Share

Bab 6

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-12-02 22:48:20

 

Lututku terasa lemas, jiwaku bergetar bagaikan  dihantam palu godam, kutatap wajah Haris yang memancarkan kesungguhan, ia sedang tak bercanda, ya Tuhan, bagaimana bisa.

 

"Dengerin gua Adnan, Susi ternyata dibayar Melta buat jebak elo," ujar Haris lagi membuat bibirku terbungkam seribu bahasa.

 

Pantas saja semua jejaknya tak nampak di kamera pengintai itu, rupanya semua ini akibat ulah Susi, mereka main cantik pertempuran ini tak semudah yang kubayangkan.

 

"Adnan, ko elo bengong." Haris mengguncang tubuhku yang memang terasa kaku.

 

"Bentar, Lo tau dari mana kalau mereka kerja sama?" tanyaku penasaran, kuurai degup jantung yang semula berpacu hebat.

 

Ia menyeringai sesaat.

 

" Tadi sore gua buntuti si Susi terus mereka ketemuan sama bini Lo dan dia ngasih sesuatu, gua sendiri juga lihat dia mencampurkan itu ke beberapa minuman, setelah ini gua yakin Susi bakal pakai seribu cara supaya elo bisa minum minuman buatan dia," pungkas Haris panjang lebar.

 

Tertegun mendengarnya untung saja minuman itu tak mendarat di lambungku, mereka bukan hanya licik tapi juga picik, bagaimanapun keadaannya aku tak boleh mundur dan menyerah.

 

"Jadi minuman tadi ada obatnya gitu? buat racunin gue?"

 

"Ya, racunin biar lo tidur, entar pas bangun tau-tau Lo udah sekamar sama Susi dalam keadaan tanpa busana, abis itu terjadilah drama, bini lo datang nangis-nangis dan minta pisah dengan alasan elo udah mengkhianati cintanya," jelas Haris yang membuat bibirku bungkam.

 

Mendengar kenyataan itu bagaikan tersambar petir di siang bolong, tak terbayangkan jika rencana mereka berhasil dan malah aku yang menjadi korbannya, Melta meminta cerai lalu bisa tenang hidup bersama Gian.

 

Kini aku mengerti ucapan mereka tempo hari di ruang makan, ternyata rencana seperti ini yang mereka rencanakan, ia menjadikan Susi kambing hitam selepas itu cuci tangan dan mengatakan pada dunia jika ialah yang dikhianati.

 

Selanjutnya Gian datang bagaikan pahlawan kesiangan, mereka bisa menikah dan menari di atas deritaku, sempurna sekali rencananya. Namun, sayang Tuhan tak menghendaki semuanya.

 

"Apa Susi dan Melta tahu kalau elo mengetahui semuanya, Ris?" tanyaku menatap wajahnya.

 

"Engga, Nan, gua mengintai mereka diam-diam, seandainya keadaan memungkinkan pasti udah gua rekam tadi rencana busuk mereka," jawab Haris yang membuat napasku menjadi lega.

 

"Sudahlah, ayo kita balik, inget pesan gue jangan minum apapun di sini kalau ga mau jadi teler." Ia terkekeh, lalu kami keluar dari toilet bersamaan.

 

"Bentar, Ris, gua lupa." Langkah kami terhenti dan ia menoleh.

 

"Apaan lagi sih?" 

 

"Ini kemeja belum gua bersihin." Kami tertawa bersama.

 

"Yasudah lo bersihin sono, gua nungguin di sini takut elo hilap," ujarnya lalu terkekeh.

 

*

 

Pesta yang dihadiri pengusaha kelas atas itu berjalan sempurna dan meriah, sesuai perintah Haris aku tak menyentuh minuman dan makanan apapun yang tersaji di sana.

 

Entah ada beberapa orang pelayan yang datang menghampiri menawarkan berbagai jenis minuman. Akan tetapi semuanya kutolak, dan sebisa mungkin aku menghindar dari perempuan ul*r itu.

 

Untuk menyiasatinya terpakasa aku bergabung dengan  rekan-rekan dari perusahaan lain, sehingga Susi merasa minder untuk bergabung dengan kami.

 

Saat ini Susi terlihat belum juga menyerah, minuman yang telah dicampur sesuatu itu tak pernah lepas dari tangannya, kepalanya berputar celingukan ke kiri dan ke kanan, untuk apa lagi jika bukan mencari mangsanya.

 

Lihatlah, Melta, bahkan Tuhanku tak meridhoi tindakanmu, di dunia ini mungkin hanya dialah yang berbuat hina seperti itu, menjebak suami sendiri dan setelah itu ia akan bersandiwara di hadapan dunia jika dirinya lah yang tersakiti.

 

Membayangkan itu membuat perutku mual seketika.

 

Malam telah larut, untuk mencegah kemungkinan buruk Haris mengajakku ke rumahnya, ia berkata jika istrinya sudah pulang dari rumah sakit dan sedang ada di rumah.

 

"Gua takut Susi dan Melta belum nyerah dan malah nyusul elo ke hotel terus mereka melaksanakan rencananya di sana, ngeri man, mending nginep di rumah gua aja." Begitu katanya.

 

Setelah tiba dan merebahkan diri di kamar tamu rumah Haris, aku membuka gawai dan ternyata banyak sekali panggilan juga pesan-pesan dari Susi.

 

[Pak Haris di mana]

 

[Bapak sudah pulang, aku nebeng ya, takut pulang sendirian]

 

[Bapak tinggal di hotel Raflesia ya, aku ke sana ya ada yang mau diobrolkan, Bapak nginep di kamar nomor berapa]

 

Seperti itu rentetan pesan dari Susi, aku menyeringai melihatnya, tak terbayang saat ini ia pasti kebingungan mencari keberadaanku di mana-mana 

 

*

 

Adzan subuh berkumandang lekas aku bangkit dan menunaikan kewajiban dua rakaat, kuceritakn kerumitan ini padanya yang mengatur kehidupan, dengan berharap ia akan segera memperbaiki semuanya setelah semua kehancuran datang.

 

Rumah tanggaku boleh hancur, tapi hidup dan masa depanku jangan sampai ikutan hancur, justru mereka berdua yang harus hancur membayar rasa sakit yang kurasakan setiap detiknya.

 

Hati ini teramat berharga, hingga Melta dan Gian harus membayarnya dengan mahal, mereka harus merasakan setiap kepiluan yang kurasakan.

 

Ponselku bergetar, pesan dari Fandi--teman kuliah sekaligus dokter yang menangani kesehatanku tempo hari--

 

[Adnan, hasil tes lo udah keluar, ke rumah gua ya, kita bicara di sana]

 

Keningku mengerenyit membacanya, mengapa harus ke rumah? 

 

[Ok, bentar lagi OTW] balasku.

 

Setelah menyantap sarapan aku gegas meluncur menemui Fandi, Haris sempat menawarkan diri untuk mengantarku. Namun, aku menolak karena merasa terlalu banyak merepotkannya.

 

"Ada apa sih, Fand? kok nyuruh ke rumah segala," ucapku, saat ini kami sedang mengobrol di taman belakang rumahnya, suasana terasa asri terlebih keadaan masih pagi 

 

Fandi menyeruput kopinya.

 

"Minum dulu, Nan, biar rilexs," jawabnya, aku pun mengangguk dan menuruti titahnya.

 

"Gua mau sampaikan tes kesehatan yang seminggu lalu lo jalani, ini memang berat tapi gua minta lo harus sabar ya," ucapnya yang membuatku semakin penasaran.

 

"Iya, gua akan legowo nerima hasilnya," jawabku meyakinkan.

 

Entah mengapa wajah Fandi menatapku serius, semakin membuat degup jantung ini berdetak tak karuan.

 

"Gini, Nan, hasil tesnya mengatakan kalau elo ...." Ucapan Fandi tertahan membuat jiwaku semakin penasaran.

 

"Apa katanya? jangan setengah-setengah dong, Fand." Aku dibuat gemas oleh tingkahnya.

 

"Hasilnya mengatakan kalau elo itu mandul, Nan, sperma lo ga bisa membuahi sel telur, sabar ya." Ia menepuk pundaku.

 

Seketika pandanganku menjadi buram lalu mendadak gelap gulita.

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.B Tamat

    "Tapi Papa ga tahu di mana mamamu sekarang." Mendengar jawabanku ia menunduk kecewa."Kamu ga usah khawatir Papa akan cari Mama sampai ketemu ya."Ia mendongkak dan menatapku dengan ceria."Terima kasih, Pa, semoga Mama cepat ketemu ya aku sudah kangen sekali.""Aamiin." Aku menganggukkan kepala, sepertinya kali ini harus menemui Om Feri dan Tante Ajeng, mereka lah orang terdekat Melta, dan sudah pasti tahu keberadaannya di mana.Sore hari lepas pulang dari kantor aku segera meluncur ke alamat rumah Om Feri yang dulu, setelah satpam mempersilakan masuk aku duduk di kursi teras."Cari siapa, Mas?" tanya seorang wanita, dari wajah sepertinya dia Amanda anak kedua Om Feri."Ini Amanda 'kan anaknya Om Feri?" tanyaku sambil menatap wanita itu."Iya betul, ini ... Kak Adnan?" ia bertanya sambil mengingat-ingat."Iya betul, kamu berubah ya sekarang."Ia tersenyum saat mendengar beberapa pujian dari bibirku, kami mengobrol sejenak basa-basi dan menanyakan Om Feri, ia mengatakan jika ayahnya

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 34.A

    10 Tahun Kemudian.Hari, tahun dan bulan silih berganti tak terasa kini usia pernikahanku dengan Renata sudah memasuki tahun ke sepuluh, Sandrina telah remaja bahkan pemikirannya hampir sepadan dengan orang dewasa, ia berubah menjadi gadis yang cantik, lembut dan berhijab syar'i seperti ibu tirinya.Renata telah berhasil mendidik anak itu ke jalan yang benar, aku bersyukur memilki dia yang tak pernah mengungkit kekurangan diri ini, ia selalu fokus pada kekurangan dirinya dalam melayani suami.Tak ada anak yang dihasilkan dalam pernikahan kami. Namun, kami dikelilingi oleh empat orang anak sekaligus.Arjuna yang tak lain putranya Haura Rahimahullah, kini telah berusia sepuluh tahun, ia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, itu juga berkat didikan dari istriku tercinta.Sedangkan kedua anaknya Syafiq dan Maryam jauh lebih berprestasi dari Sandrina, kini si sulung Syafiq sudah berumur tujuh belas tahun dan sudah menjadi hafiz Qur'an, sedangkan si bungsu Maryam, kini berusia t

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.B

    (POV MELTA)Tak ingin lagi menanggapi ocehannya yang pedas, aku melihat cermin yang berada di dinding dekat spring bed tempatku berbaring.Luka bakar wajahku memang sudah pulih. Namun, bekasnya membuat wajah ini terlihat menjadi seram, tak terbayang jika ke luar sana tak mengenakan masker pasti orang-orang akan takut melihatnya.Bukan hanya wajah yang hancur tapi hidupku pun menjadi hancur, jika saja aku tak sedang mengandung mungkin dari kemarin aku sudah mengakhiri hidup ini.Terpuruk tanpa ada seseorang yang memberi kekuatan dan semangat hidup itu terasa menyakitkan, lebih sakit dari pada ditusuk sebuah pedang.Sempat aku berharap agar diri ini mati seperti Gian, ia tak lagi menanggung malu dan cemoohan orang-orang, kenapa ia lenyap semudah itu? setelah semunya hancur tak bersisa.Namun, aku lega karena Justin sudah mendapat hukumannya, yang kudengar dari Om Feri beberapa Minggu yang kalau pria blasteran Amerika itu mengalami depresi, dan selalu mencoba bunuh diri.Aku menyeringai

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 33.A

    (POV MELTA)Sembilan bulan sudah janin ini tumbuh di rahimku, kini waktunya ia keluar melihat dunia yang luas dan indah, perutku sudah terasa mulas, entah mengapa janin ini tetap hidup walau aku banyak stres dan banyak makan makanan yang tidak bergizi.Kuharap bayi yang tak jelas siapa ayahnya ini akan lenyap seiring waktu. Namun, di luar dugaan ia begitu kuat laksana sebuah baja."Bu, tolong! Perutku sakit, kayanya mau lahiran ini!" teriakku pada petugas lapas.Dengan napas yang terengah-engah aku berdiri sambil memegang perut yang sudah membukit ini, berteriak lagi pada petugas lapas yang tak kunjung datang memberi pertolongan."Mulesnya berapa menit sekali?" tanya petugas itu dingin."Sudah sering, ini udah mau lengkap pembukaannya, cepat bawa saya ke rumah sakit.""Ya sudah ayo ikut saya.""Aku ga kuat jalan, Bu, sakit," rintihku, wanita berbadan tinggi itu berdecak kesal."Sebentar saya ambil kursi roda," ujarnya ketus, lalu mendelik sebelum pergi.Begitulah nasibku di sini, dise

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.B

    Ya Tuhan, aku tak kuasa melihat deritanya, kupeluk tubuh mungil itu dan mengusap-usap punggungnya."Dia sudah di alam kubur, Sayang, Tante Ara ga akan pulang lagi ke sini, Ina doain supaya Tante Haura dikasih tempat yang paling nyaman di sana."Ia menangis terisak-isak, meraung menginginkan pengasuhnya kembali."Sini sama Nenek, walaupun Tante Ara sudah ga ada tapi 'kanasih ada bayinya, kalau sudah gede Ina bisa jagain Dede bayi pasti Tante Haura seneng di alam sana." Ibu membawa gadis kecil itu ke pangkuannya.Ia masih menangis meluapkan emosinya, aku faham Sandrina pasti sangat kehilangan, tak mudah mengobati luka hatinya yang sudah terlanjur memiliki harapan."Aku mau Tante Ara, Nek, bilang sama dia suruh pulang ke sini lagi," rengek Sandrina, membuat semua mata menangis karenanya."Dia sudah pulang ke pencipta-nya, yaitu Allah, doa in saja ya," bujuk ibu lagi sambil memeluk erat tubuhnya."Jadi Tante Ara ga bakal temenin Ina main lagi? ga bakal pulang ke sini lagi?""Kan masih ada

  • Kekasih Gelap Istriku Ternyata?   Bab 32.A

    "Jangan ngaco kamu, Dati!" bentak ibu tak terima."Anakmu 'kan yang sudah menyebabkan putriku meninggal, jadi kalian harus tanggung jawab, kalau engga aku akan melaporkan masalah ini ke polisi!" teriaknya sambil menyeka ingus dan air mata."Ngelaporin apa lagi? toh anak saya Gian juga lagi dipenjara, dan kamu ga ada bukti sama sekali, kalau mau lapor ya silakan, ga ngaruh ke kehidupan saya dan Adnan!" tegas ibu Ternyata wanita yang berumur senja itu bisa juga berfikir realistis, Bu Dati nampak terbungkam dan melirik suaminya."Ya maksudnya kalian 'kan orang berada seenggaknya kasihlah kami uang untuk biaya tahlilan Haura, gitu lho maksud istriku." Bapak menimpali.Huhh, bilang saja mau duit!"Ya masa cuma buat tahlilan aja harus 1 Milyar, mikir dong, saya bisa laporkan istrimu ke polisi atas kasus pemerasan, mau kamu!" tegas ibu lagi.Sepertinya wanita yang telah melahirkanku itu sangat membenci mantan suaminya, terlihat sekali dari nada suara seolah ada dendam yang membara dalam dad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status