"Selama ini kan ayah udah banyak bantu Abang dan kamu juga. Abang pengen mandiri, pengen ngerasain susah biar sewaktu-waktu Abang nggak di tampar oleh keadaan yang buat Abang nggak bisa ngelakuin apa-apa."
"Waktu kita nggak selamanya. Kamu sadar kan dek?" lanjut Yardan dengan tanya.
Youmna hanya mengangguk meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Yardan.
"Hidup juga berputar dek, Abang nggak mau disaat roda Abang dibawah malah buat Abang sombong."
"Bang, kita buat kedai pinggir jalan aja yuk dengan modal seadanya. Youmna bantu ya?"
"Kayanya dari pada cari investor, lebih baik dirintis dari awal banget bang. Kerja kerasnya lebih kerasa." Youmna berusaha menyakinkan Yardan dengan usulnya.
Youmna mengerti impian Yardan, meski Yardan sudah memiliki penghasilan tapi tetap Ia tidak ingin terlalu merepotkan Bagas untuk usaha baru yang ingin Ia buka. Tidak ingin terlalu manja pada kedua orangtuanya meskipun Ia tahu harta warisan kedua orangtuanya nanti tidak akan membuat Ia miskin sampai tujuh turunan.
Menjadi kaya adalah sebuah anugerah yang hanya sebagian orang saja bisa merasakannya ditambah kasih sayang mereka tanpa henti dan support Youmna yang selalu membuat Yardan bangkit dari terpuruknya.
"Iya dek, Abang juga sempat mikir kaya gitu tapi..." Yardan bangkit dari tidurnya dan langsung menatap Youmna yang sedang duduk di depan pintu kamar.
"Abang kan sibuk, kamu kan tau Abang lagi ngurus usaha ayah."
"Youmna yang jadi karyawan Abang, gimana?"
"Aduh, nanti kamu dimarahin ayah. Lagian kamu kan lagi dicarikan calon biar nikah aja!"
"Huft, kok gitu sih. Baru aja pulang udah mau diambil orang," seru Youmna dengan nada kesal.
"Dek, ayah itu bener. Nggak mau liat kamu hidup susah, kalo Abang kan calon kepala keluarga jadi harus rasain pahit manisnya biar berpengalaman dan bisa lindungi istri Abang," jelas Yardan dengan senyuman manisnya pada Youmna.
"Bang dibalik suami yang hebat itu terdapat istri yang hebat juga," jelas Youmna seolah Ia membela dirinya untuk merasakan kesusahan yang Yardan rasakan.
"Dek, istri yang hebat itu bukan dia yang lantang dan tau jenis permasalahan laki-laki. Cukup dukung, beri kasih sayang, dan selalu ada di masa-masa baik dan buruknya. Kamu, dituntun sama ayah buat jadi istri yang baik. Cukup di rumah aja, kalaupun mau menghasilkan uang ya cari kesibukan yang bisa menghasilkan uang di dalam rumah." tegas Yardan.
"Ingat ya dek, ayah ngirim kamu sekolah di sekolah yang bagus itu bukan untuk jadi wanita karir dunia, tapi lebih untuk berkarir akhirat. Maka ayah selalu marah kalo kamu nggak berhijab, mungkin itu juga alasan ayah nggak ngebolehin kamu keluar rumah!"
"Segitunya kah bang?" sedih Youmna, membuat Ia mengingat suatu tragedi dimana Bagas sangat marah ketika Youmna hanya mengenakan baju berlengan pendek dan celaka hotpants ke luar rumah.
Bagas selalu berkata 'ayah tidak mengajarkan kamu untuk jadi anak berpenampilan vulgar!' dalam pandangan Bagas tentu saja Ia tahu bagaimana mata laki-laki nakal memandang Youmna dengan nafsu.
Bagas tidak memaksa Youmna untuk berhijab namun, dengan syarat Ia harus selalu di rumah tanpa teman laki-laki dan berpakaian apa saja semau Youmna tapi tetap di dalam kamar.
Didikan itu yang membuat Youmna tidak memiliki banyak teman apalagi laki-laki, Ia tertutup dari dunia luar tapi Ia cerdas karena Bagas sering membelikan Youmna buku-buku untuk Ia belajar.
Dunia tidak banyak mengenalnya, hanya orang-orang tertentu yang Bagas kehendaki untuk melihat gadisnya itu dan itu hanyalah Kai.
"Gimana kamu sama Kai dek?" tanya Yardan.
"Youmna minta dia batalkan perjodohan, bang," Youmna menjawab dengan nada ragu, Ia takut salah menjawab.
"Ya Allah," ucap Yardan dengan nada menekan.
"Awal tadi aku mau tanya, apa alasan Kai membatalkannya, apa ini ada hubungannya sama paksaan Youmna tadi siang?"
"Dek, apa alasan kamu nggak mau sama Kai?"
Youmna terdiam sejenak lalu berkata, "Benci!".
"Ha? apa yang kamu benci dari dia?" tanya Yardan heran.
Youmna hanya terdiam Ia tidak ingin Yardan tahu masa lalu Kai yang menurutnya sangat hitam, Ia tidak ingin membuat semua orang yang mengenalnya dengan baik berubah menjadi kebencian untuknya.
Bagaimana pun Kai juga manusia, Ia harus bahagia tanpa bayangan masa lalu, cukup dirinya dan korban yang lainnya yang membenci diri Kai.
"Nggak bang Youngie bercanda, aku nggak bisa menikah dengan orang yang nggak aku cintai."
Yardan kini bangkit dari duduknya dan menghampiri Youmna, kini keduanya sama-sama duduk di lantai yang tak beralas itu. Duduk sejajar berhadapan, Yardan memegang bahu Youmna dan menatap kedua mata Youmna dengan penuh kasih sebagai seorang kakak yang sangat mencintai adiknya.
"Dia baik dek, kamu nggak akan nyesel. Ayah yakin sama dia begitu juga Abang," jelas Yardan dengan senyuman. "Tapi..." "Tapi kok dia batalkan investasi dan hancurkan impian Abang?" lanjut Youmna. "Mau ya dek, nikah sama Kai. please!" Yardan memohon. "Youngie nggak mau nikah sama orang yang udah hancurkan impian Abang!" Mendengar perkataan tersebut terucap dari lidah Youmna, Yardan tertawa terbahak-bahak membuat Youmna tak mengerti akan tingkah Yardan saat ini. "Kok malah ketawa?" tanya Youmna datar. "Kenapa? ada apa sama Kai, Abang yakin alasan kamu bukan itu!" kini Yardan berbicara lebih serius. Youmna terdiam karena Ia tahu menjawab hal yang sebenarnya hanya akan mengingat kan kejadian dimasa lalu dan menjawab dengan dusta pasti akan tercium oleh Yardan. "Hemm, yaudahlah Abang juga bukan dukun. Ta
"Assalamualaikum." ucap Kai ketika memasuki ruangan yang terdapat Bagas dan Yardan. "Waalaikumsalam bro, pagi ya sesuai janji!" seru Yardan dengan ekspresi bahagia mengetahui Kai sudah datang. Kai pun bersalaman dengan Yardan salam sahabat sedangkan dengan Bagas, Kai mencium tangannya tanda menghormatinya. Kai duduk setelah dipersilakan duduk oleh Bagas, "Adekmu udah bangun belum, Dan?" tanya Bagas kepada Yardan. "Udah yah, lagi mandi kayanya." "Kalo udah selesai suruh turun ya," Bagas berbicara pada Yardan sambil tersenyum melihat Kai yang secara spontan dibalas cengiran oleh Kai. Bagas kembali dengan aktifitasnya membaca koran, sedangkan Yardan dengan aktifitasnya membenarkan radio milik Youmna. Beberapa hari lalu Youmna pernah meminta Yardan untuk membenarkan radionya yang rusak tujuh tahun lalu, Ia sebenarnya meminta Yardan untuk membenarkan ini di tempa
Masih kesal dengan tindakan Yardan yang mampu mengerjainya dan omelan-omelan yang menyuruhnya untuk tidak 'galak' kepada Kai, hingga timbul rasa malu Youmna untuk Kai 'wanita kok kaya singa, galak banget'. Untuk menebus rasa bersalahnya Youmna menemani Yardan dan Kai di dapur untuk membuat resep olahan ubi yang akan di buka. "Nanti owner-nya kita berdua?" ucap Yardan. "Lu aja lah, lu kan yang nanam lebih banyak!" Youmna hanya diam dan mendengarkan percakapan keduanya dengan seksama. "Kai. Lu punya uang, gua punya resep. seharusnya kalo lu pinter ya, lu bisa aja beli resep gua," saran Yardan. "Dan kalo gua mau sukses sendirian bisa aja. Tapi, kalo bisa sukses barengan kenapa milih sendirian?" "Alah, fake lu!" selentingan Youmna yang menjurus ke sarkasme untuk Kai. Kai dan Yardan yang sedang asik berbincang mendeng
"Kai," panggil Bagas seraya menyerukan untuk Kai mendekat padanya. Kai pun menurut Ia pun mendekati Bagas, kakinya melangkah mendekat, tangan Bagas terbuka lebar siap untuk memeluk tubuh yang kini hampir sampai dijemarinya. Bagas memeluk Kai, pelukan hangat yang jarang Brian berikan untuk Kai, "Kamu kenapa?" tanya lembut Bagas pada Kai ditelinganya yang terdengar jelas oleh Youmna yang masih berdiri dibelakang Bagas. Kai tidak dapat berkata, batinnya menangis mengingat semua kesalahan-kesalahan yang pernah Ia perbuat. Sedih ini membuatnya ingat semua kejadian atas segala kejahatan, campur aduk pikirannya. Tak selang beberapa lama matanya menunjukkan isi hatinya, air mata jatuh di bahu Bagas mengenai bajunya, Youmna melihat dengan jelas air mata itu. Yardan yang melihat dari punggung Kai dari kejauhan hanya bisa terdiam, Ia tahu bagaimana susahnya hidup Kai dibalik playboy nya dia. Momen yang
Setelah memasak seharian di dapur bersama Yardan dan Kai, kini Youmna merasakan kepenatan. Kali ini Youmna punya cara lain melepas penatnya, bukan menatap peristiwa dari jendela tapi lewat atap lantai tiga rumahnya. Pemandangan malam hari yang menakjubkan seperti nyala lampu berwarna-warni, pemandangan laut yang bisa dilihat serta udara malam yang sejuk dan dingin. Menikmatinya dengan segelas capuccino yang ada ditangannya, dengan duduk disudut pagar yang bisa menyanggah tubuhnya yang kecil. Terkadang Ia sangat menyukai kesunyian yang seperti ini, tenang dan nyaman. Suasana malam seperti ini tentu sangat bagus dinikmati saat setelah sholat isya, sebab udara lebih dingin namun tetap harus berhati-hati karena udara malam juga tidak baik untuk kesehatan. Segar sih tapi mengantarkan penyakit juga tidak baik! Sesekali Youmna memejamkan matanya dan menarik nafas dalam, mencoba mencari
"Kaya nggak ada kerjaan lain aja!" "Wihh, bos mah bebas!" celetuk Yardan dengan nada sombongnya, menyombongkan Kai yang notabenenya adalah bos. "Huu, yalah!" "Apaan sih, Dan!" Kai yang tidak terima dirinya dibangga-banggakan. Yardan lalu tertawa melihat ekspresi Kai yang tidak terima itu, Ia malah melontarkan candaan-candaan yang menurut Kai tidak genah dan malah Kai merasa Youmna akan berpikiran dirinya itu sombong. "Udahlah, kita cerita hal yang lain bro. Kayanya Youmna bete tuh." Kai menyerukan pendapatnya agar Yardan beralih topik pembicaraan. Yardan menyodorkan tangan kanannya ke dagu Youmna hingga menjadi topangan, "Adek Abang, bete tah?" Yardan menaikkan wajah Youmna yang tertunduk akibat bermain smartphone yang serius, mencari jawaban dari wajah Youmna. Apakah benar Ia merasakan kebosanan?. "Abang, apaan sih!" eluh Youmna, yang me
Kyo Coffe, 12.30 Youmna telah berada disini sekitar tiga puluh menit yang lalu, selesai sholat dzuhur di masjid terdekat (Masjid milik perusahaan Kyo Coffe). Ia sedang menunggu sahabatnya itu di halaman depan masjid, duduk sendiri. Mereka saling rindu karena telah lama tidak pernah bertemu, mereka juga telah menentukan jadwal hari ini untuk bertemu tapi telah lewat jam yang dijanjikan sahabatnya ini tidak juga muncul. "Mbak nunggu siapa?" tanya satpam yang sejak tadi memperhatikan Youmna dari kejauhan. "Nunggu teman saya pak," jelas Youmna. "Oh, temannya kerja disini?" "Iya pak. Hemm, ngomong-ngomong ini masjid untuk umum kan pak bukan hanya untuk karyawan?" "Iya mbak, ini masjid untuk karyawan dan siapa saja masyarakat yang mau sholat disini dipersilakan," jelas satpam ini yang membuat Youmna puas dengan jawabannya.&n
"Ini kan area pekerja. Kalo didepan, khususnya di masjid terbuka untuk umum. Kenapa, soalnya bosku itu mikir disini di pinggir jalan otomatis pasti kalo udah waktunya sholat banyak para pengendara yang mau sholat sedangkan disini nggak ada masjid palingan ada di dalam sini dan nggak ada pengendara yang tau. Jadi masjid di depan itu dibukanya buat umum, bahkan warga juga pakai itu," jelas Yunsri dengan rinci. "Bosmu bagus ya," ucap Youmna sedikit menghela nafasnya, yang ada dipikiran masih ada juga orang kaya yang baik hatinya dan sahabatnya ini beruntung sekali mendapatkan bos seperti itu. "Nanti aku kenalin bos aku ya," Youmna melemparkan senyuman dan berkata, "Bos mu pasti udah banyak pengalaman ya, pasti usianya udah kepala empat kalo nggak lima?" tebak Youmna menyuarakan kepada Yunsri. "Dia seumuran kita." Yunsri tersenyum melihat ekspresi wajah Youmna saat ini, rasa ingin tertawa melihat aksi tidak percaya Youmna