 تسجيل الدخول
تسجيل الدخولJi An terbangun oleh suara binatang malam yang mulai terdengar.
Matahari yang sudah terbenam beberapa saat lalu membuat keadaan disekelilingnya sedikit gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk dari jendela yang kini terbuka sepenuhnya. Seingatnya jendela itu tadinya hanya sedikit terbuka sebelum ia kembali tertidur. Ia melirik meja kecil yang kini sudah kosong. Sepertinya seseorang telah datang ke kamar saat ia tertidur. Ji An menopang tubuhnya dengan tangannya untuk membantunya bangun. Ia merasa tenaganya sudah lebih kuat. Ia turun dari dipan dan setengah menyeret kakinya yang masih sedikit lemah menuju pintu. Diluar kamar sebuah kandil diletakkan diatas meja yang merupakan satu-satunya penerangan yang ada disana. Cahayanya tidak cukup terang bagi Ji An untuk bisa melihat seluruh keadaan ruangan itu. Ia mengambil kandil dan membawanya. Memeriksa ruangan dengan cepat. Ruangan itu hanya memiliki sebuah meja serta sebuah kursi, sebuah lemari kayu yang cukup besar diletakkan di sudut, serta sebuah layar besar yang dibiarkan begitu saja di sudut lainnya. Ada juga dua jendela besar di kedua sisinya. Secara keseluruhan ruangan itu tidak begitu besar dan hanya memiliki sebuah kamar yang ia tempati sebelumnya. Ruangan itu hampir tampak kosong karena hanya memiliki sangat sedikit perabot. Seakan-akan pemiliknya tidak menjadikan rumah ini sebagai tempat tinggal jangka panjang. Ji An membuka pintu untuk keluar. Di luar kegelapan sudah sepenuhnya menyelimuti. Sangat sunyi, tanpa ada tanda-tanda pemilik rumah. Sebenarnya, kemana perginya sang penolong? Apakah dia ditinggalkan sendirian di kabin ini? Ia segera memutuskan untuk tetap tinggal di dalam rumah. Tidak aman berkeliaran di luar di waktu ini. Lagipula dia sama sekali tidak mengetahui dimana dia berada saat ini. Saat hendak masuk kembali, ia mendengar suara gemerisik daun. Ia berbalik cepat, mengangkat kandil di tangannya untuk menyinari sekitarnya dengan cahaya dari kandil. Namun tidak ada siapapun diluar sana. Dengan bantuan sinar bulan yang redup ia hanya bisa melihat samar-samar bayangan pohon yang sangat besar di depan rumah. Tidak ingin penasaran lagi, ia segera masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu. Membawa serta kandil tadi masuk ke dalam kamar. Tidak lupa menutup jendela kamar untuk mencegah hawa dingin malam hari masuk ke dalam. Ia ingat masih punya biji-bijian kering di tasnya. Segera ia merogoh kedalamnya dan mengeluarkan bungkusan kertas berisi biji-bijian itu. Menguyah beberapa untuk mengusir rasa lapar. Ia tahu itu tidaklah cukup namun ia hanya akan bersabar menunggu hingga besok ia akan mencari sesuatu yang lebih layak dimakan. Keningnya berkerut. Dipikirkan bagaimanapun bukankah hal ini sangat aneh. Jelas-jelas ada seseorang yang telah menyelamatkannya, namun sejak ia terbangun disini ia hanya selalu seorang diri. Sang penolong tidak pernah terlihat. Rumah ini juga, sebenarnya dimana tempat ini? Ia minum dari kantong airnya. Seteguk besar air segera membantunya mendorong biji-bijian kering yang cukup sulit ditelan. Baiklah, sekarang sebaiknya kembali beristirahat. Besok saat terang ia akan mencari tahu apa yang terjadi. Saat matahari masih rendah di timur, Ji An sudah berada di sebuah ruangan terpisah disebelah bangunan utama yang merupakan dapur. Semalam ia tidur dengan gelisah karena rasa lapar yang mengganggu. Sebenarnya sudah berapa lama waktu berlalu sejak terakhir kali ia mengisi perutnya? Kemarin? Atau kemarinnya lagi? Ia benar-benar tidak jelas. Bisa dibilang ini tidak sopan, karena ia mengobrak-abrik dapur rumah orang asing. Namun bagaimana lagi, sejak bangun tadi ia sudah mencoba mencari sang pemilik rumah dengan berkeliling disekitar, tapi tidak ada siapapun disana. Jadi ia menyingkirkan kesopanannya untuk mencoba mencari cara mengisi perutnya. Ia sudah kehabisan roti keringnya yang berharga sejak terakhir kali. Ia mencari-cari sesuatu yang bisa diolahnya. Namun di dapur kecil itu, selain sebuah tungku kecil serta kuali yang tergeletak diatas tungku dan beberapa peralatan memasak sederhana dan bumbu dasar, tidak ada sayuran apapun. Ia memejamkan matanya setengah frustasi. Sepertinya ia masih harus mengeluarkan lebih banyak usaha untuk bisa makan. Ia harus mencari sayuran liar di luar. Kalau beruntung, ia juga bisa menangkap kelinci hutan ataupun burung. Matahari pagi menghangatkan tubuhnya. Ji An menyemangati dirinya. Ia berjalan dengan membawa keranjang yang ia temukan didapur. Disekitar rumah ditumbuhi tanaman-tanaman liar serta semak-semak tinggi, tanpa ada pagar apapun yang membatasinya dengan lingkungan sekitar. Ji an diam-diam menyimpulkan tempat ini mungkin hanya digunakan sebagai pondok pemburu. Biasanya saat musim-musim tertentu sang pemilik akan datang entah untuk berburu atau memetik herba. Ia lalu berpikir mungkin saja yang menolongnya kemarin adalah penduduk yang tinggal disekitar sini. Tidak berapa lama Ji An kembali dengan keranjang yang hampir penuh. Ia beruntung menemukan sayuran liar serta beberapa jamur yang bisa dimakan. Juga sedikit buah liar yang dipungutnya begitu saja dibawah pohon. Ia sedang tidak memiliki tenaga lebih untuk memanjat. Sayangnya ia sama sekali tidak melihat kelinci maupun hewan kecil lainnya. Hari ini adalah hari keempatnya berada di kabin hutan. Terkadang ia merasa sedikit bersalah karena telah tinggal lebih lama. Dalam hati ia berjanji akan mencari cara untuk berterima kasih kepada sang pemilik rumah sebelum ia pergi. Setelah merasa tubuhnya sudah pulih dengan baik, ia memutuskan berjalan-jalan untuk melihat tanaman obat apa yang bisa ditemukannya disekitar sana. Saat itu matahari hampir turun sepenuhnya, ia kembali ke kabin dengan senyum yang terus menghiasi wajah lelahnya. Suasana hatinya sangat baik, keberuntungannya sungguh baik hari itu. Ia menurunkan keranjang yang dipikulnya ke atas meja bambu yang ada di depan kabin. Beberapa jenis tanaman obat langka berhasil ia temukan. Jenis-jenis yang selama ini tidak ditemukannya disepanjang jalannya berkelana di hutan. Sungguh harta karun! Pikirannya sudah mulai menghitung berapa banyak perak yang akan dihasilkannya dari menjual semua ini. Dalam perjalanannya tadi ia juga menemukan sebuah kolam kecil dengan air terjun kecil yang mengalir ke dalamnya dibalik sebuah bukit kecil. Bukankah itu nenar-benar sempurna?! Ia sudah membayangkan akan membersihkan tubuhnya disana. Ah, sudah berapa lama sejak ia terakhir kali mandi dengan benar? Di desa, kolam air seperti itu hampir mustahil ditemukan. Biasanya para penduduk desa akan mengambil air dari sungai untuk keperluan mandi atau memasak mereka. Hanya rumah-rumah kaya yang mampu mengalirkan air dari sumber mata air langsung ke rumah. Ji An menjejerkan tanaman-tanaman tadi diatas meja, setelah itu bergegas masuk ke dalam rumah, lalu segera keluar lagi. Dengan langkah ringan ia berjalan sambil menenteng keranjang kecil yang berisi pakaian bersih. Kolam air terjun itu tidak jauh dari kabin. Airnya sangat jernih sehingga bisa terlihat batu-batu kecil didasar kolam. Ji An dengan riang memasukkan tangannya ke dalam air untuk mengukur suhunya. Ia mengangguk puas, tidak sedingin yang ia bayangkan. Ji An menarik lepas tusuk rambut dikepalanya. Seketika rambutnya yang panjang jatuh bagai air terjun. Ia menyisirnya perlahan dengan jari-jarinya, lalu menyampaikan di bahunya. Ia tidak khawatir untuk berendam di luar ruangan. Saat berjalan-jalan tadi ia menemukan bahwa kabin itu adalah satu-satunya rumah disana. Tidak terlihat rumah ataupun pondok berburu lainnya disekitar. Yang berarti tidak ada orang lain disana. Namun hal ini membuatnya kembali bertanya-tanya, lalu kemana perginya orang yang sudah menolong dan menempatkannya di kabin hutan?
Sejak pagi suara-suara di jalanan mulai ramai terdengar dan itu bukanlah hal yang terjadi setiap hari. Ji An dibangunkan oleh suara ketukan pintu pelan di kamarnya. Kemarin ia meminta ayahnya untuk membangunkannya lebih awal. "Apa kau akan pergi ke kota untuk berjualan hari ini?" Ji Deyan bertanya pada putrinya yang baru saja duduk di kursinya. Ji An bergumam "Mm" dan mengangkat mangkuk nasinya mulai makan. "Apa tidak lelah? Kau baru saja kembali kemarin dari perjalanan panjang. Mengapa tidak beristirahat dua atau tiga hari lagi?" Ji Deyan mengambil sayuran tumis untuk ditambahkan ke mangkuk putrinya. "Tidak apa-apa. Semalam aku sudah cukup tidur. Hari ini adalah hari pasar di Kota Xi, tidak bisa dilewatkan begitu saja." Ji Deyan sangat mengenal putrinya. Karena sudah memutuskan begitu, maka ia akan melakukannya. Lagipula pergi berjualan dimana saja saat ada peluang adalah hal yang selalu rutin ia lakukan. Hari itu adalah hari pasar di Kota Xi yang letaknya berada dibalik gu
Pagi hari tadi saat ia baru kembali dari perjalanannya, ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah membersihkan diri dengan cepat, Ji An keluar lagi untuk segera menjual herbanya. Adiknya, Ji Shuang masih tertidur hingga tidak sadar kalau kakak perempuannya sudah kembali pagi itu. Memperkirakan ayahnya mungkin belum kembali, Ji An membuka gerbang dengan santai yang menimbulkan suara berderit dari gerbang kayu tua yang jarang di minyaki. Mendengar suara itu Ji Shuang membuka matanya. Menyadari orang yang masuk adalah saudara perempuannya, ia bangun dari kursinya dan bergegas menghampiri, mencoba memarahinya, "Kakak, mengapa kau baru kembali sekarang? Kami benar-benar mencemaskanmu. Berapa lama waktu berlalu sejak kau terlihat terakhir kali, bagaimana mungkin seorang gadis bisa bepergian sendirian selama itu?" Tatapannya beralih ke tas kain yang dibawa kakaknya. Tas itu tertarik ke bawah, terlihat berat. Ji An merasa dia sangat cerewet. Ia tidak menjawab tetapi hanya men
Angin semilir berhembus membawa pergi dedaunan. Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari kolam air terjun, diatas pohon yang tinggi seseorang sedang berbaring dengan santai diatas sebuah dahan besar. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai kesana kemari tertiup angin yang berhembus pelan. Jubah putih panjangnya ikut melambai. Beberapa hari itu ia telah mengamati gerak-gerik pemuda yang keluar masuk dari kabin hutan miliknya. Kini orang itu sepertinya hendak membersihkan dirinya di kolam kecil. Dengan punggungnya yang menghadapnya, ia melihatnya melepaskan ikatan dirambutnya, seketika rambutnya yang panjang terurai bebas, ia tampak menyisirnya dengan hati-hati. Setelah itu sang pemuda pergi ke balik pohon. Beberapa saat kemudian ia muncul lagi dengan hanya mengenakan kain panjang yang dililitkan didadanya, memperlihatkan kulitnya yang putih tanpa cela. Dengan rambutnya yang disampirkan dibahu kirinya, kini ia bisa melihat sosok 'pemuda' itu dengan sangat jelas. Orang y
Ji An terbangun oleh suara binatang malam yang mulai terdengar. Matahari yang sudah terbenam beberapa saat lalu membuat keadaan disekelilingnya sedikit gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk dari jendela yang kini terbuka sepenuhnya. Seingatnya jendela itu tadinya hanya sedikit terbuka sebelum ia kembali tertidur. Ia melirik meja kecil yang kini sudah kosong. Sepertinya seseorang telah datang ke kamar saat ia tertidur. Ji An menopang tubuhnya dengan tangannya untuk membantunya bangun. Ia merasa tenaganya sudah lebih kuat. Ia turun dari dipan dan setengah menyeret kakinya yang masih sedikit lemah menuju pintu. Diluar kamar sebuah kandil diletakkan diatas meja yang merupakan satu-satunya penerangan yang ada disana. Cahayanya tidak cukup terang bagi Ji An untuk bisa melihat seluruh keadaan ruangan itu. Ia mengambil kandil dan membawanya. Memeriksa ruangan dengan cepat. Ruangan itu hanya memiliki sebuah meja serta sebuah kursi, sebuah lemari kayu yang cukup besar diletakk
Ji An membuka mata dengan perasaan lelah. Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama. Ia merangkak keluar dari tenda. Diluar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin.Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung didepan api. Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam? Sekelebat pikiran melintas di benaknya. Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa? Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar. Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sen
"Konon, saat bulan tak terlihat dilangit, para peri di hutan akan keluar dari persembunyiannya. Sosok tinggi dengan rambut hitam legam yang panjang, mengenakan jubah putih hingga menutupi kaki. Para peri akan menculik manusia yang berkeliaran dihutan saat itu, lalu membawa mereka jauh ke dalam hutan, dan mengambil jantung mereka untuk dibuat ramuan umur panjang." Suara petir menggelegar diudara. Ji An menunduk sambil menutup telinganya sambil menggerakkan kedua kakinya setengah berlari, menjauhi deretan pepohonan. Sepertinya hujan akan turun. Ia berjalan lebih cepat mencari tempat didalam hutan untuk menginap malam ini. Berjalan cukup lama ia akhirnya menemukan sebuah sungai kecil. Ji An segera mendirikan tenda kecilnya didekat sungai ditanah yang lebih tinggi agar saat hujan tempatnya tidak akan tergenang air. Cepat-cepat ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang ada disekitarnya. Setelah merasa cukup, ia menyusun ranting-ranting itu dan menyalakan api. Beruntung huja








