 INICIAR SESIÓN
INICIAR SESIÓNJi An membuka mata dengan perasaan lelah.
Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama. Ia merangkak keluar dari tenda. Diluar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin. Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung didepan api. Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam? Sekelebat pikiran melintas di benaknya. Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa? Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar. Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sendiri? Ia tiba-tiba merasa beruntung tidak terjadi apa-apa pada dirinya semalam. "Bagaimanapun, bulan akan kembali muncul malam ini." gumamnya. Ia bangkit dari duduknya, bersiap-siap untuk kembali melanjutkan perjalanan. Siang hari tidaklah terlalu terik. Semakin ke dalam hutan semakin rapat jarak antara pepohonan. Tidak jarang ia mendapat beberapa tanaman obat yang hanya tumbuh di hutan bagian dalam. Dengan bersemangat ia terus berjalan ke dalam hutan dengan membayangkan mungkin tanaman-tanaman obat yang langka itu akan ditemukannya nanti. Ji An menajamkan telinganya saat samar-samar dikejauhan ia mendengar suara auman. Serigala hutan! Teriaknya dalam hati. Ia segera berlari, tahu jaraknya dari suara tadi meskipun cukup jauh namun ia yakin binatang itu bisa segera menyusulnya mengingat makhluk itu memiliki kaki lebih banyak darinya! Napasnya tersengal-sengal, entah sudah sejauh apa jarak binatang itu sekarang dengan dirinya. Ia memeriksa sekitarnya, menemukan semak tinggi ia berlari masuk kedalamnya. Sesekali mengintip untuk memastikan serigala tadi tidak mengejarnya. Ji An kembali menajamkan telinganya. Fokus mendengar suara-suara dari sekitarnya maupun dari kejauhan. Suara langkah ringan yang ia yakin milik binatang berkaki empat semakin jelas terdengar. Kalau itu serigala tadi, ia yakin tidak akan lolos meskipun bersembunyi dibalik semak-semak. Mereka memiliki indera penciuman yang baik, tentu saja dengan mudah akan menemukannya. Ji An keluar dari semak-semak. Langkah kakinya yang pendek ia percepat. Sungguh sial bertemu serigala hutan. Tenaganya kini benar-benar hampir habis setelah lama berlari. Semakin jauh berlari ke hutan lebih dalam ia bisa melihat kabut tebal didepannya. Ragu-ragu Ji An mendekati area yang berkabut itu. Rasa penasarannya tergugah. Tempat ini.. mungkinkah itu area hutan terdalam? Hatinya mulai berharap bisa menemukan tanaman langka yang selama ini dicari-carinya. Tapi bagaimana kalau didalam lebih berbahaya? Kakinya mundur selangkah. Namun matanya memandang lekat ke dalam kabut. Sudah berjalan sejauh ini, kalau harus kembali sekarang bukankah semua usahanya menjadi sia-sia! Sudah sampai disini sebaiknya memeriksa ke dalam agar tidak ada penyesalan. Membulatkan tekad, ia melangkah perlahan menembus kabut putih tadi. Ji An bisa merasakan hawa dingin menembus kulitnya membuatnya menggigil. Ia memeluk dirinya dan terus berjalan. Kabut ini seperti tiada akhirnya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas keadaan disekitarnya. Hanya meraba-raba tanah dibawah dengan kakinya. Tiba-tiba ia merasa sesuatu bergerak halus di tengkuknya, yang kemudian diikuti dengan rasa kebas. Apakah sesuatu telah menyengatnya..? Detik berikutnya ia merasa kesulitan bernapas seakan sesuatu menyumbat tenggorokannya. Ia menyeret langkahnya yang semakin berat berharap bisa secepatnya keluar dari kabut itu. Ji An diambang kesadarannya merasakan tubuhnya melayang ringan di udara. Disekitarnya masih terselimuti kabut putih. Matanya yang hampir terpejam menangkap sosok orang disisinya. Dari jarak sedekat itu ia samar-samar melihat profil samping seorang pria. Rambut pria itu hitam legam...dan dia..dia mengenakan jubah putih... Kemudian kesadarannya pun hilang sepenuhnya. Ji An terbangun dengan napas memburu. Barusan ia bermimpi buruk bertemu dengan serigala besar dihutan. Setelah sedikit tenang, matanya segera menangkap keadaan sekitarnya yang asing, ia mengerjap. Dimana ini? Ini sama sekali bukan kamarnya. Ia sedang berbaring diatas dipan yang beralaskan bulu tebal. Ia dapat merasakan kehalusan dari alas bulu itu. Disamping dipan terdapat sebuah meja kayu kecil, yang diatasnya tergeletak sebuah mangkuk. Sebuah jendela kecil yang letaknya sejajar dengan dipan di ruangan itu sedikit terbuka, membuat seberkas cahaya masuk dari celahnya. Selain dipan dan meja kayu kecil, didalam kamar itu tidak ada perabot lainnya. Ji An mengernyit, lehernya terasa perih. Ia mencoba meraba perlahan lehernya mencari tahu apa yang terjadi. Sebelah kanan lehernya sedikit bengkak. Ia meraba cekungan kecil ditengah bagian yang bengkak tadi. Sedikit perih. Sepertinya ia telah disengat sesuatu. Menutup mata, ia mencoba mengingat apa yang sudah terjadi sebelumnya. Ah, dia ingat sedang berada di dalam hutan! Kemudian ingatannya beralih pada saat ia berlari untuk menyelamatkan hidupnya dari serigala hutan. Lalu kabut itu muncul dihadapannya, setelah itu dadanya tiba-tiba terasa sangat sesak, kejadian setelah itu ia tidak tahu lagi. Ji An bangkit dari posisinya berbaring. Merasakan tubuhnya tidak terlalu bertenaga, akhirnya ia hanya duduk di tepi dipan. Sudah berapa lama ia tertidur? Siapa yang membawanya kemari? Ia sungguh ingin keluar dari ruangan itu dan mencari tahu keadaan diluar. Pandangannya beralih ke mangkuk di atas meja. Ia menjulurkan tangannya mengambil mangkuk kecil itu. Didalamnya terdapat cairan berwarna gelap. Ia mendekatkannya ke wajahnya untuk membaui. Detik berikutnya ia segera menjauhkan kembali mangkuk itu, hidungnya berkerut. Ini..bau pahit herba. Cairan obat itu masih terasa panas. Yang artinya seseorang baru saja menaruhnya disana. Apakah itu untuknya? Bukankah ini sudah jelas. Untuk apa ditaruh disana kalau bukan dimaksudkan untuk diminumnya. Setelah meyakinkan diri bahwa itu obat memang untuknya, Ji An meneguknya sekaligus. Sangat pahit! Ia menjulurkan lidahnya yang terasa sedikit kebas. Mungkinkah ia sebenarnya sedang keracunan? Karena ia ingat ayahnya pernah membuatkannya ramuan obat yang rasanya persis seperti ini saat ia keracunan dulu. Siapapun penolongnya, ia akan berterima kasih kepadanya nanti! Setelah meneguk habis obat, ia meletakkan kembali mangkuk itu ke atas meja. Hanya beberapa saat kemudian rasa kantuk menerjangnya. Ji An menyeret kakinya untuk naik ke atas dipan, lalu kembali berbaring. Efek obat penawar racun memang membuat orang menjadi sangat mengantuk. Saat tidur, obatnya akan bekerja lebih baik untuk menetralkan racun. Langkah kaki yang ringan perlahan mendekat menuju satu-satunya ruangan yang ada di rumah itu. Pintu berderit terbuka. Sosok itu berjalan mendekati ranjang tempat Ji An sedang tertidur, berdiri disana mengamati bengkak kemerahan dilehernya yang kini sudah terlihat semakin kempis dan memeriksa mangkuk obat yang sudah kosong diatas meja. Setelah itu ia berbalik keluar dari ruangan membawa mangkuk yang sudah kosong dengan langkah yang sama ringannya.
Sejak pagi suara-suara di jalanan mulai ramai terdengar dan itu bukanlah hal yang terjadi setiap hari. Ji An dibangunkan oleh suara ketukan pintu pelan di kamarnya. Kemarin ia meminta ayahnya untuk membangunkannya lebih awal. "Apa kau akan pergi ke kota untuk berjualan hari ini?" Ji Deyan bertanya pada putrinya yang baru saja duduk di kursinya. Ji An bergumam "Mm" dan mengangkat mangkuk nasinya mulai makan. "Apa tidak lelah? Kau baru saja kembali kemarin dari perjalanan panjang. Mengapa tidak beristirahat dua atau tiga hari lagi?" Ji Deyan mengambil sayuran tumis untuk ditambahkan ke mangkuk putrinya. "Tidak apa-apa. Semalam aku sudah cukup tidur. Hari ini adalah hari pasar di Kota Xi, tidak bisa dilewatkan begitu saja." Ji Deyan sangat mengenal putrinya. Karena sudah memutuskan begitu, maka ia akan melakukannya. Lagipula pergi berjualan dimana saja saat ada peluang adalah hal yang selalu rutin ia lakukan. Hari itu adalah hari pasar di Kota Xi yang letaknya berada dibalik gu
Pagi hari tadi saat ia baru kembali dari perjalanannya, ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah membersihkan diri dengan cepat, Ji An keluar lagi untuk segera menjual herbanya. Adiknya, Ji Shuang masih tertidur hingga tidak sadar kalau kakak perempuannya sudah kembali pagi itu. Memperkirakan ayahnya mungkin belum kembali, Ji An membuka gerbang dengan santai yang menimbulkan suara berderit dari gerbang kayu tua yang jarang di minyaki. Mendengar suara itu Ji Shuang membuka matanya. Menyadari orang yang masuk adalah saudara perempuannya, ia bangun dari kursinya dan bergegas menghampiri, mencoba memarahinya, "Kakak, mengapa kau baru kembali sekarang? Kami benar-benar mencemaskanmu. Berapa lama waktu berlalu sejak kau terlihat terakhir kali, bagaimana mungkin seorang gadis bisa bepergian sendirian selama itu?" Tatapannya beralih ke tas kain yang dibawa kakaknya. Tas itu tertarik ke bawah, terlihat berat. Ji An merasa dia sangat cerewet. Ia tidak menjawab tetapi hanya men
Angin semilir berhembus membawa pergi dedaunan. Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari kolam air terjun, diatas pohon yang tinggi seseorang sedang berbaring dengan santai diatas sebuah dahan besar. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai kesana kemari tertiup angin yang berhembus pelan. Jubah putih panjangnya ikut melambai. Beberapa hari itu ia telah mengamati gerak-gerik pemuda yang keluar masuk dari kabin hutan miliknya. Kini orang itu sepertinya hendak membersihkan dirinya di kolam kecil. Dengan punggungnya yang menghadapnya, ia melihatnya melepaskan ikatan dirambutnya, seketika rambutnya yang panjang terurai bebas, ia tampak menyisirnya dengan hati-hati. Setelah itu sang pemuda pergi ke balik pohon. Beberapa saat kemudian ia muncul lagi dengan hanya mengenakan kain panjang yang dililitkan didadanya, memperlihatkan kulitnya yang putih tanpa cela. Dengan rambutnya yang disampirkan dibahu kirinya, kini ia bisa melihat sosok 'pemuda' itu dengan sangat jelas. Orang y
Ji An terbangun oleh suara binatang malam yang mulai terdengar. Matahari yang sudah terbenam beberapa saat lalu membuat keadaan disekelilingnya sedikit gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk dari jendela yang kini terbuka sepenuhnya. Seingatnya jendela itu tadinya hanya sedikit terbuka sebelum ia kembali tertidur. Ia melirik meja kecil yang kini sudah kosong. Sepertinya seseorang telah datang ke kamar saat ia tertidur. Ji An menopang tubuhnya dengan tangannya untuk membantunya bangun. Ia merasa tenaganya sudah lebih kuat. Ia turun dari dipan dan setengah menyeret kakinya yang masih sedikit lemah menuju pintu. Diluar kamar sebuah kandil diletakkan diatas meja yang merupakan satu-satunya penerangan yang ada disana. Cahayanya tidak cukup terang bagi Ji An untuk bisa melihat seluruh keadaan ruangan itu. Ia mengambil kandil dan membawanya. Memeriksa ruangan dengan cepat. Ruangan itu hanya memiliki sebuah meja serta sebuah kursi, sebuah lemari kayu yang cukup besar diletakk
Ji An membuka mata dengan perasaan lelah. Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama. Ia merangkak keluar dari tenda. Diluar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin.Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung didepan api. Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam? Sekelebat pikiran melintas di benaknya. Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa? Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar. Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sen
"Konon, saat bulan tak terlihat dilangit, para peri di hutan akan keluar dari persembunyiannya. Sosok tinggi dengan rambut hitam legam yang panjang, mengenakan jubah putih hingga menutupi kaki. Para peri akan menculik manusia yang berkeliaran dihutan saat itu, lalu membawa mereka jauh ke dalam hutan, dan mengambil jantung mereka untuk dibuat ramuan umur panjang." Suara petir menggelegar diudara. Ji An menunduk sambil menutup telinganya sambil menggerakkan kedua kakinya setengah berlari, menjauhi deretan pepohonan. Sepertinya hujan akan turun. Ia berjalan lebih cepat mencari tempat didalam hutan untuk menginap malam ini. Berjalan cukup lama ia akhirnya menemukan sebuah sungai kecil. Ji An segera mendirikan tenda kecilnya didekat sungai ditanah yang lebih tinggi agar saat hujan tempatnya tidak akan tergenang air. Cepat-cepat ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang ada disekitarnya. Setelah merasa cukup, ia menyusun ranting-ranting itu dan menyalakan api. Beruntung huja








