Home / Fantasi / Kekasih Sang Tuan Peri / Bab 2. Kabin Hutan

Share

Bab 2. Kabin Hutan

Author: Mylilcosmos
last update Last Updated: 2025-10-23 21:20:06

Ji An membuka mata dengan perasaan lelah.

Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama.

Ia merangkak keluar dari tenda.

Di luar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin.

Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung di depan api.

Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam?

Sekelebat pikiran melintas di benaknya.

Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa?

Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar.

Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sendiri?

Ia tiba-tiba merasa beruntung tidak terjadi apa-apa pada dirinya semalam.

"Bagaimanapun, bulan akan kembali muncul malam ini." gumamnya.

Ia bangkit dari duduknya, bersiap-siap untuk kembali melanjutkan perjalanan.

Siang hari tidaklah terlalu terik.

Semakin ke dalam hutan semakin rapat jarak antar pepohonan. Tidak jarang ia mendapat beberapa tanaman obat yang hanya tumbuh di hutan bagian dalam.

Dengan bersemangat ia terus berjalan ke dalam hutan dengan membayangkan mungkin tanaman-tanaman obat yang langka itu akan ditemukannya nanti.

Ji An menajamkan telinganya saat samar-samar dikejauhan ia mendengar suara auman.

Serigala hutan! Teriaknya dalam hati.

Ia segera berlari, tahu jaraknya dari suara tadi meskipun cukup jauh namun ia yakin binatang itu bisa segera menyusulnya mengingat makhluk itu memiliki kaki lebih banyak darinya!

Napasnya tersengal-sengal, entah sudah sejauh apa jarak binatang itu sekarang dengan dirinya.

Ia memeriksa sekitarnya, menemukan semak tinggi ia berlari masuk kedalamnya. Sesekali mengintip untuk memastikan serigala tadi tidak mengejarnya.

Ji An kembali menajamkan telinganya. Fokus mendengar suara-suara dari sekitarnya maupun dari kejauhan.

Suara langkah ringan yang ia yakin milik binatang berkaki empat semakin jelas terdengar.

Kalau itu serigala tadi, ia yakin tidak akan lolos meskipun bersembunyi di balik semak-semak. Mereka memiliki indera penciuman yang baik, tentu saja dengan mudah akan menemukannya.

Ji An keluar dari semak-semak. Langkah kakinya yang pendek ia percepat. Sungguh sial bertemu serigala hutan. Tenaganya kini benar-benar hampir habis setelah lama berlari.

Semakin jauh berlari ke hutan lebih dalam ia bisa melihat kabut tebal di depannya.

Ragu-ragu Ji An mendekati area yang berkabut itu. Rasa penasarannya tergugah.

Tempat ini.. mungkinkah itu area hutan terdalam?

Hatinya mulai berharap bisa menemukan tanaman langka yang selama ini dicari-carinya.

Tapi bagaimana kalau di dalam lebih berbahaya? Kakinya mundur selangkah.

Namun matanya memandang lekat ke dalam kabut.

Sudah berjalan sejauh ini, kalau harus kembali sekarang bukankah semua usahanya menjadi sia-sia! Sudah sampai disini sebaiknya memeriksa ke dalam agar tidak ada penyesalan.

Membulatkan tekad, ia melangkah perlahan menembus kabut putih tadi.

Ji An bisa merasakan hawa dingin menembus kulitnya membuatnya menggigil. Ia memeluk dirinya dan terus berjalan.

Kabut ini seperti tiada akhirnya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas keadaan di sekitarnya. Hanya meraba-raba tanah di bawah dengan kakinya.

Tiba-tiba ia merasa sesuatu bergerak halus di tengkuknya, yang kemudian diikuti dengan rasa kebas.

Apakah sesuatu telah menyengatnya..?

Detik berikutnya ia merasa kesulitan bernapas seakan sesuatu menyumbat tenggorokannya.

Meski begitu, ia masih berjuang menyeret kakinya yang semakin berat berharap bisa secepatnya keluar dari kabut.

Ji An diambang kesadarannya merasakan tubuhnya melayang ringan di udara.

Di sekitarnya masih terselimuti kabut putih.

Matanya yang hampir terpejam menangkap sosok orang di sisinya. Dari jarak sedekat itu ia samar-samar melihat profil samping seorang pria.

Rambut pria itu hitam seperti tinta...dan dia..dia mengenakan jubah putih...

Kemudian kesadarannya pun hilang sepenuhnya.

Ji An terbangun dengan napas memburu. Barusan ia bermimpi buruk bertemu dengan serigala besar dihutan.

Setelah sedikit tenang, matanya segera menangkap keadaan sekitarnya yang asing, ia mengerjap. Dimana ini? Ini sama sekali bukan kamarnya.

Ia sedang berbaring di atas dipan beralaskan bulu tebal. Ia dapat merasakan kehalusan dari alas bulu itu.

Di samping dipan terdapat sebuah meja kayu kecil, yang di atasnya tergeletak sebuah mangkuk.

Sebuah jendela kecil yang letaknya sejajar dengan dipan di ruangan itu sedikit terbuka, membuat seberkas cahaya masuk dari celahnya.

Selain dipan dan meja kayu kecil, di dalam kamar itu tidak ada perabot lainnya.

Ji An mengernyit, lehernya terasa perih.

Ia mencoba merabanya dengan hati-hati mencari tahu apa yang terjadi.

Sebelah kanan lehernya sedikit bengkak. Ia bisa meraba cekungan kecil di tengah bagian yang bengkak tadi. Sedikit perih. Sepertinya ia telah disengat sesuatu.

Menutup mata, ia mencoba mengingat apa yang sudah terjadi sebelumnya.

Ah, dia ingat sedang berada di dalam hutan!

Kemudian ingatannya beralih pada saat ia berlari untuk menyelamatkan hidupnya dari serigala hutan. Lalu kabut itu muncul dihadapannya, setelah itu dadanya tiba-tiba terasa sangat sesak, kejadian setelah itu ia tidak tahu lagi.

Ji An bangkit dari posisinya berbaring. Merasakan tubuhnya tidak terlalu bertenaga, akhirnya ia hanya duduk di tepi dipan.

Sudah berapa lama ia tertidur? Siapa yang membawanya kemari? Ia sungguh ingin keluar dari ruangan itu dan mencari tahu keadaan di luar.

Pandangannya beralih ke mangkuk di atas meja. Ia menjulurkan tangannya mengambil mangkuk kecil itu.

Di dalamnya terdapat cairan berwarna gelap.

Ia mendekatkannya ke wajahnya untuk membaui. Detik berikutnya ia segera menjauhkan kembali mangkuk itu, hidungnya berkerut.

Ini..bau pahit herba.

Cairan obat itu masih terasa panas. Yang artinya seseorang baru saja menaruhnya di sana.

Apakah itu untuknya? Bukankah ini sudah jelas. Untuk apa ditaruh di sana kalau bukan dimaksudkan untuk diminumnya.

Setelah meyakinkan diri bahwa obat itu memang untuknya, Ji An meneguknya sekaligus.

Sangat pahit! Ia menjulurkan lidahnya yang terasa sedikit kebas.

Mungkinkah ia sebenarnya sedang keracunan? Karena ia ingat ayahnya pernah membuatkannya ramuan obat yang rasanya persis seperti ini saat ia keracunan dulu.

Siapapun penolongnya, ia akan berterima kasih kepadanya nanti!

Setelah meneguk habis obat, ia meletakkan kembali mangkuk itu ke atas meja. Hanya beberapa saat kemudian rasa kantuk menerjangnya.

Ji An menyeret kakinya untuk naik ke atas dipan, lalu kembali berbaring.

Efek obat penawar racun memang membuat orang menjadi sangat mengantuk. Saat tidur, obatnya akan bekerja lebih baik untuk menetralkan racun.

Langkah kaki yang ringan perlahan mendekat menuju satu-satunya ruangan yang ada di rumah itu.

Pintu berderit terbuka.

Sosok itu berjalan mendekati ranjang tempat Ji An sedang tertidur, berdiri di sana mengamati bengkak kemerahan di lehernya yang kini sudah terlihat semakin kempis dan memeriksa mangkuk obat yang sudah kosong di atas meja.

Setelah itu ia berbalik keluar dari ruangan membawa mangkuk yang sudah kosong dengan langkah yang sama ringannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 44. Bersikeras

    Xuanyi tidak langsung membantah ibunya dengan keras. Ia tahu, jika ia membela Ji An mati-matian, ibunya akan semakin tidak senang padanya, sehingga keinginannya untuk bersamanya akan lebih sulit. Jadi dia hanya menahan diri ketika wanita yang disayanginya dibicarakan seperti itu.Maka ia berkata tanpa amarah, "Aku mengerti kekhawatiran Ibu. Namun, aku bisa menjamin bahwa Ji An adalah gadis yang baik dan jujur. Keadaan hidupnya yang telah berubah telah membuatnya terbiasa melakukan berbagai pekerjaan di luar. Mengenai utang keluarganya, ini juga lambat laun akan diselesaikan.""Bukan itu intinya! Telah diselesaikan atau belum, ini tetap akan mempengaruhi pandangan orang lain. Memangnya keluarga kita begitu terpuruk hingga tidak mampu mengambil seorang gadis dari keluarga bergengsi untuk menjadi menantu keluarga? Kita bukannya begitu tidak mampu!" Ia mengatakan itu semua dalam sekali tarikan napas.Saat berikutnya, ia mengambil tangan putranya, menatapnya dengan memohon, "Yi'er, Ibu moh

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 43. Rencana Kecil Du Yunzhao

    Beberapa waktu setelah pertengkaran itu, keadaan kembali menjadi tenang.Namun, ada beberapa hal yang berubah dari ibunya.Ia menjadi lebih pemurung. Terkadang menjadi sangat sensitif. Suatu ketika, saat kediaman mereka sedang mengadakan perjamuan, ia menemukan ibunya sedang menatap penuh kebencian pada seseorang di seberang meja.Orang yang ditatap itu adalah bibi tetangga, ibu Ji An.Ia tidak mengerti apa yang membuat ibunya marah kepada ibu Ji An.Kemudian, saat para tamu satu per satu pamit kepada tuan rumah, ia sedang berdiri di sisi ayahnya ketika ia menyadari tatapan ayahnya menjadi linglung.Du Yunzhao kecil penasaran. Ia mengikuti arah pandang sang ayah, yang berujung pada seseorang yang sedang berjalan keluar dari ambang paviliun tamu.Itu lagi-lagi bibi tetangganya.Apa yang membuat kedua orang tuanya begitu memperhatikan bibi tetangga ini?Sekitar setahun setelah kejadian itu, ibunya meninggal dunia.Tabib bilang, ibunya terlalu banyak pikiran hingga setahun belakangan in

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 42. Memohon Kepada Ibu

    Sebelum pergi di pagi hari, Feng Jin telah memberitahu Ji An bahwa mereka akan pergi ke kabin hutan dua hari lagi, saat hari bulan penuh.Ji An segera menyetujuinya. ----Nyonya Besar Wu sedang berada di halamannya ketika putra keduanya, Wu Xuanyi masuk dari luar.Ia sedikit menunduk, menyapanya, "Ibu." Nyonya Wu tersenyum, "Yi'er, sangat jarang melihatmu datang menemui Ibu sepagi ini."Ia lalu menunjuk kursi di dekatnya, "Duduklah. Jangan terus berdiri seperti itu."Masih dengan kepala tertunduk, Xuanyi duduk dengan patuh."Katakan, ada apa kau mencari Ibumu?"Xuanyi mengangkat kepalanya, bertemu dengan tatapan ibunya."Ibu, aku ingin menikah."Mata Nyonya Wu yang melebar, dipenuhi dengan kegembiraan, "Yi'er, ini sangat baik, kau akhirnya mau mendengarkan Ibu. Bagus, bagus, kalau begitu Ibu akan segera mencarikan seseorang...""Ibu."Sebelum bisa menyelesaikan ucapannya, Xuanyi segera memotongnya. Nyonya Wu mengangkat alisnya, menatapnya dengan penuh tanya."Aku ingin menikahi Ji

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 41. Sebuah Pernyataan Tak Terduga

    Malam semakin larut, suara percakapan yang berisik terdengar di mana-mana di dalam menara.Saat pertunjukan tarian di panggung mulai terasa membosankan, Ji An mengajak Feng Jin untuk kembali.Lagipula, ia harus bangun pagi untuk bekerja besok.Sang iblis tentu saja belum keluar karena ia belum tidur. Atau mungkin saja malam ini ia memilih untuk tidak keluar."Maaf, lain kali aku akan mentraktirmu dengan suguhan yang lebih layak." Ji An berkata."Aku hanya mengajakmu melihat-lihat sebelumnya, bukan memintamu untuk mentraktir."Ji An mengangguk.Ketika mereka hendak keluar, sebuah rombongan besar tengah masuk ke dalam menara, memenuhi pintu.Ji An yang telah berjalan duluan di depan, terpisah dengan Feng Jin oleh kerumunan.Saat ia memutuskan untuk menunggunya di luar, Ji An mendengar seseorang memanggil namanya."Adik An." Sapa Wu Xuanyi gembira. Ia tidak menyangka akan begitu cepat bertemu lagi dengan gadis yang telah mengganggu tidurnya semalam."Xuanyi?" Ji An tertawa, "Aku tidak me

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 40. Memabukkan

    Feng Jin menatap gadis di depan yang tampak lebih pendiam dari biasanya. Seperti kemarin, saat ini mereka berdua sedang makan malam di dalam kamar Ji An. Pandangannya sesekali akan terangkat, mengamati gerak geriknya tanpa kentara. Gadis itu tiba-tiba menghela napas berat, kali berikutnya pandangannya tampak linglung. Ia jelas sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Ji An menatap Feng Jin kemudian menundukkan kembali pandangannya, sorot matanya agak sendu. Tangannya yang sedang memegang sumpit, hanya mengaduk-aduk nasi di mangkuk, jelas ia tidak sedang berselera. "Sesuatu terjadi?" Feng Jin menurunkan matanya. Ji An menggeleng, masih mengaduk-aduk nasi di mangkuk, "Ng..sebenarnya, tidak ada hal penting yang terjadi." Ketika Ji An mengangkat wajahnya lagi, ia bertemu dengan tatapan Feng Jin yang seakan sedang bertanya "Lalu ada apa denganmu?" Ji An menunduk, meringis, "Aku.. sepertinya aku telah membuat hinaan seseorang berhasil mempengaruhiku." Ia kemudian ters

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 39. Pelanggan bermulut Pedas

    Feng Jin hendak berbaring ketika hidungnya menangkap sebuah aroma familiar.Ia menunduk, mengendus jubah hitamnya.Aroma lembut itu berasal dari sana. Sepertinya itu tertinggal saat ia membungkus Ji An dengan jubahnya semalam.Feng Jin tampak sedikit kikuk saat kemudian ia akhirnya berhasil berbaring di atas dipan.Matanya dengan linglung menatap langit-langit kamar sejenak sebelum perlahan menutup.-----Ji An masih sibuk di belakang dapur restoran.Waktu makan siang selalu ramai dengan pelanggan. Sehingga mereka harus bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan setiap pesanan.Sedangkan Ji An yang tidak terlibat langsung dengan para tamu, sedang mengatur penempatan berbagai bahan-bahan segar yang diantarkan tadi pagi.Seseorang keluar dari pintu belakang dapur, menghampirinya."Nona Ji, bisakah kau menggantikanku sebentar untuk mengantarkan salah satu pesanan tamu di depan?" Seorang pelayan wanita bertanya, sementara wajahnya berkerut seperti sedang menahan sesuatu.Ji An segera menger

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status