Share

Aih

Episode 3

_________________________________

Reynal menjadi orang yang paling dicari saat ini. Prasti dan Lelaki flamboyan sama-sama menjadikannya sebagai orang yang harus ditemukan, walau mereka mempunyai misi yang berbeda.

Bagi Prasti, Reynal mesti ditemukan segera guna mengabarkan duka lara. Setelah pemecatan, hidup Prasti sekarang luntang lantung bersama debu metropolitan. Bila saja dalam beberapa jam ke depan, Prasti tak kunjung berhasil menemukan Reynal, maka mulai siang nanti dia mesti puasa dan tidur di jalanan. Sebab dompet Prasti tidak lagi dihuni rupiah.

Sementara lelaki flamboyan, harus menemukan Reynal guna mempertanggungjawabkan tindakkan seenak perutnya yang berani mengaku sebagai suami Prasti dan kemudian membawa lari anak yang baru dilahirkan Prasti tersebut.

Belum ada kabar pasti siapa lelaki flamboyan berjas hitam itu hingga dia sangat berkepentingan dengan anak yang dilahirkan Prasti. Apakah dia adalah suami sah atau bapak jalur haram dari anak yang lahir itu? Entahlah.

Sementara dari tempat yang tidak diketahui Prasti dan lelaki flamboyan, Reynal tengah menerima telepon sambil memegang pena. Kemudian, mencatat angka mirip nomor kontak itu di kertas bungkus rokok. Tak tahu, itu nomor kontak siapa.

Hampir tanpa jedah, Reynal kemudian langsung menekan angka itu di papan keyboar teleponnya untuk menghubungi nomor tersebut.

“Hallo”

“Iya” terdengar jawaban dari seberang sana

“Ini Prasti?”

“Iya, ini siapa nih!!” jawabnya ketus

“Reynal”

Oh, Ternyata Reynal menghubungi Prasti

“Ahhhhhhhh, Abang Reynal, benar ini Abang Reynal?”

“Iya”

“Waduh Baaang, udah sepuluh hari aku nyari abang, ta..”

Reynal tiba-tiba memotong pembicaraan.

“Nanti kita cerita, tunjukkan sekarang kamu berada di mana dan tunggu saya di sana”

“Iya, ya. aku di Sentosa Mall, Bang.”

“Tunggu di samping gerbang, limabelas menit dari sekarang saya datang”

“Ya, Bang”

Badan Prasti sudah kesemutan sebab sebentar lagi akan bertemu dengan orang yang paling dia cari di muka bumi ini. Tiap sebentar dia bercermin menggunakan kamera selulernya, memastikan tidak ada benda atau hal lain yang bisa mengganggu penampilannnya.

Pertemuan ini tentu sangat besar artinya, disaat dompetnya sudah mirip orang meragang nyawa, kritis. Atau, seumpama sawah yang sudah rengkah sebab kemarau panjang yang berharap tetesan air hujan.

Reynal, berhenti sekira 200 meter sebelum lokasi. Dia pindah ke bangku belakang mobil dan menukar baju kaos dengan kemeja putih bergaris hijau muda. Kemudian, memasang dasi biru tua dan mengenakan kaca mata.

Begitulah Reynal, selalu menukar gaya penampilan untuk hal-hal penting.

Mobil hitam Reynal pas berhenti tetap di depan Prasti yang sedang gelisah menunggu. Kapalanya sibuk bolak balik kiri ke kanan serupa kepala burung hantu kelaparan. Reynal menurunkan kaca mobil lalu memanggilnya.

“Prasti!!”

Prasti langsung menoleh, tapi tatapannya lain. Ragu pada orang yang memanggilnya.

“Naiklah”

“Bang Reynal?”

“Iya”

Prasti bergegas menuju mobil dan membuka pintu. Begitu Prasti masuk, mobil melaju menuju tempat yang belum diketahui. Entah apa motif dari Naldi Jamain alias Reynal sehingga dia mendadak memutuskan bertemu Prasti setelah enam sejak pertemuan terakhir mereka.

Prasti menoleh pada Reynal, seperti biasa Reynal membalasnya dengan tersenyum penuh misteri. Yang jadi perhatian Prasti adalah penampilan Reynal yang berbeda dengan penampilan dulu yang dia kenal.

Di tempat terpisah, tak jauh dari pelabuhan Tanjung Priuk, Lelaki Flamboyan bersama dua pengawal hilir mudik memerhatikan orang-orang yang sibuk lalu lalang. Kabar yang baru mereka terima; lelaki yang memakai jaket, menyandang tas ransel dan bertopi sesuai ciri-ciri Reynal yang didapat dari rumah bersalin, sekarang berada di lokasi itu.

Setelah satu jam patroli, mereka telah mencegat dua orang berjaket. Semuanya berakhir memalukan dan menyakitkan.

Orang pertama yang mereka cegat langsung melakukan perlawanan dengan meninju salah satu pengawal Lelaki Flamboyan karena tidak senang menerima perlakukan kesal yang ia terima. Dia ternyata preman pelabuhan yang sedang membantu membawa tas penumpang.

Yang kedua, sungguh memalukan, sebab yang orang berjaket dan mereka cegat dari belakang ternyata seorang ibu-ibu.

Tak membawa hasil, Lelaki Flamboyan kemudian mengajak dua pengawal istirahat dan duduk di warung pinggir jalan. Banyak orang yang duduk disana. Baru beberapa menit mereka duduk, seorang lelaki bertato menghampiri mereka.

“Lagi apa Bos! Dari tadi gua lihat sibuk aja”

“ Lagi nyari orang bang?”

“Yang ente-ente cari siapa”

“Namanya Reynal, Bang”

“ Reynal?, apakah orangnya suka pakai jaket dan topi?”

“Wah benar Bang”

“Ngapain ngga dari tadi ente tanya ma gua”

“Jadi, abang kenal orangnya?”

“Gimana gua ngga kenal, tetangga!”

“Bisa antar kami ke rumahnya?

“Ndak perlu gua antar, deket kok, dari sini aja bisa gua tunjukin”

“Yang mana rumahnya Bang?

“Gua dapat apa dulu. Klau ente merasa informasi dari ga ini penting, hargai juga gua”

“Maksudnya, abang minta bayaran?

“Ya, iyalah”

Lelaki Flamboyan menoleh ke kiri dan kanan pada pengawalnya.

Sementara itu..

“Apa tu Joy” seorang lelaki lain tiba-tiba datang menanya. Rupanya lelaki bertato itu bernama Joy.

‘Ini, orang ini nyari Reynal” jawab Joy

“Reynal tetangga lu itu”

“Iya”

Lelaki Flamboyan kian yakin dengan pembicaraan singkat antara lelaki bertato dengan temannya ini.

“Jadi abang minta berapa” Tanya Lelaki Flamboyan

“Ente pikir ajalah, seberapa penting informasi ini dan berapa pantasnya gua dapet uang dari ente”

“Dua juta?”

“Ah, pelit amat ente, tiga juta deh”

“Hmm, boleh” lelaki Flamboyan setuju

“Gua tunjukin rumahnya aja dulu. Soalnya jam segini Reyhan belum pulang nih, ente mau nunggu ampe jam tiga ngga?. Sekarang jam satu nih, dua jam lagi dia pulang kira-kira. Mau ?”

“Mau, Bang”

“Oke, mana duitnya”

***

Di lain pihak, Reynal dan Prasti yang tadi berada di mobil telah sampai di tempat tujuan. Setelah satu setengah jam berkendara, mobil berhenti di sebuah kafe di perbukitan daerah Bogor.

Reynal tidak berhenti di parkiran, tapi langsung menuju saung paling jauh dan letaknya paling tinggi. Tempat ini tempat khusus, harus dipesan dulu sebelum dipakai. Sebab, tempat itu tidak diperuntukkan untuk umum. Hanya orang tertentu dan di tempat itu segala aktivitas tak terlihat dari saung lainnya. Bayarannya mahal.

“Oke Pras, di tempat ini kita bisa bersantai. silahkan mau makan dan minum apa yang suka”

Reynal mempersilahkan prasti memakan dan meminum banyak menu yang sudah tersedia. Cukup banyak dan beragam. Ada beberapa makanan maupun minuman, serta buah. Ya, semuanya telah tersedia sebelum mereka datang.

“Oh, udah dipesan dulu ya, Bang”

“Sudah. Sesaat setelah menghubungimu tadi. Begitulah saya menghargaimu”

‘Wah, sebegitunya. Tersanjung aku, Bang”

Sambil menyeruput minuman Prasti memerhatikan penampilan Reynal.

“Perasaan kemarin bukan begini penampilanmu Bang. Makanya tadi aku bingung. Saya kira bukan Abang”

“Ya, kebetulan langsung dari kantor”

“Abang kerja apa sih”

“ Pegawai asuransi”

“Masa sih, pegawai asuransi, temanku kerja asuransi gaji kecil. Dapat nasabah kadang Cuma satu dalam tiga bulan. Sementara abang duitnya banyak”

“Kebetulan saya di kantornya”

“Oo..tapi aku kurang percaya sih”

Reynal memutar duduk mengarah perbukitan hijau. Tempat ini begitu tinggi dan leluasa memandang panorama alam.

“Pras, nama panjang kamu siapa sih”

“Langguni Prasti Webster”

“Oh, Webster itu apa tuh?

“Tak tahu juga, kata mamaku marga bapakku”

“Bapakmu orang mana?”

“Kata mamaku Inggris”

“Kok kata mama”

“Iya, soalnya aku tak pernah jumpa papa sejak aku lahir.

“O, gitu. Saudaramu?”

“Aku sendiri aja, tunggal”

“Mamamu sekarang di mana?”

“Ngga tau, udah mati kali”

Reynal terdiam dan berpikir. Yang dipikirkan Reynal bukan masalah keluarga Prasti. Tapi informasi tentang Prasti yang galak pada lelaki itu. Reynal sudah tahu bahwa Prasti dipecat dari restoran tempat bekerja karena menyiram pengunjung laki-laki. Mengapa tak terlihat sama sekali kegalakan itu. Prasti malah sangat ramah.

“Kalau Mama orang mana?

“Orang sini, orang Indonesia, Kalimantan katanya. Tapi belum pernah pulang ke sana”

“Tapi postur dan wajahmu tak ada Indonesia-nya. Tinggi, rambut pirang, kulit putih dan hidung mancung”

“Kata orang gitu. Banyak tak percaya kalau ibuku orang Indonesia”

“ Enak ya, ngomong sama kamu. Kamu cerdas”

“Ah, benar Bang, aku Cerdas! Waduh senang atiku Bang”

“Ayo, pilih lagi apa yang mau dimakan” Reynal memecah suasana agar tetap santai.

Reynal lalu menunjuk arah bukit, ada burung elang sedang melayang-layang di udara.

“Pras, itu tu ada elang terbang rendah”

“Oh iya, bagus ya warna lehernya”

“Pras, orang kampungku bilang. Tak mungkin elang terbang rendah, kalau tidak ada yang sedang dia intai”

“Ada ayam kali ya Bang, yang dia lihat di bawah” jawab Prasti

“Mungkin juga”

Reynal angguk-angguk, Prasti ternyata tak paham makna pepatah itu.

” Tak mungkin elang terbang rendah, kalau tidak ada yang sedang dia intai” bisik Reynal dalam hati

"Pras, kamu ngga kerja hari ini” Reynal mencoba kembali pada suasana semula.

“Udah brenti”

“Loh, kenapa?”

“Dipecat”

“ Sebabnya apa tuh?”

‘Udah tiga kali nyiram pengunjung laki-laki”

“Wahh, ternyata kamu galak ya”

“Tergantung”

“Tergantung gimana?”

“Gini Bang, Pertama, aku tu paling tak suka diperhatikan lama-lama oleh laki-laki. Kedua, aku tak suka dibilang cantik”

“Ohw”

“Iya, setiap laki-laki yang memperhatikanku lama-lama berarti yang dia perhatikan fisikku. Aku tak suka kalau orang menjadi suka padaku karena fisik. Kemudian aku tak suka kalau laki-laki dekat dekat denganku karena menurutnya aku cantik"

"Aku sudah bosan dibilang cantik bang. Bosan Bang. Bosan!!. Sejak kecil, selalu saja orang bilang aku cantik. Setiap bertemu orang, bilangnya aku cantik. Apakah hargaku hanya pada fisik dan paras. Aku rindu orang mengatakan “Pras, kamu tu cerdas deh. Barusan abang bilang aku cerdas, aku senang tak terkira. Itulah pertama kali sepanjang hidupku orang billang aku cerdas.Sangat senang aku Bang.

“ Kemudian aku rindu, “Kamu tuh baik dech Pras”, “Aduuuh Pras kamu lucu dech” belum pernah Bang. Belum pernah satu kalipun belum pernah. Ini yang membuat aku kesal pada diriku ini dan pada lelaki. Makanya ketika ada lelaki yang memandang mandang aku lama-lama, aku marah. Sebab, pasti yang dia perhatikan tubuh dan parasku”

Reynal angguk-angguk.

“Trus sama saya kenapa kamu tak begitu”

“Iyalah, abang datang untuk menolongku. Ekpresi wajah abang benar-benar tulus. Tak pernah memandangku lama-lama, tak pernah bilang tubuhku seksi. Tadi abang cuma bilang posturku tak seperti orang Indonesia, itu biasa. Dan, tak pernah mengatakan aku cantik. Sampai detik ini aku belum pernah ada kata “cantik” yang keluar dari mulut abang. Makanya aku nyaman sama Abang. Berarti abang tulus, bukan ada maunya dengan tubuhku"

“Waduh Pras, suara azan tuh, bentar ya solat dulu” Reynal permisi

“Oh, iya”

Tanpa menoleh kiri kanan, Reynal menuju kamar kecil yang tersedia di sana untuk beruduk. Setelah menyingsingkan lengan baju sebelum beruduk, Reynal mematikan alat perekam yang tersembunyi di balik ikat pinggangnya. Ya, terbukti; Tak mungkin elang terbang rendah, kalau tak ada yang sedang dia intai.

Selesai salat, sebelum berdiri, Reynal tak lupa untuk kembali menghidupkan rekaman.

“Pras, tambah lagi minumnya” sapaan Reynal yang membuat Prasti sedikit kaget.

“Oh, udah selesai ya solatnya. Abang orang taat rupanya”

“Bukan masalah taat, tapi kita hidup tentu ada pedoman hidup. Itulah agama yang di dalamnya ada ibadah”

“Iya dech”

“Ngomong ngomong agamamu apa sih Pras?”

“Ngga jelas. Tapi di KTP ditulis Islam. Padahal aku belum pernah solat. Ngga ngerti aku”

‘Mana KTP-nya”

Prasti mengeluarkan dompet dan menarik satu kartu dari beberapa kartu yang terselip, lalu menyerahkan pada Reynal.

“Eh, elang tadi mana, Pras? Kok ilang”

Prasti memutar badan ke belakang melihat kembali ke arah lokasi elang tadi terlihat. Dan, Reynal memoto KTP Prasti dengan cepat.

“Oh iya, sepertinya udah berhasil nangkap ayam tuh” kata Reynal

‘Iya, kali ya”

“Pras ini KTP-nya”

Prasti kembali membalikkan badan menghadap Reynal dan mengambil KTP.

“Berarti kamu masih muda ya, Pras”

“Muda kali ngga, kan udah 23, udah beranak

“ Oke Pras, udah sore nih, pulang yuk”

“ Waduh, malas aku pulang Bang. Pingin sama Abang. Aku tidur sama bang aja lah malam ini”

“Mana boleh, kita bukan muhrim.Katanya kamu tak mau disentuh laki-laki, kok ngajak aku tidur bersama?”

“Iya. Belum pernah seumur-umur tidur dengan laki-laki. Tapi sama abang aku mau. Aku yakin Abang ngga ngapa-ngapain.Tapi kalau Abang ingin melakukan sesuatu, aku nggak nolak kok”

“Waduh” Reynal kaget

‘Iya, ini kali pertama lo Bang, aku ngajak laki-laki, sumpah. Padahal sudah ratusan orang laki-laki ngajak, katanya dikasih biaya hidup, semua aku marahi"

“Tak usahlah, nanti kamu hamil lagi” tolak Reynal

“Di jalan nanti kan ada apotek, beli pengaman aja, Bang, biar aman ”

“Ah, jangan ah. Saya tak mau tidur wanita bukan istri”

“Gampang aja, jadikan aku istri abang”

“Ah, ada ada saja kamu Pras”

“Pokoknya aku tak mau pulang. Aku mau tidur sama abang malam ini. Tiitik”

Apa yang terjadi beberapa jam kemudian? Apakah Reynal tidur bersama Prasti malam ini?. Apakah yang akan terjadi bila mereka tidur bersama?. Lalu, bagaimana pula dengan Lelaki Flamboyan,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status