Share

Menjadi Canggung

Hening, seketika suasana benar-benar terasa hening. Namun anehnya suasana hening itu terjadi, hanya pada salah satu gubug yang ada di sudut rumah makan, di mana dalam gubug tersebut ada sepasang pria dan wanita yang saling terdiam sembari menikmati hidangan.

Dengan segala rasa canggung yang luar biasa, sepasang mata milik kedua pria dan wanita itu sama sekali tidak berani saling menatap karena masih dalam suasana hati yang syok atas apa yang yang baru saja terjadi di antara mereka.

Sungguh, jika difilmkan, mungkin itu adalah salah satu adegan paling romantis yang sering menjadi penguat cerita dalam drama penuh cinta. Namun sayangnya adegan yang harusnya romantis, malah berakhir saling kesal dalam benak pria dan wanita tersebut.

"Heran, nih tangan kenapa bisa spontan gitu sih? bikin malu aja?" rutuk si pria dalam hati.

"Maksudnya apa coba berbuat kayak gitu? Mau dianggap pria romantis? Nggak mempan," dumel si wanita juga dari dalam hatinya.

Tentu saja masih terekam dengan sangat jelas dalam pikiran mereka, bagaimana Bintang tiba-tiba mengusap bibir Naina yang belepotan karena kuah makanan. Keduanya sungguh syok sampai keduanya baahkan saling terdiam dan saling menatap.

Namun kurang dari dua detik, Bintang langsung menekan bibir Naina pakai tisue sebagai pengalihan perasaannya yang saat itu juga sangat terkejut dengan apa yang dia laukan.

"Makan kayak bayi, malu-maluin," ejek Bintang langsung menarik tangannya.

Naina sontak saja mendengus dan mengambil alih tisue lain.

Karena kejadian itulah, keduanya kini benar-benar diliputi rasa canggung sampai rasa nikmat dalam menyantap hidangan, sedikit hilang oleh rasa canggung yang terjadi saat ini.

"Jangan mikir yang tidak-tidak," secara tiba-tiba Bintang kembali bersuara sampai membuat Naina tertegun dan menatap penuh tanya pada pria itu.

"Aku hanya merasa tidak nyaman aja kalau menikmati makanan, melihat hal yang jorok seperti tadi," sambung Bintang tanpa menatap lawan bicaranya.

"Siapa juga yang mikir macam-macam," sungut Naina begitu kesal.

"Nggak usah terlalu percaya diri hanya karena kamu seorang aktor, terus aku bakalan seneng gitu digituin sama kamu? Nggak!" cibir wanita itu lalu segera beranjak meninggalkan Bintang yang saat itu juga langsung melongo.

"Kamu mau kemana? Hey!" Bintang bersuara lebih keras, tapi Naina sama sekali tidak peduli. Wanita itu terus melangkah menuju ke sebuah toilet.

"Dasar aktor gadungan. Mentang-mentang tenar apa gimana? Jadi sok ganteng gitu," Naina tidak berhenti menggerutu sampai dia berada di dalam toilet. Wanita itu segera mencuci tangan lalu membasahi sedikit area sekitar bibir.

Setelah urusan toilet selesai, Naina segera keluar. Namun bersamaan dengan itu, Bintang pun juga hendak masuk ke dalam toilet, menyebabkan mereka harus berhadapan di dekat pintu toilet tersebut.

"Kamu tunggu di mobil," titah Bintang mengurai rasa canggung dan pria itu segera saja masuk ke dalam toilet khusus pria. Naina hanya melirik seklias sampai punggung Bintang menghilang tertutup pintu, lalu wanita itu mendengus.

Masih dengan menggerutu, wanita itupun tetap mematuhi perintah pria yang akan membawanya ke kota. Tak butuh waktu lama, Bintang pun segera menyusul Naina. Tanpa banyak percakapan, begitu sudah berada di dalam mobil, Bintang langsung menyalakan mesin dan melajukan mobil tersebut.

Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dan menghabiskan waktu beberapa jam, kini mobil yang dikendarai Bintang sudah sampai ke area rumah pribadinya.

Sepanjang perjalanan, sama sekali tidak ada yang mengeluarkan suara, baik itu Bintang ataupun Naina. Keduanya masih diliputi rasa kesal dan canggung atas kejadian tak terduga saat di rumah makan.

"Ini, aku akan tinggal di sini?" tanya Naina begitu mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang.

"Iya lah. Kalau nggak tinggal di sini, kamu akan tinggal dimana?" balas Bintang masih dengan sikap ketusnya. Padahal Naina bertanya dengan suara yang lembut.

"Jadi aku tinggal berdua sama kamu? Nggak, nggak bisa! Aku nggak mau tinggal satu rumah sama cowok. Bagaimana pandangan orang nanti tentang kita?" tiba-tiba Naina malah terlihat panik dan juga kesal dalam waktu yang bersamaan.

"Ngapain ribet dennger omongan orang?" bukannya menenangkan wanita yang sedang panik, Bintang malah sengaja menyulut rasa panik itu sampai membuat Naina melotot.

"Yang benar saja lah, Bin. Kita itu bukan suami istri dan kita bukan saudara. Apa kata orang nanti kalau kita tinggal dalam satu rumah?" Naina langsung meluapkan apa yang ada dalam benaknya dengan nada yang lebih tinggi karena kesal dengan sikap Bintang yang nampak cuek.

Di saat baru saja Naina mengakhiri luapan kekesalannya, wanita itu dibuat melongo kala matanya menangkap sosok wanita muda membuka pintu gerbang. Naina pun tertegun dengan mata terus memperhatikan wanita yang sudah pernah dia lihat sebelumnya.

"Di rumah ini yang tinggal itu bukan aku saja. Ada Silvi, ada Dimdim dan ada satu wanita paruh baya. Jadi kamu jangan terlalu percaya diri. Aku juga nggak mau tinggal berdua dengan kamu," ucap Bintang penuh kemenangan. Lalu pria itu menyeringai dan menjalankan mobilnya memasuki pekarangan rumah.

Naina terbungkam dan wanita itu memilih diam karena merasa malu dengan pikirannya sendiri.

"Mas Bintang, di dalam ada Bos besar," lapor Silvi setelah wanita itu menutup pintu gerbang lalu menghampiri Bintang, yang baru saja turun dari mobilnya.

"Kamu tunjukin kamar dia. Jona tadi sudah ngasih tahu kamu kan?" tanya Bintang setelah dia mengangguk samar begitu menerima laporan dari asistennya itu.

"Sudah, Mas," jawab Silvi lalu gadis itu menoleh ke arah Naina. "Ayo Mbak ikut saya."

Naina pun mengangguk lalu dia menarik kopernya dan melangkah bersama sang asisten.

Bintang sendiri langsung masuk ke dalam karena dia harus menemui Bos besar yang katanya sudah menunggu. Bos besar adalah julukan yang disematkan kepada pemimpin agensi tempat Bintang bernaung sebagai selebritis.

"Hallo, Bos, apa kabar?" seperti biasa, Bintang selalu menyapa bosnya dengan begitu santai. Meski pria itu tahu apa tujuan sang bos datang ke tempat ini.

"Kamu gila apa? Bisa-bisanya kamu bikin pengakuan seperti itu! Otak kamu di mana, Bintang?" seru Sang bos langsung meluapkan emosinya yang sudah dia pendam sejak mendengar berita tentang astisnya yang sangat menggemparkan hidup sang Bos dan perusahannya.

Bintang bukannya takut, dia malah menyeringai. "Aku masih waras, Bos, belum gila sepenuhnya," balas Bintang santai.

"Tapi gara-gara pengakuan kamu, kamu hampir menghancurkan perusahan saya. Kamu sadar nggak sih dampak dari perbuatan kamu itu!" sang bos yang merupakan seorang pria berusia sekitar 40 tahun benar-benar meluapkan semua yang ingin dia katakan.

"Bos tenang aja, perusahaan kita nggak bakalan hancur. Bos nggak perlu khawatir. Justru, perusaahan kita akan makin bersinar. Percaya deh sama aku."

Sang bos sontak langsung mendengus. "Percaya sama kamu? Yang ada aku malah tersesat," sungut sang bos, dan seketika itu juga bintang malah terbahak.

"Dihh, malah ketawa," sang bos yang sedari tadi melampiaskan kekesalanya sembari berdiri, kini dia kembali duduk. "Kata Jona, cewek yang kamu anggap sebagai pacar, kamu bawa ke sini?"

"Iya, Bos, kenapa?" balas Bintang begitu suara tawanya berangsur reda.

"Aku akan jadikan dia sebagai asistennya Miko."

"Apa! Miko? Musuh bebuyutanku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status