"Cinta yang tulus adalah api yang membakar. Terkadang, ia membakar dengan kehangatan. Namun, di tengah dunia yang tak kenal ampun, ia bisa membakar dengan kehancuran. Dan di tengah kehancuran, Elaria telah menemukan bahwa ia telah terbakar lebih dulu, dan tidak ada lagi yang bisa diambil darinya."***Setelah meninggalkan perjamuan, Kaelion membawa Elaria ke ruang kerjanya. Ruangan itu terasa tenang dan aman, jauh dari bisikan dan cemoohan para bangsawan. Elaria hanya terdiam, tatapannya kosong, tetapi Kaelion tahu... ia terluka."Aku minta maaf," Kaelion memulai, suaranya serak. "Aku... aku tidak menyangka mereka akan begitu kejam."Elaria menggelengkan kepalanya. "Aku... sudah menduga, Kaelion. Aku tahu... dunia tidak akan pernah menerima kita."Kaelion menatapnya, matanya dipenuhi dengan kesedihan. Ia ingin memeluknya, tetapi ia merasa tidak pantas. Ia telah menyebabkan semua penderitaan ini. Ia telah membuat Elaria menjadi target."Elaria," Kaelion
"Cinta yang datang setelah badai, sering kali adalah cinta yang paling tulus. Tapi dunia tidak menyukai ketulusan yang datang terlambat. Mereka lebih suka melihat drama dan kepalsuan. Di antara bisikan dan cemoohan, dua hati yang telah bersatu harus menghadapi kekejaman dunia."***Kabar tentang Kaelion dan Elaria yang berdansa di perjamuan malam musim semi menyebar seperti api. Seluruh kerajaan membicarakannya. Sebuah berita yang mengejutkan, karena Duke Kaelion yang dingin dan kejam, tiba-tiba jatuh cinta pada seorang wanita yang tidak memiliki kekuasaan.Pada perjamuan lain yang diadakan seminggu setelahnya, suasana terasa berbeda. Bisikan terdengar di setiap sudut ruangan. Mata-mata tersembunyi mengikuti setiap gerakan Kaelion dan Elaria. Elaria, yang kini berada di sisi Kaelion, merasakan semua tatapan itu. Ia merasakan cemoohan dan hinaan."Lihat dia," bisik seorang Lady kepada temannya, suaranya dipenuhi dengan cibiran. "Anggur murahan yang berlagak bangsa
"Ada hati yang telah menemukan rumahnya, tetapi terpaksa berada di persimpangan jalan. Satu jalan menuju kehormatan dan takhta, jalan yang telah ia lalui seumur hidup. Jalan yang lain menuju cinta, jalan yang baru ia temukan. Dan di persimpangan itu, Kaelion harus memilih, karena ada hati yang tak bisa dibeli oleh gelar." *** Ruangan Dewan Istana terasa dingin dan suram. Angin musim semi tidak mampu menembus ketegangan yang menyelimuti para bangsawan terkemuka. Di tengah-tengah mereka, duduklah Kaelion, raut wajahnya tegang. Pangeran Aerion, sang pewaris takhta, kini terbaring lemah di ranjang, kondisinya memburuk dari hari ke hari. "Kami telah mendengar laporan dari tabib istana," kata Duke Montagu, seorang pria tua dengan wajah tegas, suaranya menggelegar. "Pangeran Aerion tidak akan bertahan lama." Semua orang terdiam. Kematian Pangeran berarti krisis. Kerajaan akan goyah. "Tentu saja," lanjut Duke Montagu, menatap Kaelion. "Kita harus bertindak. Yan
"Sebuah istana yang dulu megah dan dingin, kini menjadi saksi sebuah deklarasi yang berani. Di tengah keramaian, ada hati yang menemukan keberanian, ada jiwa yang menemukan tempatnya. Dan di antara keriuhan, ada tembok yang akhirnya retak, membiarkan cahaya masuk." *** Perjamuan malam musim semi di Istana Nightborne adalah perhelatan yang paling dinantikan. Para bangsawan datang dengan gaun-gaun termewah dan jubah terindah mereka, berharap bisa menarik perhatian sang Duke yang terkenal dingin. Ruangan itu dipenuhi dengan dentingan gelas anggur, bisikan gosip, dan tawa yang dipaksakan. Di sudut ruangan, Elaria duduk sendirian. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna lavender yang tidak menarik perhatian. Ia tidak mencoba untuk menonjol, tetapi tatapannya selalu mengikuti Kaelion. Sejak percakapan mereka, ia merasa ada sesuatu yang berubah. "Mengapa kau tidak bergabung, Lady Elaria?" tanya seorang wanita bangsawan, suaranya dipenuhi
"Ada langkah yang harus diambil dalam kesendirian, sebuah keputusan yang tak bisa terburu-buru. Namun, terkadang ada momen yang tiba-tiba datang, mematahkan semua ketakutan. Di antara ciuman dan janji, dua takdir yang berbeda mulai menuliskan kisah mereka sendiri." *** Setelah Kaelion mengantar Elaria kembali ke Estate Thorne, ia menghabiskan beberapa hari dengan penuh perenungan. Kata-kata Kaelion berputar-putar di benaknya seperti melodi yang tak pernah berhenti. Ia tahu, jika ia kembali, ia tidak bisa lagi menjadi figuran. Ia harus berani. Elaria bangun dengan sebuah keputusan. Ia tidak akan menunggu lagi. Ia akan menemui Kaelion, tetapi kali ini, ia akan menemuinya sebagai seorang wanita, bukan seorang figuran. Ia akan menuntut sebuah jawaban, sebuah jawaban yang akan mengubah hidupnya. "Aku akan kembali ke istana," Elaria berkata pada Viscount Thorne. "Saya akan menemuinya." Viscount Thorne menatapn
"Ada suara hati yang terlalu lama terkunci, kini ia meronta, ingin didengar. Ada sebuah pengakuan yang telah lama tertahan, kini ia harus keluar, tak peduli betapa takutnya. Karena ketika cinta bicara, tidak ada lagi ruang untuk bersembunyi." *** Setelah percakapan yang tegang, Kaelion dan Elaria kembali duduk di kursi masing-masing. Suasana di antara mereka terasa tebal dan berat, dipenuhi dengan ketidakpastian. Kaelion menatapnya, Elaria menunduk, menghindari tatapannya. "Apakah... Anda menginginkan teh lagi, Yang Mulia?" Elaria bertanya, suaranya sopan dan formal. Ia masih menjaga jarak. Kaelion menggelengkan kepalanya. "Tidak," ia menjawab, suaranya lembut. "Aku tidak membutuhkan teh. Aku hanya membutuhkanmu." Elaria terdiam. Hatinya berdebar kencang. Ia tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. Kaelion bangkit dari kursinya, berjalan ke arah jendela. Ia menatap ke luar, melihat pemandangan istana yang megah. "Elaria..