Share

Bab 5

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-02 22:47:10

 

Ya Tuhan, apakah aku salah? ternyata mereka tak melakukan apa-apa, hanya interkasi biasa layaknya seorang adik dan kakak.

 

Kuusap rambut ini dengan gusar, semakin bingung menghadapi keadaan yang terasa berputar-putar, jika mereka ada main di belakang harusnya kesempatan emas ini digunakan untuknya bersenang-senang.

 

Namun, apa itu? Melta malah terbaring di tempat tidur seorang diri, wanita itu sibuk memainkan gawainya, tanpa ada siapapun yang menghampiri apalagi menggauli seperti dugaanku tempo hari.

 

Agghh menyebalkan! 

 

Apa yang kulihat ini nyata? ataukah hanya sebuah dusta? otakku tak bisa berfikir jernih kali ini, gegas aku menelpon Haris untuk membicarakan masalah ini.

 

Untungnya pria itu tak pernah menolak, kapanpun ia siap untuk membantu segala kesusahanku, semoga saja ia bisa memecahkan masalah ini.

 

Hampir satu jam akhirnya Haris datang, ia melepas jas yang membalut tubuhnya.

 

"Ada apa, Nan?" tanyanya enteng sambil duduk di sampingku.

 

"Lo lihat ini." Aku mengalihkan laptop ke hadapannya, beberapa detik kemudian Vidio itu kuputar, keningnya pun nampak mengerenyit.

 

"Ini 'kan bini Lo, maksudnya?" Aku tepuk jidak menanggapinya, kukira ia sudah mengerti, ya Tuhan padahal aku sedang malas memberikan penjelasan.

 

Kuhirup oksigen lalu mengembuskannya sebelum memulai kata.

 

"Itu hasil rekaman CCTV di rumah gue tadi malam, kok mereka ga ngapa-ngapain ya."

 

"Jika bener mereka ada hubungan pastinya kesempatan itu ga akan terlewatkan bukan?" 

 

Haris diam, nampak sedang berfikir, sedangkan otakku rasanya semakin rumit memikirkan hal ini.

 

"Apa gue terlalu berlebihan ya curigai mereka, duhh gue ngerasa bersalah ini nuduh yang engga-engga," cerocosku menganggu konsentrasi Haris.

 

"Bentar-bentar, siapa aja orang yang tahu kalau elo masang CCTV di rumah?" tanya Haris membuatku bibirku bungkam.

 

"Emmm ga ada, bahkan Bi Lela aja gue suruh istirahat di rumah."

 

"Yakin." Haris menatapku tajam.

 

"Susi." Baru kuingat nama itu.

 

"Sekretaris elo?" tanya Haris dengan kening mengerenyit.

 

"Ya iya," jawabku tanpa beban.

 

Ia menepuk jidatnya sendiri.

 

"Harusnya elo ga libatin orang lain, Adnan!" tegas Haris seolah sedang kesal menanggapi kebodohanku.

 

"Kirain gua lu masang sendirian," lanjutnya lagi sambil menyenderkan punggung ke kursi.

 

Aku menggelengkan kepala, rasanya tak mungkin Susi akan berkhianat dan membocorkan semuanya pada Melta.

 

"Susi itu orang kepercayaan gue, Ris." Aku balik menatap wajahnya, ada gurat kekecewaan yang tergambar.

 

Haris memandang wajahku heran, lalu pandangannya tertunduk pada layar laptop.

 

"Kita lihat rekaman ini sampai tuntas ya, Nan, lihat aja bini lo pules tidur Ampe pagi atau malah kebangun tengah malam," ucapnya dengan pandangan mata yang jumawa.

 

Aku salut terhadap Haris, dalam posisi yang cukup rumit ia bisa berfikir jernih, sangat berbeda denganku yang terkesan kalang kabut menanggapinya.

 

"Nih lihat, jam satu malam dia bangun."

 

Kulihat layar laptop, benar saja istriku terlihat bangkit lalu berjalan keluar entah kemana, di kamar Gian tak ada, di dapur dan ruang keluarga di bawah sana juga tak nampak keberadaannya, apalagi di teras tak mungkin ia keluar rumah selarut itu.

 

"Melta ke mana ya, Ris?" tanyaku hampir putus asa.

 

Seketika kepercayaan diriku menciut dan hilang, ternyata mengelabui mereka tak semudah yang kukira, mereka bahkan lebih cerdik dari pada seekor kancil.

 

"Tunggu, kayanya tangga rumah lo ga kerekam kamera CCTV ya?" tanya Haris sambil menopang dagunya, rupanya ia belum putus asa sepertiku, masih mengulik kejanggalan yang ada.

 

"Iya, engga, malah ngebelakangin, Ris," jawabku bagaikan orang bodoh, harusnya saat itu aku pertimbangkan dengan matang lokasi yang strategis untuk menyimpan kamera pengintai.

 

Ah, mengapa semua ini baru terpikir sekarang!

 

"Gimana sih lo, harusnya tuh tangga kelihatan di kamera jadi kita leluasa mantau gerak-getik mereka." Haris mendelik kecewa.

 

Ya Tuhan, semuanya seolah sia-sia dan percuma.

 

"Elo sih masang CCTV-nya pilih-pilih, udah tahu rumah gede," cerocos Haris membuat rasa sesalku kian membekas.

 

"Gua yakin mereka ada di kamar tamu yang sebelah tangga itu," lanjut Harus sambil memijat dagunya.

 

"Terus gimana dong?" Bak orang bodoh aku tanyakan hal itu, padahal posisiku di perusahaan lebih tinggi dari  Haris. Namun, malah ia yang lebih cerdas dan tenang saat memecahkan suatu masalah.

 

"Lo diemin aja dulu lah, tenangin fikiran dan hati Lo, gua yakin setelah ini pasti ada cara yang lain," jawab Haris dengan yakin.

 

Benar apa katanya tak baik untuk kejiwaanku jika terus menerus memikirkan hal ini, bukan solusi yang didapatkan malah jiwaku yang tertekan.

 

"Malam ini Lo hadir 'kan ke pesta itu?" tanya Haris mengingatkan.

 

Terlalu fokus memikirkan skandal perselingkuhan Melta membuat ingatanku jadi lupa segalanya, padahal malam ini aku akan menghadiri pesta ulang tahun Rajawali Properti, banyak kalangan pengusaha kelas atas yang datang ke acara itu.

 

Ya Tuhan betapa peliknya jalan hidupku hingga melupakan momen yang begitu berharga dalam dunia karirku.

 

"Datanglah, masa iya CEO kagak hadir bisa bubar tuh pesta," jawabku sambil terkekeh.

 

"Ok, gua balik dulu lah." 

 

Aku mengangguk menanggapi keputusannya, untuk saat ini sepertinya aku harus membuka mata dan melihat dunia, agar jalan fikiran ini tak buntu saat menghadapi permasalahan yang ada.

 

*

 

Selepas isya pesta itu di mulai, mobilku sudah terparkir di sebuah hotel bintang lima, di mana acara itu diadakan, beberapa pasang mata mulai memperhatikanku.

 

Diantara mereka banyak yang memberikan senyuman hormat juga sapaan hangat, suasana ini sedikit membuat rasa sesakku sirna, juga melupakan sejenak peliknya keadaan rumah tanggaku dan Melta.

 

Sebagai seorang lelaki tentu saja segala sesuatunya harus memakai logika, dunia terbentang luas di depan sana, tak seharusnya permasalahan ini membuatku murung dan mengurung diri dalam tangisan.

 

No, aku adalah lelaki kuat, selicik apapun mereka aku yakin bisa mengatasinya dengan cantik, mengatasi masalah perusahaan yang begitu rumit saja aku sanggup, kenapa masalah Gian dan Melta aku harus menciut.

 

"Hai, Pak Adnan," sapa suara seorang wanita.

 

"Susi." Kupandangi tubuhnya dari atas hingga bawah, penampilannya begitu glamour dan cantik, sangat berbeda dengan biasanya, aura itu terpancar sempurna.

 

"Gimana? CCTV-nya membantu?" tanyanya sambil memberikan segelas air minum ke tanganku.

 

"Hmm, lumayan, thanks ya sudah membantu, aku jadi lupa berterima kasih," jawabku sambil tertawa renyah.

 

Ia menyeringai sambil menyeruput minuman yang ada di tangannya.

 

"Sama-sama, aku seneng bisa bantu Bapak," jawabnya, sungguh aku terbuai dengan senyuman itu.

 

"Diminum, Pak." Ia mengangguk sambil menatap gelas yang kupegang.

 

Saat gelas ini beradu dengan bibir, tiba-tiba ada seseorang yang mendorongku dari arah belakang sana, sontak saja minuman itu tumpah membasahi kemejaku, dan sisanya membasahi lantai di sekitar tempatku berpijak.

 

"Duhh sorry, Nan, gua bantu bersihin ke toilet ya."

 

Ternyata Haris yang menubruk tubuhku dari belakang, entah sengaja atau tidak, yang jelas baru kali ini aku menyaksikan kecerobohannya.

 

Haris menyeret paksa tubuhku menuju toilet, saat tiba di dalam ia celingukan memperhatikan keadaan sekitar.

 

"Adnan, gua kasih tahu jangan minum apapun di sini terutama minuman dari tangan Susi, wanita itu bersekongkol sama Melta buat ngejabak elo," bisiknya yang membuatku tersentak.

 

"Apa? jadi ... Susi?"

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status