Pak Arkan masih terus fokus membacanya..
Sampai akhirnya beliau tutup map itu dan mendongkak menatapku lalu berkata "Cukup bagus judul ini bisa kamu pakai." Ucapnya.
"Alhamdulillah." Ucapku dalm hati.
"Terima kasih pak." Jawabku.
"Untuk selanjutnya kamu bisa mulai membuatnya dan diskusikan kepada saya" kata pak Arkan.
"Baik pak." Jawabku.
"Kalau sudah saya permisi pak,sekali lagi terima kasih banyak dan mohon bimbingannya pak." Kataku dan berdiri untuk beranjak keluar dari ruangan dosenku ini.
"Tunggu sebentar."' katanya dan menahanku.
"Duduk dulu." Pintanya lagi.
"Apa lagi sih." Gerutuku dalam hati sambil mendudukan bokong ini di kursi.
"Bagaimana keadaanmu,luka-luka itu sudah di obati kah.?" Tanyanya kepadaku.
"Sudah pak,tadi di obati di uks tempatku mengajar." Jawabku cepat karna sudah tak mau berlama-lama berada di ruangan ini,sejujurnya hati ini masih kesal.
"Oh." Jawabnya.
"Hah,cuma OH." Batinku,dan melanjutkan langkahku menuju pintu keluar dari ruangan pak Arkan.
Sepanjang jalan ku melangkah,sepanjang itu juga gerutuan ku keluarkan dari bbibir ini,umpatan kekesalan ku atas sikap dinginnya pak Arkan, "Tadi aja di jalan sok perhatian maksa-maksa mau bawa ke rumah sakit,mau di obati,sekarang cuma nanya aja terus di jawab Oh,gila itu orang datar banget hidupnya,udah kaya kulkas 20 pintu,udah kaya tembok besar cina aja." Umpatan-umpatan terus ku keluarkan sepanjang jalan menuju kantin.
Dikantin kutemui ke 3 temanku,Santi,Tia,dan Diana,kita berempat sudah berteman dari sekolah menengah atas,kuliah pun di universitas yang sama,walaupun berbeda jurusan.
Kududukan diri ini di kursi dengan sedikit hentakan dan cukup mengagetkan ke tiga teman-temanku,"Kesellllll bangetttt sih,apes hidup gue." Rancuku dengan muka merah menahan emosi.
"Kenapa sih lu?" Tanya Santi dan di angguki temanku yang lain,mereka menatapku meminta penjelasan.
"Kesel gue sama dosen pembimbing gue,tadi pagi dia nabrak gue tuh liat tangan sama kaki gue." Kutunjukan luka-luka ku.
"tadi pas nabrak gue sok sibuk maksa gue ke rumah sakit,sekarang cuma nanya luka gue udah di obatin apa blum,terus pas gue jawab udah,dia cuma jawan Oh aja coba,mana mukanya datar banget,bikin gue emosi." Katanku dengan emosi.
"Siapa sih dosen pembimbing lu?" Tanya Dinda.
"Pak Arkana Sadewa,dosen baru itu loh." Jawab Tia,yang ku angguki.
"Dosen ganteng itu ya." Jawab Dinda antusias.
"Ganteng sih tapi sayang tuh muka datar banget,ga ada senyum sedikit pun." Kara Santi.
"Setujuuuu." Seruku mengacungkan kedua jempol tanganku.
"Pas pak Arkan baru masuk lu lagi ambil cuti kan,jadi lu ga bisa tau dia selama mengajar gimana." Tanya Santi.
"Gue baru ketemu orangnya aja barusan ya mana tau gue cara ngajar dia gimana." Sautku,masih sedikit emosi.
Saat sedang asik mengobrol tiba-tiba datang Anggel the genk,yang super rese,dari jaman sekolah dia memang tidak menyukai ku,Anggel yang menyukai Angga dari awal masuk sekolah,itulah yang menjadi alasannya selalu membenciku.
"Weishh ada yang lagi patah hati nih baru di tinggal nikah sama kekasih hati." Ucapnya sedikit meniggi agar satu kantin ini mendengar.
"Ah kasiannya" "Sakit banget pasti tuh" "Duh malangnya nasibmu" Anggel the genk menyahuti kata-kata sang ketuanya,tertawa mengejek.
"Bacot lu,mau lu apa sih,gangguin Annisa terus?" Jawab Sinta.
"Gue ga ada urusan sama lu ngel."' Jawabku cepat mendahului Tia yang akan menjawab.
"Giamana rasanya kekasih hati lu di rebut orang lain,sakit kan,apa lagi yang ngerebut saudara sendiri,duh sakitnya lebih-lebih," Kata Anggel mendramatisir.
"Dan itu yang gue rasain selama ini."' Tekannya lagi menggebrak meja.
"Ga ada yang ngerebut Angga di sini,posisi Angga waktu jadian sama gue itu singgle,ga lagi pacaran atopun deket sama cewek lain." Jawabku lantang.
Bangun dari posisi duduk,dan berlari meninggalkan kantin,rasanya masih sesak saat mengingat kejadian itu lagi,tak ku pedulikan teman-temanku yang mengikuti ku berlari menyusulku.
Panggilan-panggilan namaku tak kupedulikan,ku terus berlari sekuat tenaga,sat tiba-tiba ada sesuatu yang menabrakku di depan tubuhku.
BRAKKK...
Badanku melayang ada hentakan di tubuh dan akhirnya terjatuh di jalan,sebelum kesadaranku menghilang samar-samar ku dengar teriakan dari ketiga teman-temanku,darah mengalir dari badanku.
Yang terakhir ku rasakan badanku di gendong seseorang entah itu siapa dan di bawa ke mana.
"ANNISA." Teriakan keluar bersama dari mulut teman-temannya.
Mereka berlari menghampiri Annisa yang sudah terkulai di jalan dengan darah segar yang mengalir dari tubuhnya,Tia mengangkat kepala Nisa kepangkuannya "Bangun Nis,Buka mata lu." Tia menepuk-nepuk pipi Annisa.
"Tolongin temen gue." Dinda teriak histeris.
Santi sibuk menelpon ambulan yang di sediakan pihak kampus.
Penabrak itu kabur lari entah ke mana.
pak Arkan yang melihat kejadian itu pun menghampiri kerumunan mahasiswanya dan tiba-tiba mengangkat badan Nisa dan membawanya menuju mobilnya.
"Kalian bertiga ikut say." pak Arkan meminta ketiga teman Annisa untuk ikut masuk ke dalam mobilnya.
Mobilpun melaju dengan kencang membawa Annisa menuju ke rumah sakit terdekat.
Santi,Tia,Dinda dan pak Arkan masih menunggu di depan ruang UGD setelah tadi mereka membawa Annisa ke rumah sakit,sudah 30 menit dokter maupun suster belum ada yang keluar dari dalam,mereka menunggu dengan cemas."Sudah ada yang menghubungi keluarganya?" Tanya pak Arkan.Mereka bertiga kompak menggelengkan kepala,terlalu panik sampai lupa untuk mengabari keluarga dari Annisa,Tia yang lebih dulu mengeluarkan Handphonenya untuk menelpon kak Armand,mereka bertiga sudah mengetahui kalau sekarang Annisa sudah tidak tinggal lagi dengan sang ayah,melainkan sudah tinggal bersama kak Armand.tut...tut..tut...Setelah dering ke tiga barulah panggilan terhubung."Hallo." terdengar suara kak Armand."Hallo kak,ini Tia kak." Kata Tia."Iya Tia ada apa." Jawab kakArmand."Emm..ini kak,Annisa masuk rumah sakit,sekarang lagi di UGD." Ucap Tia mencoba tenang."HAH APA,ANNISA MASUK RUMAH SAKIT." Kata kak Armand dengan suara
Arkana Sadewa seorang laki-laki berusia 33 tahun yang masih betah menjomblo di usianya yang tak lagi muda ini,seorang pemimpin perusahaan sebuah perusahaan import terbesar di indonesia,seorang laki-laki yang terus di paksa untuk menikah oleh ibunya.Dulu Arkan pernah hampir menikah namun terpaksa harus batal karna sang kekasih lebih memilih menikah dengan laki-laki lain yang katanya lebih kaya dari Arkan,dari sejak batalnya pernikahan itu Arkan berubah jadi manusia paling cuek dan dingin,menghabiskan hidupnya dengan terus bekerja.Menghindari sang ibu yang terus memaksanya untuk menikah,beberapa kali di jodohkan dengan anak-anak rekananannya tapi tak satu pun ada yang di pilihnya,bagi Arkan semua wanita-wanita itu sama dengan sang mantan kekasihnya dulu.Hari ini Arkan sedang libur dan sedang menikmati waktunya dengan membaca buku di halaman belakang rumahnya,Arkan memang memilih tinggal di rumahnya sendiri dari pada tinggal di rumah orangtuanya karna menghindar
Di kantor selesai meeting pikiran Arkan terus tertuju pada seorang gadis yang tadi pagi dia tabrak,merasa bersalah karna tak membawanya ke rumah sakit tuk mengobati luka-lukanya itu,"Gadis keras kepala" Gumamnya,tersenyum kecil.Melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk tanpa di sadari jam sudah menunjukan jam makan siang,selesai dengan pekerjaannya Arkan membereskan mejanya dan keluar dari ruangannya untuk menemui sekertarisnya,karna hari ini dia ada jadwal untuk mengajar di kampus yang didirikan Ayahnya itu,memutuskan menjadi dosen hanya untuk menyibukan dirinya untuk lupa akan masa lalunya itu."Rud,saya harus ke kampus ada jadwal mengajarkan hari ini?" Tanyanya ke pada sekertarisnya ini,Rudi buka hanya sekertaris tetapi asistennya juga sekaligus sahabatnya dari zaman mereka masih sekolah,Arkan memang sengaja memilih sekertaris laki-laki lebih leluasa saja dalam berdiskusi menurutnya."Iya bos hari ini ada jadwal mengajar." Jawab Rudi,walaupun mereka bersa
Setelah menunggu hampir 1 jam,akhirnya dokter pun keluar,perasaan tak menentu sedari tadi yang ku rasakan ini,menghampiri dokter dan tiba-tiba ada seorang lelaki datang menghampiri kami bersamaan,laki-laki yang ku perkirakan tak jauh usianya dari usia ku,dan ternyata laki-laki ini kakaknya Annisa yang tadi di telepon temannya Annisa. Dokter pun menjelaskan kondisi Annisa,ada rasa ingin melihatnya langsung tapi ku tahan,kakaknya Annisa yang lebih berhak untuk menemuinya lebih dulu,diriku bisa menemuinya nanti mungkin. Menunggu tak berapa lama kakaknya Annisa keluar dari ruangan itu,dan menemui ku yang masih betah berdiri di depan pintu bersama dengan teman-temannya Annisa. Kakaknya Annisa meminta penjelasan apa yang terjadi dengan adiknya,di ceritakan dan di jelaskan semua oleh teman-temannya Annisa yang memang lebih tau kondisinya saat kejadian tabrakan itu,apa yang membuat Annisa berlari tanpa arah tadi,dan berakhir tertabrak mobil,diriku hanya diam menyimak karna memang tidak meng
Annisa pun sadar. Perlahan membuka matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke kelopak matanya,yang pertama Annisa lihat sang kakak ipar yang sedang duduk sambil membaca buku. "M-mba." Ucap Annisa terbata. "Annisa." Jawab mba Mita yang langsung menghampiri Annisa dan di genggamnya tangan Annisa yang terbebas dari infusan itu. "Apa ada yang sakit." Tanya lagi mba Mita. "Mba panggilin dulu dokter ya." Katanya lagi. Annisa hanya tersenyum menjawabnya. Dokter pun datang dan memeriksa kondisi Annisa,selagi dokter memeriksa Annisa,mba Mita bergegas mengabari suaminya kak Armand,kak Armand terpaksa harus meninggalkan Annisa karna ada urusan yang harus di urus di perusahaan. Dokter selesai memeriksa Annisa dan berkata kondisi Annisa sudah membaik,hanya perlu istirahat beberapa hari saja untuk menstabilkan kesehatannya. "Gimana sudah enakan?" Tanya mba Mita yang kembali menghampiri Annisa dan duduk di samping ranjang Annisa. "Sudah mba." Jawab Annisa tersenyum. "Kakak mana mba?" Tanya
Pandangan ayah tiba-tiba tertuju pada seorang lelaki yang berdiri di samping mba Mita dan lalu melihat ke arahku seakan berkata "Siapa dia?" Kak Armand yang menyadari pandangan ayah langsung memperkenalkan pak Arkan kepada ayah. "Dia calonnya Annisa sekaligus dosennya Nisa." Ucap kak Armand mantap,dan membuat diri ini kaget mendengar ucapan kak Armand,bukan hanya aku yang kaget pak Arkan pun menunjukan raut wajah kaget sepertiku,tatapan mata kami bertemu "Maaf pak." Batinku,semoga pak Arkan bisa mengerti dari tatapan mataku ini. Ayah dan yang lainnya yang berada di kamar ini pun sepertinya merasa kaget mendengar ucapan kak Armand. Ayah membalikkan badan menghadap pak Arkan "Saya Hasan ayahnya Annisa." Ucap ayah menjulurkan tangan untuk bersalaman dengan pak Arkan. Pak Arkan dengan ragu menerima tangan ayah "Saya Arkana Sadewa." Ucapnya. "Sadewa, seperti tidak asing lagi namanya." kata ayah. "Sadewa nama papa saya Artur Sadewa." Jawab pak Arkan."Artur Sadewa pemilik Sadewa grup
Setelah beberapa hari Annisa di rawat di rumah sakit,kondisinya sudah membaik,Annisa sudah di perbolehkan untuk pulang siang ini.Tiba-tiba kak Armand mendapatkan telpon dari kantor untuk segera datang karena ada hal penting yang harus di selesaikan,bingung kak Armand,siapa yang bisa dia minta tolong untuk mengurus kepulangan sang adik,mba Mita istrinya sudah pulang dari pagi untuk membersihkan rumah dan merapikan kamar Annisa,ayahnya.. ah lupakan dia dari pertama ayahnya datang menjenguk sampai sekarang beliau tidak tampak lagi untuk melihat Annisa.Di saat sedang larut dalam pemikirannya,kak Armand di kejutkan dengan kedatangan seseorang,"Pak Dosen" gumam kak Armand."Selamat siang." Sapa pak Arkan memasuki kamar Annisa yang pintunya terbuka,setelah mengetuk pintu tanpa ada jawaban dari dalam,pak Arkan memutuskan untuk masuk dengan perlahan,rupanya kakaknya Annisa ini sedang melamun,sedangkan Annisa masih tertidur setelah meminum obat."Pak Dosen,maaf tadi saya melamun." Jawab kak A
"Arkan" Panggilan dari seorang wanita paruhbaya yang tak lain adalah mamanya pak Arkan,menghampiri mereka berdua yang sedang berdiri di samping mobil. "Kamu ngapain di sini?" Tanya dan melirik ke arahku. "Siapa dia sayang?" Tanyanya lagi,dan mendekat ke arahku. Pak Arkan masih diam dan membisu,hanya melirikku sebentar lalu melihat ke arah wanita paruh baya ini. "Kamu siapa nak?" Tanyanya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari pak Arkan. "Aku Annisa tante,tante...?" Jawabku dan menanyakan siapa beliau ini. "Saya mamahnya Arkan." Jawabnya cepat,dan memelukku,aku yang di peluk di buatnya kaget melihat ke arah pak Arkan dengan mata melotot,ternyata beliau ini mamanya pak Arkan. "Kamu sakit sayang,di lihat dari wajahmu yang pucat ini." Tanya mamanya pak Arkan melepaskan pelukannya dan mengelus kedua pipiku ini. "Annisa habis kecelakaan mah 1 minggu yang lalu." Pak Arkan yang menjawab. "Ya ampun,kecelakaan apa dan di mana sayang?" Tanyanya masih tetap menatap ke arahku. "Di k