Share

Kekasihku Dosenku
Kekasihku Dosenku
Penulis: Phatcute

Pertemuan Pertama

Namaku Delisa Maharani, biasa dipanggil Shasa. Kakakku bernama Moreno Wibowo, Bang Reno biasa aku memanggilnya. Usia kami terpaut cukup jauh, sekarang Bang Reno kuliah semester akhir. 

Aku punya seorang sahabat yang bernama Ria Angraini, selain bertetangga, orang tua kami sudah sejak sebelum menikah sudah bersahabat. 

Di usiaku yang baru menginjak tujuh belas tahun postur tubuhku termasuk bongsor. Banyak yang mengira aku ini seorang mahasiswi. Padahal aku masih duduk di kelas XII.

Di biodata akun f******k aku menyantumkan umur sembilan belas tahun Itu semua atas saran Ria, karena ia yang mengajakku untuk bermain sosial media.

[Lagi apa?]

Sebuah pesan masuk dari akun 'Erlangga Alfatih'. Seseakun yang belakangan ini intens berkomunikasi denganku. Kak Erlan biasa aku menyebutnya adalah seorang mahasiswa jurusan Olah Raga semester enam.

Meski pun aku belum tahu bagaimana wajahnya karena ia tidak memasang foto di akun facebooknya, ia bisa membuatku merasa nyaman bahkan merindunya jika satu hari saja ia tidak muncul menyapaku.

[Baru mau tidur, Kak.] Aku mengetik balasan darinya.

Tak sampai satu detik terlihat ia sedang mengetik balasan.

[Malam Minggu enggak keluar?]

Membaca pesannya membuat aku menyungging senyum.

[Enggak ada yang ngajakin keluar.] Balasku disertai emot menangis.

[Minggu depan kakak yang ajakin keluar deh.] Balasnya dengan emot meledek. 

[Bener ya, aku tungguin.]

[Iya, kasih tahu dulu alamatnya di mana.]

[Di hatimu.] Balasku sambil menahan tawa.

[Memang tahu hatiku ada di mana?]

[Di hati aku, kan!]

[Hahaha.]

Candaan seperti ini yang selalu membuatku merindukannya. Padahal ia hanya maya tetapi terasa nyata.

[Udah dulu ya, Kak. Aku mau tidur.]

[Dee, kamu mau enggak jadi pacar kakak?]

Membaca pesan Kak Erlan membuat wajahku memanas. Padahal ia tidak mengatakannya secara langsung tapi bisa membuat jantungku berdetak lebih cepat.

[Maaf, Kak. Aku enggak bisa jawab sekarang.] 

Setelah mengirim balasan aku langsung keluar dari aplikasi berwarna biru itu. Membayangkan Kak Erlan membuatku senyum-senyum sendiri.

***

"Ri, kamu tahu enggak, semalam Kak Erlan nembak aku!" ucapku setengah berbisik, karena bus yang kami tumpangi cukup padat siang ini.

"Hah, enggak salah!" teriak Ria yang membuat beberapa penumpang bus menoleh pada kami.

Refleks aku langsung menutup mulut Ria dengan telapak tanganku.

"Iya, semalam Kak Erlan nyatain perasaannya ke aku," lanjutku.

"Terus kamu jawab apa?" tanyanya penasaran.

"Belum aku jawab, secara wajahnya Kak Erlan kaya apa aku belum tahu," jawabku.

"Hahaha ... lagian sih, kamu temenan di dumay sampe serius begitu, tiap hari chat udah kaya sama pacar beneran," sindirnya dengan senyum meledek.

"Nyebelin banget, sih, kamu. Temen lagi bingung malah diketawain!" sungutku sebal.

Ria malah tertawa melihat ekspresiku. 

"Ajak ketemuan aja, siapa tahu aslinya Kak Erlan itu mirip oppa Lee Min Hoo," ucap Ria dengan mimik serius.

"Iya kalau kaya oppa korea nah kalau tampangnya enggak sesuai ekspektasi kita gimana?" sahutku dengan memasang wajah sedih.

"Lebay banget, sih, Sha," protes Ria sambil mentoyor kepalaku. "Kita lihat aja dulu dari jauh, kalau orangnya ganteng kita temuin, tapi kalau jelek kita tinggal kabur. Terus kamu langsung blokir deh akunnya," lanjut Ria sambil menahan tawa.

"Pinter juga kamu, Ri," sahutku sambil mengacak-ngajak rambutnya.

"Siapa dulu dong Ria," ucapnya bangga.

Membuat penumpang bus menatap aneh pada kami.

"Terus kapan kamu ketemuan sama Kak Erlan?" tanyanya setelah kami turun dari bus.

"Kak Erlan maunya secepatnya, tapi aku masih takut. Bagaimana nanti kalau ia tahu ternyata selama ini aku bohong," jawabku sambil menatap jauh ke depan.

"Udah biasa di dunia maya soal bohong-membohongi. Yang penting kamu enggak niat buat jadi tukang tipu," ujar Ria dengan santai.

Awalnya aku memang hanya iseng bermain F******k. Namun, entah kenapa sejak berkenalan dengan Kak Erlan, aku merasa ada yang berbeda. Ia bisa membuatku merasa nyaman berbagi kisah dengannya.

Apa aku memang jatuh cinta dengannya meski ia hanyalah sebuah maya, yang entah bisa jadi kenyataan atau tidak.

***

Semalam Kak Erlan mengirim pesan. Besok ia mengajak aku untuk ketemuan, setelah kami saling mengenal selama lima bulan. Rasanya tak menentu sejak aku mengiyakan keinginannya untuk bertemu. 

Ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang dari dunia Maya. Semoga saja Kak Erlan memang orang baik dan tidak berniat jahat padaku.

"Ri, besok temenin aku ketemu Kak Erlan, yuk!" ujarku setelah kami turun dari bus.

"Oke siap, yang penting jangan lupa traktir aku," sahutnya 

"Iya tenang aja nanti, nanti aku beliin es teler," sahutku santai.

"Dih males banget, masa nemenin orang pacaran cuma dibeliin es teler," sahutnya sambil cemberut.

"Lagian siapa yang mau pacaran orang cuma ketemuan," ungkapku lagi.

"Sama ajalah ketemu sama pacar," jawabnya sambil mendorongku kemudian berlari mengejekku.

***

Seperti kesepakatan aku dan Kak Erlan. Siang ini kami janjian untuk ketemuan di sebuah Mall. Aku dan Ria sudah sampai satu jam lebih cepat dari waktu yang sudah kamu tentukan.

Kak Erlan bilang hari ini akan memakai celana jeans, dan kaos hitam yang dilapisi kemeja. Karena aku masih ragu untuk bertemu dengan Kak Erlan. Ria mengajakku untuk melihatnya dari jauh dulu.

Kami naik satu lantai dari lantai dasar. Dari sini aku bisa jelas melihat orang-orang yang ada di depan toko buku. Kak Erlan mengatakan akan menungguku di depan toko buku itu.

Setalah menunggu lima belas menit terlihat sosok yang mirip dengan gambaran Kak Erlan. Seorang cowok memakai celana jeans yang dipadukan dengan kaos hitam dilapisi kemeja.

"Itu kayanya, Sha!" Ria menunjuk ke arah cowok yang baru saja berdiri di depan toko buku, sambil sesekali memperhatikan sekitar.

"Ganteng banget, Sha. Kalau kamu enggak mau nemuin, biar aku aja," ucap Ria sambil tersenyum menggoda.

"Emang kamu yakin kalau itu Kak Erlan?" tanyaku ragu.

"Coba kamu telepon Kak Erlan. Kita bisa lihat dari sini. Kalau itu cowok angkat telepon dari kamu berarti itu beneran Kak Erlan.

Aku menuruti saran Ria, kemudian mencoba meneleponnya. Nada panggilan tersambung, kami terus memperhatikan gerak gerik cowok di depan toko buku itu. Benar saja pada dering ketiga terlihat ia meroggoh saku celananya dan menerima panggilan dari aku.

"Hallo, kamu di mana?" Terdengar suara yang beberapa waktu belakangan ini selalu aku rindukan. 

"Aku sudah di depan toko buku. Kamu di mana?" tanyanya lagi.

"Iya, Kak," sahutku aku gugup. 

"Kamu jadi datangkan?" Kak Erlan kembali bertanya.

Tiba-tiba Kak Erlan melihat ke atas, tepat ke posisi di mana aku berdiri memperhatikannya. Yang membuat kami bertemu pandang. 

Sedetik kemudian ia tersenyum sambil menunjuk aku. Refleks aku mengangguk. Kak Erlan memutuskan sambungan telepon, kemudian berjalan ke arah kami.

"Ri, kita kabur, yuk!" seruku pada Ria.

"Enggak mau ahh, masa cowok sekeren itu mau ditinggalin," tolak Ria dengan tampang usilnya.

"Aku deg-degan ini Ri. Aku belum siap ketemuan," akuku sambil meremas tangan Ria.

"Tenang aja, tarik nafas dalam-dalam, kemudian keluarkan pelan-pelan." Ria memberikan saran sambil mempraktekan.

Belum sempat mempraktekan apa yang Ria ajarkan terdengar suara sapaan di belakang kami.

"Hai!" 

"Hai juga!" sahut kami berdua bersaman setelah berbalik, dan sekarang kami saling berhadapan.

"Erlan," ucapnya lagi sambil mengulurkan tangan padaku.

Aku seperti terhipnotis dengan pesonanya. Tubuhnya yang atletis hidung mancung, kulit bersih. Benar-benar sempurna.

Aku mengerjap setelah Ria menyikut tanganku.

"Delisa," sahutku sambil menerima uluran tangannya, rasa hangat menjalar di tanganku setelah ia menjabatnya erat.

"Kenalin, aku Ria sahabat dari lahirnya Delisa," sela Ria yang membuat Erlan melepaskan jabatan tangan kami.

"Hai, Ri." Gantian Kak Erlan menjabat tangan Ria.

Sesaat kami saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing. Sementara aku mati-matian menormalkan detak jantungku sendiri.

"Kalian sudah makan siang belum?" tanya Erlan memecahkan keheningan di antara kami.

"Belum Kak. Kebeneran aku laper banget ini," jawab Ria dengan wajah sok polosnya.

Kak Erlan tersenyum mendengar ucapan Ria. "Kita cari makan dulu, yuk!" ajaknya.

Kami mengangguk bersamaan. Kak Erlan jalan lebih dulu, aku dan Ria mengekor di belakangnya. 

Kak Erlan berhenti di depan restaurant cepat saji. Setelah mendapat tempat Kak Erlan langsung memesankan makanan untuk kami.

Selama makan, Kak Erlan terlihat akrab dengan Ria. Mereka saling bertukar cerita dan sesekali tertawa bersama. 

"Aku mau ke toilet dulu, ya, Sha," pamit Ria tiba-tiba.

Aku meresponsnya dengan anggukan, kemudian Ria meninggalkan kami berdua.

"Hey, kenapa diam aja? tanya Kak Erlan tiba-tiba. "Kamu enggak suka ketemu aku?" lanjutnya lagi sambil menyentuh punggung tanganku.

Refleks kerena terkejut dan langsung menarik tanganku. Aku beranikan diri menatapnya dan mencoba tersenyum untuk menghilangkan kegugupan.

"Aku seneng kok, ketemu Kakak," jawabku mencoba bersikap biasa. 

"Abisin makannya, kalau masih kurang pesen lagi aja," ucapnya lagi

"Kakak pikir aku kelaparan, masa mau pesen makan lagi," sahutku kesal sambil mengerucutkan bibir.

Dia malah terkekeh melihat ekspresiku. "Kok kamu gemesin sih kalau lagi marah," godanya sambil mencubit pipiku.

"Apaan sih Kak, baru kenal udah berani cubit-cubit," protesku sambil menepis tangannya.

"Maaf, abis kamu lucu," sahutnya sambil tersenyum menggoda.

Sebenarnya aku tidak benar-benar marah. Aku justru sangat bahagia. Perasaan yang baru pertama kali aku rasakan. Seperti banyak kupu-kupu mengelilingin kepalaku, begitu indah.

"Kalian pulang naik apa?" tanyanya Kak Erlan saat kami sudah keluar dari foodcourt.

"Naik bus," jawabku singkat.

"Maaf ya, enggak bisa anterin kalian pulang," ungkap Kak Erlan.

"Enggak apa-apa, Kak. Kita udah biasa naik bus, kok," sahut Ria.

Sampai di halte Kak Erlan menghentikan taksi yang melintas di depan kami. Setelah berbicara dengan sulit taksi Kak Erlan memanggil kami.

"Kalian pulang naik taksi aja. Maaf aku enggak bisa nganterin," ucap Kak Erlan kemudian membukakan pintu untukku.

"Makasih ya, Kak," ungkapku yang disambut dengan senyuman.

"Nanti malam aku telepon, ya," ucapnya lagi sebelum aku masuk ke dalam taksi.

Aku mengangguk cepat.

"Makasih Kak Erlan," ucap Ria yang masuk lebih dulu ke dalam taksi.

"Sama-sama," sahut Kak Erlan. "Titip Ri," lanjutnya lagi sambil melihat padaku.

"Ahsiap Kak," sahut Ria semangat.

Hari ini aku sangat bahagia. Mungkinkah aku telah jatuh cinta padanya. Lelaki mayaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status