu kecil dan sedikit memanjang, untuk orang dewasa dan sudah menikah, tentu semua akan menilai jika tanda itu buatan suaminya.

 

Namun, aku sama sekali tak pernah merasa membuatnya, fikiran buruk tiba-tiba berkecamuk memenuhi isi kepalaku, benarkah tanda merah itu pertanda jika ada lelaki lain yang bisa memuaskan dahaganya?

 

"Coba sini aku lihat," ucapku sambil menyibak rambutnya.

 

"Ini digigit serangga kali, Mas, bentar lagi juga ilang." Ia berkilah, menepis pelan tanganku yang hendak menyibak rambutnya yang terurai panjang.

 

Dalam hati ini sudah tertancap benih keraguan, aku menggeser posisi duduk yang semula menghadapnya, mulai menyuapkan nasi goreng buatannya, sarapan favoritku itu terasa hambar di lidah.

 

Melta masih sibuk dengan gawainya, jemari lentik yang dihiasi pewarna kuku itu dengan lihai menggeser ke atas dan ke bawah, tak pedulikah dia terhadap hatiku yang sedang resah?

 

Enam tahun sudah pernikahan kami berjalan, ternyata waktu telah mengubah segalanya, aku yang semakin sibuk bekerja memang kerap tak adil membagi waktu antara pekerjaan dan istri tercinta.

 

Dari sudut mata kulihat bibir Melta sesekali melengkung sambil menatap benda pipih itu, penasaran, kulirik sekilas ponselnya yang masih menyala, ingin tahu hal apa yang bisa membuatnya tersenyum-senyum sendirian.

 

Aku tersentak saat melihat photo Gian terpampang di ponsel Melta, Ya Tuhan apakah itu benar jika istriku sedang memandangi photo adikku sendiri dengan senyum yang mengembang?

 

Menyadari aku ikut memperhatikan gawainya, ia lekas tersenyum ke arahku sambil berkata.

 

"Gian lucu banget gayanya, Mas," ucapnya sambil tersenyum dan menyimpan benda pipih itu di sisinya.

 

Gian adalah adikku satu-satunya, sudah lima tahun  tinggal bersama kami karena ia kuliah di universitas yang tak jauh dari rumahku, dari pada ngekos mending tinggal bersamaku katanya.

 

Awalnya aku menolak karena sudah pasti Gian bukan mahrom istriku. Namun, Ibu kekeuh memaksaku untuk menerimanya di sini, dengan alasan sayang uang jika harus bayar kamar kosan yang tidak murah harganya.

 

Begitupun dengan teman kerjaku saat aku meminta pendapatnya, mereka setuju dengan pendapat ibu, dari pada terjadi percekcokan lebih baik aku izinkan saja, awalnya mereka memang terlihat biasa, akan tetapi belakangan ini aku kerap menyaksikan Gian sering bercanda dengan istriku dan Sandrina, putri kecilku yang berumur empat tahun.

 

"Pagi Kak Melta, Kak Adnan," ucap Gian ceria lalu seperti biasa ia akan bergabung bersama kami untuk sarapan.

 

"Pagi, ayo sarapan aku sudah masakkan nasi goreng pake suiran ayam lho," sahut istriku tak kalah ceria.

 

Hatiku berdesir melihat begitu manisnya Melta terhadap adik iparnya, bahkan tadi ia tak seceria itu saat aku menghampirinya, mereka saling memandang dan melempar senyum.

 

Ah, rasanya tak mungkin jika mereka ....

 

Oh Tuhan jangan datangkan badai dalam rumah tangga kami yang sudah berlayar di lautan lepas cukup lama.

 

"Aku 'kan paling suka kalau nasi gorengnya di kasih irisan bakso, kok kamu malah pake suiran daging," sahutku sambil memandangi wajahnya.

 

Merasa heran saja akhir-akhir ini Melta sering memasak makanan kesukaan Gian, walaupun aku tidak menyukainya.

 

"Baksonya abis, Mas," jawabnya datar, lalu ia menyuapkan makanan ke mulutnya dengan santai.

 

"Pake suiran ayam juga enak kok, pokoknya masakan Kak Melta lebih enak dari pada masakan Ibu," sahut Gian memuji istriku berlebihan.

 

Aku hampir tersedak mendengarnya, Melta terlihat bahagia sekali mendapat pujian dari adik iparnya, terlintas rasa bersalah di benakku yang jarang sekali memuji masakan ataupun kecantikannya.

 

"Ah kamu ini berlebihan Gian," Jawab istriku sambil tersenyum-senyum seolah anak ABG yang sedang kasmaran.

 

"Sandrina belum bangun ya, Ma?" tanyaku, mengalihkan perhatian, bagaimanpun juga aku merasa jengah mendengar obrolan ringan mereka yang tanpa melibatkanku.

 

"Iya, masih tidur." Lagi-lagi Melta menjawab dengan nada datar, berbeda sekali saat sedang berbincang dengan Gian, suaranya terdengar ceria dan lemah lembut.

 

"Mas berangkat ya, Sayang, oh ya nanti Mas akan pulang larut malam ada lembur, terus abisnya ada pertemuan dengan teman lama."

 

Kukecup keningnya mesra, hal yang tak pernah kulakukan belakangan ini, istriku nampak tercenung begitupula dengan Gian, dari gestur tubuhnya terlihat sekali jika ia sedang tak nyaman.

 

"Iya, Mas." Jawaban yang singkat.

 

*

 

Keesokan harinya aku terbangun saat mendengar suara percikan air dari dalam toilet kamar kami, apakah Melta mandi sepagi ini? bukankah ia selalu mandi pagi jika kami habis berhubungan suami istri.

 

Sedangkan semalam aku pulang pukul dua belas malam, kudapati Melta sudah terlelap tidur dan kami tak melakukan apapun hingga pagi hari, tapi mengapa dia mandi sepagi ini?

 

Tak berselang lama Melta keluar, benar saja tubuh dan rambutnya telah basah, bibirnya sedikit mengigil karena kedinginan, hati ini berdesir bergulung dengan rasa curiga, degup jantung sudah berdetak tak menentu.

 

"Mel, kok keramas pagi-pagi?" tanyaku sambil bangkit dari tidur.

 

Ia sedikit terperanjat mendengar suaraku, hampir saja hair dryer di tangannya terlepas, mungkinkah Melta hendak mengeringkan rambutnya untuk menghilangkan jejak?

 

"Emmm, anu ... kepalaku gatal banget, Mas sejak malam jadi terpaksa keramas pagi-pagi," jawabnya gelagapan lalu ia tersenyum, terlihat sekali jika senyumannya itu dipaksakan.

 

Adzan subuh berkumandang aku segera menyibak selimut hendak turun dari pembaringan untuk menunaikan kewajiban dua rakaat.

 

Lampu kamar kunyalakan hingga kamar kami yang semula temaram kini terang benderang sempurna. Mataku menyipit saat melihat bercak noda di sprei warna putih yang baru saja kami tiduri.

 

Jantungku berdebar hebat, aku hafal sekali jika noda itu merupakan noda bekas cairan laki-laki, tapi mengapa? bukankah semalam kami sama-sama terlelap.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status