Kaki Becca terasa berat melangkah ke galeri tempat kerjanya. Namun bagaimana pun juga ia harus berangkat, mempertanggung jawabkan kesalahannya kemarin. Masih sangat jelas dalam ingatannya saat tadi malam, ia mendapat pesan dari Pak Yandi yang memerintahkannya untuk tetap berangkat kerja seperti biasa hari ini.
Tapi yang terutama, Pak Yandi ingin memberitahu Becca soal teknis bagaimana harus membayar kerugian akibat rusaknya kalung berlian itu.Semalam, Becca juga mendapat pesan di ponselnya dari Milla, teman baiknya di galeri. Mila bilang jika ia dan teman-teman lain akan mendukung Becca. Walaupun mereka sendiri tidak tahu hukuman apa yang akan Becca terima.
Namun Becca sudah sangat bersyukur dan berterima kasih karena memiliki teman-teman yang ternyata menyayanginya walaupun ia belum lama bekerja di galeri.Langkah Becca terhenti di depan galeri, ia mengumpulkan keberaniannya. Dipandangnya Jewelry Gallery yang nampah megah dan mewah.
Becca memejamkan matanya, mengatur nafasnya yang memburu karena jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Namun bagaimana pun juga, ia harus siap menghadapi apapun yang terjadi.Akhirnya Becca melangkah masuk dengan langkah berat, galeri masih sepi. Hanya terlihat ada beberapa cleaning service yang sedang bekerja membersihkan ruangan.
Becca terus berjalan ke ruang karyawan yang ada di bagian belakang, meletakkan tasnya dan bersiap untuk bekerja. Teman-temannya terlihat belum ada yang datang, Becca memang sengaja datang sepagi mungkin.
Becca sedang mengecek pesan di ponselnya saat didengarnya suara langkah mendekatinya. Saat Becca menoleh, Pak Rohan terlihat berjalan mendekatinya.
"Becca, ke ruang saya sekarang!" perintah Pak Rohan dengan wajah tegang."Baik, Pak Rohan," sahut Becca cepat dan berjalan lemah mengikuti manajernya itu.
Becca tak menyangka ia akan 'diadili' sepagi ini. Namun ia mang harus siap apapun yang akan terjadi.
Saat pintu kantor Pak Rohan terbuka, mata Becca langsung membelalak. Dilihatnya Tuan Arga dan Pak Yandi duduk di sana, menunggunya.
Becca berjalan di belakang Pak Rohan, seakan tidak mau menampakkan dirinya. Becca ingin sekali berlindung tapi ia tidak tahu harus berlindung pada siapa.
"Tuan Arga, ini Becca yang Tuan cari," kata Pak Rohan dengan menundukkan wajahnya, ia merasa segan berbicara langsung menatap mata Tuan Arga yang seperti menusuk.
Sedangkan Becca, ia juga menunduk namun sempat melihat tatapan tajam mata Tuan Arga."Selamat pagi, Tuan Arga, Pak Yandi," sapa Becca setenang mungkin. Padahal jantungnya terasa berdetak lebih kencang.
Pak Yandi berdiri dari duduknya dan mengajak Pak Rohan dengan isyarat matanya, untuk keluar ruangan. Sementara Becca masih berdiri di tempatnya.Tuan Arga mengamati Becca dengan pandangan lurus terasa mengintimidasi. Ia hanya diam beberapa menit, entah apa yang dipikirkannya. Namun hal ini justru membuat Becca semakin takut, keberaniannya yang tadi telah dikumpulkannya seperti hilang ditelan asap.
"Namamu Becca?" tanya Tuan Arga dengan suara rendahnya yang membuat Becca ketakukan walaupun hanya untuk menjawab.
"Be ... benar, Tuan." Akhirnya Becca berhasil mengeluarkan suaranya walaupun terdengar gugup.
"Hem saya hanya mau memastikan cara kamu membayar hutang kalung itu," kata Tuan Arga.
Becca hanya terdiam, ia sendiri tidak punya ide atau apapun yang dapat dipikirkannya untuk mencari uang, mengganti kerusakan kalung berlian itu.
"Kamu maunya bagaimana untuk mengganti kalung berlian saya?" tanya Tuan Arga sekali lagi.
"Saya akan menyicilnya Tuan. Tolong hitung saja berapa hutangnya. Saya pasti akan melunasinya," ucap Becca dengan keberaniannya yang tersisa menatap mata Tuan Arga, meyakinkan bahwa ia akan membayarnya.
Tuan Arga memicingkan matanya, seperti tidak percaya apa yang Becca katakan.
"Yakin kamu bisa?! Sampai kapan kamu akan mencicilnya? Seumur hidupmu?""Saya tidak tahu, Tuan. Potong saja gaji saya setengahnya," kata Becca yang tidak yakin ia akan sanggup membiayai hidupnya dengan sisa gaji yang diterimanya.
"Becca, kamu tinggal dengan orang tuamu?" tanya Tuan Arga yang mengejutkan Becca karena melenceng dari topik.
"Saya yatim piatu, Tuan. Dari kecil saya tinggal di panti asuhan dan saya tidak tahu orang tua saya," jelas Becca.
"Ehm ternyata begitu." Tuan Arga tidak menyangka ternyata Becca seorang yatim piatu.
Tuan Arga kembali terdiam, seperti berpikir apa yang akan dilakukannya terhadap Becca.
"Baiklah, Becca. Saya mau menawarkan supaya kamu lebih cepat melunasi hutangmu.""Saya menolak jika Tuan Arga meminta hal yang aneh-aneh," sahut Becca yang wajahnya kini mulai terlihat kesal.
"Haha ... Kamu pasti teringat yang kemarin ya? Kali ini saya serius. Kamu bisa memasak?" tanya Tuan Arga yang mengejutkan Becca karena di luar dugaannya.
"Tentu saja bisa, tapi masakan rumahan seperti biasa," kata Becca tidak tahu kemana arah pembicaraan Tuan Arga.
"Justru itu yang saya cari. Setiap sore sepulang kerja, kamu datang ke rumah saya dan memasak makan malam. Bagaimana?" tanya Tuan Arga lagi.
"Maksudnya saya jadi tukang masak saja?"
"Iya, tukang masak saja. Setelah saya makan, kamu bisa langsung pulang. Anggap saja kamu jadi koki pribadi saya. Bagaimana?" Tuan Arga bertanya sekali lagi menawarkan sesuatu yang terdengar tidak masuk akal di telinga Becca.
"Apakah Tuan Arga tidak punya koki?" tanya Becca curiga karena tidak mungkin orang sekaya Tuan Arga tidak mampu membayar seorang koki.
"Kenapa kamu menanyakan hal yang bukan-bukan? Saya ini sudah berbaik hati menawarimu solusi yang mudah." Tuan Arga malah terlihat kesal.
"Baik, Tuan Arga. Saya menerimanya, tapi untuk berapa lama?" tanya Becca yang masih tidak percaya dengan tawaran Tuan Arga.
"Aku kira satu tahun cukup," ucap Tuan Arga terdengar puas.
"Saya menerimanya. Terima kasih, Tuan," sahut Becca dengan cepat, takut Tuan Arga akan berubah pikiran. Ia tidak menyangka akan semudah ini untuk melunasi hutangnya.
"Kamu sudah yakin?" Tuan Arga bertanya lagi.
"Iya, Tuan. Tapi apakah dalam satu Minggu saya boleh libur sehari saja?" Becca masih menawar.
"Haha ... kamu ini tidak punya rasa takut ya?! Tapi baiklah, kamu boleh libur di hari Minggu saja. Selebihnya kamu tetap datang ke rumah saya setiap sore."
"Baik, Tuan." Becca tersenyum simpul di sudut bibirnya, tidak menyangka jika ternyata Tuan Arga sangat baik kepadanya.
"Oke, kita sepakat. Nanti biar Yandi yang akan membuatkan perjanjian agar kamu tidak seenaknya mengingkari kesepakatan kita dan kabur dari tanggung jawab mengganti kerugian kalung," ucap Tuan Arga santai.
"Baik, Tuan. Terserah Tuan Arga saja baiknya bagaimana," kata Becca pasrah. Bukankah ia sebenarnya tidak punya banyak pilihan?
Akhirnya Becca diperkenankan untuk keluar dari ruang kantor Pak Rohan. Hatinya sangat senang, ia sangat bersyukur ternyata nasib baik masih berpihak padanya.
Sementara itu, di dalam kantor Pak Rohan, Tuan Arga tersenyum senang. Rencananya ternyata berhasil semudah ini. Gadis di hadapannya dengan mudah masuk ke dalam permainannya.
Rasanya ia sudah tidak sabar menanti Becca datang ke rumahnya. Aahh ... ia sangat bersemangat!-
-
-
Mobil Arga melaju dengan kecepatan sedang, perlahan menjauh dari vila yang selama dua hari ini mereka tinggali. Becca menatap pemandangan indah yang terhampar didepan matanya dengan mata kosong. Pikirannya melayang tak menentu. Sementara Arga yang menyetir di sebelahnya pun tampak terdiam. Pandangannya fokus menatap jalan aspal yang tampak berkelok di hadapannya. Perlahan menuruni perbukitan dan melaju menuju kota tempat tinggalnya.Becca sama sekali tidak ingin memulai percakapan apapun dengan Arga. Bahkan kepalanya berpaling seakan sedang menikmati pemandangan indah yang mereka lewati sepanjang jalan. Namun siapa sangka jika pikirannya melayang memikirkan diriya sendiri. Entahlah Becca harus marah atau bagaimana. Terus terang ia kecewa dengan sikap Arga yang ingin menjadikannya seperti wanita simpanan. Rasanya ia ingin memaki Arga, namun nyalinya seakan menciut saat ingat siapa Arga. Bagaimanapun Arga adalah bosnya walaupun saat ini statusnya adalah pacar Arga.Heh ... Benarkah a
Ponsel Becca berdering seakan menjerit minta segera diangkat. Dengan setengah hati, Becca pun mengambil ponsel yang masih tersimpan di dalam tasnya.Mila? Ada apa dia telpon? Tanya Becca dalam hati.Segera Becca menggeser tombol hijau di layar ponselnya.- "Hallo, Mila."- "Becca!!! Kamu masih hidup kan?!"- Ha??? Kamu lagi ngigau ya?"- "Enak aja, aku ini lagi di galeri. Kamu kemana sih kok udah 2 hari menghilang? Habis pulang kerja ini rencana aku mau laporin kamu ke polisi loh."- "Aku nggak ngilang, Mila. Aku lagi dalam misi penting."- "Apaan misi-misi! Bec, kalau kamu nggak pulang malam ini, beneran deh aku bakal lapor ke kantor polisi."- "Hahaha ... Kamu kangen sama aku ya, Mil?"- "Becca! Aku nggak bercanda!"- "Iya iya, sabar dong, Mil. Jangan ngegas mulu' ntar kecenya ilang loh. Sabar ntar malem aku pasti pulang kok. Don't worry be happy, okey ... "- "Beneran loh ya ... Awas ntar kalau ka
Tubuh Becca menggeliat, rasa geli mengusik ketenangan tidurnya. Ia merasakan lehernya diciumi dengan mesra. Apakah ini mimpi?"Aaaaaaa ... " Sekuat tenaga Becca bangun dari tidurnya dengan berteriak histeris."Astaga, Becca! Apa-apaan sih kamu?! Kamu mimpi buruk?" tanya Arga terkejut, ia sedang asyik-asyiknya menciumi leher putih mulus milik Becca eh ... yang punya malah berteriak membuat jantungnya serasa melompat."Eh sayang, kamu disini?" tanya Becca kebingungan.Nampaknya ia lupa jika semalam tidur bersama Arga. Dan saat ini mata Arga seketika membeliak dengan pemandangan indah yang terpampang di depan matanya. Becca yang polos tanpa sehelai benang pun.Tanpa sadar, Arga menelan salivanya dan seketika gairah kembali membuncah dalam tubuhnya. Juniornya seketika mendesak ingin dipuaskan."Istigiii!" teriak Becca saat menyadari jika kedua bukit kembarnya terlihat menantang minta dibelai. Reflek tangannya langsung menarik selimut untuk menutupi
Candle light dinner, begitulah kata orang saat melihat Becca dan Tuan Arga makan bersama di balkon villa. Suasana begitu romantis dengan kerlip lilin dan cahaya bulan yang redup.Becca sangat menikmati makan malam yang telah disiapkan Tuan Arga. Bagi Becca tentu saja ini adalah candle light dinner pertamanya. Menu makanan apapun malam ini pasti terasa sangat enak di lidahnya. Selesai makan, Becca meminum segelas lemon tea sambil memandang lampu kerlap kerlip di sekitar villa. Pemandangan malam ini memang sungguh menakjubkan."Kamu suka, Bec?" tanya Tuan Arga yang terus menatap mata Becca."Suka banget, Tuan.""Kenapa panggil 'Tuan' terus sih? Panggil Sayang bisa kan?!" pinta Tuan Arga."Uhuk ... harus ya?""Ah kamu ini, terserahlah kalau gitu," ucap Tuan Arga yang menampakkan wajah cemberut."Hehe ... maaf soalnya lidah saya udah terbiasa panggil 'Tuan', jadi susah ngubahnya.""Iya iya, terserahlah. Tapi yang penting kamu sayan
"Kalau gitu langsung kita nikahkan saja bulan depan, Pak," sahut Bu Rima antusias."Apa?!" teriak Mila dan Yandi berbarengan."Tapi ... " Yandi tergagap, seperti kehilangan kata-kata. Otaknya buntu nggak bisa berpikir."Ah Yandi, kamu ini kok kurang gercep sih," omel Bu Rima gemas.Sementara Mila sudah bisa menguasai diri dan kini hanya menampilkan senyum manisnya."Kok Ibu tau gercep segala?" Yandi sewot sendiri."Jangan salah, tua-tua begini Ibu juga sering nonton sinetron. Tau lah kalau cuma istilah begituan. Memang Ibu tinggal di dalam hutan," balas Bu Rima tidak mau kalah."Gimana Yandi?" tanya Pak Wisnu, mengembalikan ke topik pembicaraan semula."Gimana apanya?" tanya Yandi bingung."Aduh Yandi, kenapa kamu jadi lemot sih! Itu soal nikah bulan depan. Ah ... tanya kamu kelamaan. Nak Mila, gimana menurutmu? Setuju nggak kalau nikah bulan depan?" tanya Bu Rima tersenyum berharap."Ya Bu," sahut Mila santai.
Tuan Arga menghentikan mobilnya di sebuah halaman rumah villa yang terlihat mewah namun tidak terlalu besar."Rumah siapa ini, Tuan?" tanya Becca sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar rumah."Tentu saja rumahku. Kalau sedang butuh rehat, biasanya aku ke sini," ucap Tuan Arga sambil keluar dari mobilnya.Becca pun mengikuti. Mereka langsung disambut pengurus rumah, sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi."Ini beneran rumah Tuan Arga?" tanya Becca terkagum-kagum saat memasuki dalam rumah. Ternyata desain di dalam rumah terasa nyaman, walaupun minimalis."Kamu nggak percaya amat sih kalau aku bisa beli rumah disini? Kamu lupa kalau aku ini kaya?!" ucap Tuan Arga sedikit kesal."Hehe iya lupa. Habis rumahnya bagus banget." Becca hanya bisa melemparkan senyum manisnya agar Tuan Arga tidak semakin kesal padanya."Tuan Arga, Nona, silahkan ke taman belakang. Sudah ada minuman dan makanan kecil," ucap Pak Marto, pengurus r