"Belinda! Ngapain dia ada di sini?""Loh, bukankah itu Naina?"Dua wanita yang baru saja bertermu di rumah bintang, sama-sama tercengang begitu mereka saling tatap satu sama lain. Keduanya seperti tidak menyangka akan bertemu di tempat itu dan dari reaksi yang mereka tunjukan, nampak begitu jelas kalau mereka itu saling kenal.Kedua wanita itu saling bergumam dalam hati, menyuarakan rasa terkejunya. Mata mereka juga saling tatap satu sama lain dengan tatapan seperti menyelidik.Sikap Naina saat ini, ternyata diam-diam diperhatikan oleh Bintang, yang sedari duduk di sebelah kakak iparnya. Pria itu cukup heran melihat reaksi Naina kala melihat kedatangan Belinda. Sikap Naina saat ini sontak menumbuhkan tanda tanya dalam benak aktor tersebut.Berbeda dengan Belinda, entah kenapa wanita yang saat ini sedang berusaha tersenyum, mendadak merasa tak nyaman begitu melihat wajah seseorang yang sudah dia kenal. Tangan kanan Belinda bahkan sampai terkepal dan langkahnya mendadak berhenti, kala m
Naina tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ayahnya Bintang. Dia seketika langsung melihat ke arah Bintang karena Naina sendiri tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan tersebut. Naina sebenarnya ingin berkata jujur tentang masa lalu dia dan Bintang, tapi Naina tidak memliki keberanian. Dari tadi Naina juga sebenarnya merasa khawatir mengenai sesuatu."Dari acara jumpa penggemar di kotanya, Pa, dia kan penggemar beratku," balas Bintang terlihat begitu tenang.Bintang seketika mengerti akan tatapan yang dilayangkan Naina kepadanya. Sebelum menjawab pertanyaan sang Ayah, Bintang sedikit menyeringai begitu menyaksikan kebingungan yang ditunjukan pacar palsunya.Bintang menduga, kalau Naina pasti takut untuk berkata jujur tentang mereka yang sudah saling kenal sejak masa sekolah dulu. Dugaan Bintang memang tepat, Naina belum siap jika dia disalahkan sebagai penyebab Bintang depresi. Sebenarnya saat seperti itu adalah kesempatan bagi Naina untuk menanyakan kebenaran masa lalu Bin
Sampai di kediamannya, Bintang dan Naina sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak perdebatan yang membahas tentang Belinda. Mereka sudah cukup lelah dengan kegiatan hari ini dan mereka tidak mau perdebatan itu menambah rasa lelah mereka.Sebenarnya, Bintang beberapa kali mengeluarkan sindiran halus. Namun Naina memilih diam dengan memejamkan matanya, meski benaknya cukup emosi mendengar ocehan Bintang yang terus menguji amarahnya.Entahlah, Naina sendiri bingung, kenapa Bintang sampai sedendam itu sama dia. Bintang benar-benar menyalahkan Naina sepenuhnya atas perbuatan di masa lalu. Naina sempat merasa takjub dengan sikap Bintang yang memendam dendam selama bertahun-tahun."Capek ya, Mbak?" sebuah suara yang tiba-tiba mengelurkan celetukan, cukup mengagetkan Naina yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Naina pun seketika melempar pandangannya ke arah pintu kamar dan dia tersenyum kala mengetahui sosok yang melempar tanya kepadanya."Yah, seperti yang kamu li
Haripun kini kembali berganti. Seperti biasa, setiap pagi dan hampir menjelang siang, suara Dimdim akan menggelegar, memenuhi lantai dua di sebuah rumah mewah. Rumah milik seorang aktor ternama, setiap pagi terlihat lebih hidup oleh ramainya orang-orang yang menghuni di dalamnya."Udah bangun Mas Bintangnya?" tanya Bi Sari, yang saat itu sedang duduk di salah satu kursi, yang mengelilingi meja makan. Wanita yang usianya sudah lebih dari empat puluh tahun itu, melempar pertanyaan begitu matanya menangkap sosok pemuda yang mendekat ke arahnya."Sudah," jawab si pemuda agak lesu sembari meletakan pantatnya di kursi lain yang ada di sana. "Apa Bintang tiap hari harus dibangunin seperti itu? Tidak menggunakan alarm?" tanya Naina sembari melangkah dari arah dapur dengan tangan membawa piring berisi gorengan untuk sarapan. "Harus! Kalau nggak kayak gitu ya, nanti dia bakalaan telat," jawab Bi Sari, lalu dia bangkit dari duduknya dan mengambil piring terus mengisinya dengan nasi. Untuk lauk
"Kamu serius?" tanya Jona sembari memutar badannya sedikit hingga menghadap wanita yang baru saja mengajukan pertanyaan kepadanya. Mata Jona menatap lekat wanita yang belum lama ini bekerja pada salah satu aktor, yang dia pegang dengan tatapan menuntut jawaban secepatnya."Kalau tidak serius, buat apa aku bertanya Mas?" balas Naina lalu wanita itu tersenyyum canggung. Naina lalu mengedarkan pandangannya ke arah Bintang yang nampak sangat fokus dengan pekerjaannya saat ini.Begitu juga dengan Jona. Sebelum menanggapi ucapan Naina, pria itu juga melempar pandangan matanya ke arah yang sama dengan wanita yang berada satu langkah di belakangnya. "Apa alasan kamu ingin kerja di tempat lain?" tanya Jona sedikit penasaran.Untuk beberapa saat Naina menoleh, menatap lekat pria yang masih serius memperhatikan aktornya. Kemudian Naina pun tersenyum dan kembali menatap ke arah yang sama. "Aku ingin bekerja di tempat yang membuatku merasa nyaman, Mas."Kali ini giliran Jona yang menatap lekat b
"Dasar sialan! Cowok apaan itu kayak gitu!" umpat Naina begitu mobil yang dikemudikan Dimdim menjauh. Tangan wanita itu mengepal dengan tatapan mata penuh kemarahan, menatap tajam mobil yang mulai menghilang dari pandangan."Tahu begini, mending aku bongkar sekalian kebohongan kamu saat di rumah sakit dulu," gumam Naina dengan segala amarah yang masih menyelimutinya. Wanita itu menghembuskan nafasnya secara kasar lalu dia mengedarkan pandanganya ke sekitar."Ini aku ada di mana? Benar-benar kurang ajar itu Bintang, kalau pengin ngebuang aku di kota orang, nggak perlu pakai cara pengecut seperti itu!" berkali-kali Naina mengumpat sembari berpikir mencari jalan keluar untuk masalahnya.Naina segera mengambil ponsel di tas slempang yang setia menemaninya sedari dulu. Setelah melihat waktu, dia mencari petunjuk tentang keberadaan dirinya. Setelah mendapat sedikit informasi tentang tempat keberadaannya melalui maps, Naina memutuskan pergi dari tempat itu.Di sisi lain, tepatnya di dalam mo
"Yura?" tanya Bintang, dan saat itu juga dia menunjukkan wajah terkejutnya. Bahkan pria itu menatap lekat sang sutradara yang begitu ringan dalam mengembangkan senyum kepadanya. "Anda menawari saya bekerja sama dengan Yura?" tanya Bintang memastikan.Dengan sangat yakin sang sutradara itu mengangguk. "Yah, kenapa?" tanya pria yang usianya sudah mencapai lima puluh tahun lebih tersebut dengan sangat santai. Melihat reaksi sutradara yang terkesan biasanya saja, seketika Bintang langsung tersenyum sinis. "Sepertinya, saya terlalu membuang waktu, datang ke tempat ini," ucapnya sedikit kecewa. Bintang lantas langsung berdiri dan bersiap untuk pergi."Tunggu dulu," sang sutradara segera menahannya. Dia cukup terkejut melihat reaksi Bintang saat ini, "Bukankah ini sangat menguntungkan bagi kamu? Tenang saja, ada banyak sponsor yang berani membayar mahal untuk proyek ini."Bintang kembali menunjukan senyum sinisnya. "Menguntungkan bagi saya, atau menguntungkan bagi Anda? Sudah, jangan buang
"Kita mau kemana, Mas?" setelah berada di dalam mobil, Naina langsung bertanya kepada sosok yang menjemputnya. Untuk pertemuan kali ini Naina sudah tidak merasa canggung lagi pada sosok yang menjadi idolanya. Dialah Miko Angelo, pria tampan yang menjadi aktor idola bagi Naina. Begitu mendapat kabar tentang wanita itu, Miko langsung menghubungi Naina untuk menjemputnya. Awalnya Naina menolak, tapi setelah Miko meyakinkan, wanita yang mengidolakannya pun akhirnya pasrah.Tentu saja, sebagai penggemar, Naina sebenarnya tidak ingin melewatkan kesempatan seperti ini. Jadi, saat Naina menolaknya, itu hanya sikap pura-pura saja."Bagaimana kalau kita makan dulu? Kebetulan, aku sedari tadi belum makan," jawab Miko memberi ide sembari sesekali melirik Naina. "Kenapa Mas Miko senang banget ngajak aku makan sih?" balas Naina sedikit bercanda, "Apa Mas Miko ingin menjadikanku wanita gendut?""Hahaha... nggak lah," bantah Miko sembari tergelak. "Kebetulan aja mungkin. Lagian, bukankah lebih nyam