Share

Kekasihku Ternyata Impoten
Kekasihku Ternyata Impoten
Author: Irma Dasira

Wanita Blasteran Itu Hamil

Bang! Aku bilang ya, hamil itu bukan karena ada suami, tapi karena hubungan badan yang berhasil. Ngerti! Kalaupun ada suami, melakukan hubungan sepuluh kali sehari, tapi salah satunya mandul, juga tidak bakal hamil, Bang!”

“Ohw.. lalu siapa yang menghamilimu?”

“Itu yang aku tak tahu. Kalau tahu pasti aku cari dia. Dia dapat enaknya, aku dapat sengsaranya!”

“Loh, kok bisa adek ngga tahu?

“Waduh, Abang tak usah nyinyir lah Bang. Sekarang kalau Abang ingin bantu, bantu aku”

“Maksudnya?” Sahut lelaki itu

Lalu wanita hamil tua menoleh pada lelaki itu dan memandang bola matanya dalam-dalam. Mereka beradu tatap. Inilah momen pertama mereka saling mengetahui wajah lawan bicara.

“Abang serius mau bantu!” Tanya wanita itu

“Sekiranya aku sanggup, aku bersedia”

“Benar?”

“Ya, Benar”

“Tolong bantu aku nyariin orang yang bisa membeli anak ini. Sebenarnya nih, anak ini sudah mau lahir nih dari kemarin. Karena belum ada yang membeli dia undur keluar”

“ Jadi, anak dalam perut ini, mau adek jual”

“Iya, buat apa pelihara anak yang tak tahu bapaknya ini”

Lelaki itu terngaga, kaget.

“Ayo, jangan diam. Kalau abang serius, bantu aku!” wanita ini menantang.

Dari tampilan fisik, lelaki itu yakin beberapa hari lagi wanita ini mungkin akan melahirkan. Tanpa pikir panjang, dia menerima tantangan untuk menyelamatkan bayi dalam perut wanita itu.

“Oke. Aku bantu. Tunggu sebentar” Lelaki itu berjalan menuju hotel. Tak lama, dia kembali dengan membawa sebuah tas ransel dan berjaket hitam dengan topi melekat di kepala.

“Ayo” Lelaki ini mengajak wanita itu pergi

“Kemana? Apakah Abang sudah dapat orang yang mau beli anak ini”

“Sudah, tenang aja”

“Benar nih? Secepat itu?”

“Benar” tegas sang lelaki.

“Ah, yang serius lah Bang. Masa secepat itu?

“Iya,kalau aku bilang sudah, adek yakin sajalah”

Setelah beberapa langka, Wanita ini kembali berhenti

“Bang, yang serius Bang, Abang benar sudah punya orang yang mau beli anak ini!?”

“Dek, sekali lagi ya. Kalau aku bilang sudah, ya sudah. Ngga usah banyak tanya”

Wanita itu menyerah, saat lelaki ini membimbingnya naik taksi. Tapi ekspresi di raut wanita hamil berat ini sangat keliru. Ada bahagia, juga dicampuri ekspresi cemas. Berkali-kali dia curi pandang memerhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Lelaki, tetap tersenyum tanpa menoleh.

“Rumah Bersalin Kasih Ibu”

Taksi berhenti pas di depan gedung berwarna putih yang di puncaknya bertuliskan rumah bersalin itu. Setelah membayar taksi, sang lelaki membimbing wanita ini dengan sangat hati-hati masuk pintu rumah bersalin. Persis seorang suami yang sedang mengantar istri yang hendak melahirkan.

Sang lelaki langsung menuju meja pendaftaran dan si wanita hamil duduk di kursi panjang.

“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu”

“Iya, ingin mengontrol kandungan istri, Bu”

“Boleh. Nama istrinya siapa, Pak?

Sang lelaki langsung batuk-batuk mendengar pertanyaan petugas pendaftaran.

“Maaf, ambil masker dulu, Bu” Kata lelaki ini sambil berjalan menuju wanita hamil.

Kemudian berpura-pura membuka resleting tas untuk mengambil masker. Setengah berbisik, sang lelaki bertanya:

“Dek, namamu siapa?”

“Oh, iya kita belum kenalan. Namaku Prasti, Bang”

Sang lelaki membalikkan badan untuk kembali ke meja pendaftaran.

“Maaf bu, sedikit batuk. Soalnya semalam kerja lembur” Sang lelaki minta maaf sambil menutup mulut dengan masker yang belum terpasang

“Ya, tak apa-apa. Siapa nama istrinya, Pak?

“Prasti, Bu”

“Oke, umur, alamat dan anak ke berapa?

Kali ini sang lelaki pura-pura bersin mendengar pertanyaan petugas.

“Waduh, maaf Bu” sambil berbalik arah kembali menuju wanita hamil. Masih seperti yang tadi, sang lelaki kembali membuka resleting tas dan kembali pula bertanya setengah berbisik.

“Prasti, umurmu berapa, alamatmu di mana dan ini anak ke berapa?”

“Ohw, 23 Bang, alamat Tanjung Priuk, anak pertama”

Sang lelaki itu kembali ke meja pendaftaran

“Maaf bu, maaf”

“Tak apa-apa, Pak”

“Umur istri saya, 23 tahun, kami tinggal di Tanjung Priuk”

“Oke, ini anak ke berapa?”

“Oh, iya, anak pertama, Bu”

“Nama suaminya?”

“Oh, Reynal, Reynal Bu. Rey-nya pakai Y bukan I”

“Baik, Pak Reynal. Silahkan tunggu, sebentar lagi akan kami panggil istri bapak untuk masuk ruang pemeriksaan

Lelaki yang mengaku bernama Reynal berbalik dengan santai dan duduk di samping Prasti melepaskan nafas yang tertahan.

“Bang, nama Abang siapa sih”

“Panggil saja Reynal”

Beberapa saat kemudian

“Bang, sepertinya mau lahir nih!”

“Memangnya ada apa?” Tanya Reynal

“ ini......

“Ibu Prasti...”

Tiba-tiba petugas rumah bersalin memanggil nama wanita hamil itu.

“Ya Bu” Prasti dan Reynal bersamaan menyahut.

“Silahkan bawa istrinya, Pak” petugas datang menghampiri dan ikut membimbing Prasti menuju ruang pemeriksaan. Prasti terlihat meringis menahan sesuatu.

“Tolong bantu angkat, Pak” petugas minta Reynal membantu Prasti naik tempat pemeriksaan. Tak lama berselang, dokter kandungan dengan senyum datang untuk memeriksa dan petugas membuka celana dalam Prasti agar dokter mudah bekerja.

“Dok, sepertinya mau melahirkan Dok”petugas berkata pada dokter setelah melihat cairan yang menempel di celana dalam Prasti.

“Oh. Iya” Dokter tersenyum pada Reynal calon bapak jadi-jadian.

“Pak, peralatan bayi sudah disiapkan? Petugas bertanya pada Reynal.

“Iya, bu, ya”

“Kalau belum, beli saja di depan, itu ada toko peralatan bayi”

“Oke Bu”

Reynal berjalan menuju toko, tapi tiba-tiba Prasti memanggilnya sambil meringis kesakitan.

“Bang, sini dulu”

Reynal tergesa menuju Prasti

“Ada apa Pras?”

Prasti menarik bahu Reynal dan berbisik

“Orang yang mau beli anak ini, mana?”

“Ah, tenang aja, sebentar lagi saya minta ke sini” Reynal sambil bergegas menuju toko peralatan bayi.

Tak lama, Reynal sang bapak bohongan telah kembali dari toko dan membawa lengkap peralatan penyambutan bayi. Petugas dengan kursi roda membawa Prasti ke ruang persalinan dan Reynal mengiringi.

“Pak, selama proses persalinan nanti, bapak kami harapkan mendampingi istri ya?!”

“Iya bu”

Prasti tak lagi banyak bicara, justru lebih banyak merintih menahan sakit. Sepertinya kelahiran bayi sudah dekat.

“Pak, tolong pegang ini, jaga paha istrinya untuk tetap terbuka”

Waduh, Reynal canggung, gugup luar biasa. Ia harus menjaga dan berdiri di hadapan seorang wanita bukan istri dalam keadaan terkanggang. Ah, tangan Reynal kemudian perlahan memegang kedua lutut Prasti agar pahanya tetap terbuka.

Reynal masih menjaga adab. Kepalanya tidak mengarah pada selangkangan Prasti, tapi menengadah ke langit-langit ruangan serupa seorang suami bermunajat pada penguasa langit untuk berdoa.

“Pak, jangan canggung gitu sama istri, yang serius megangnya” Petugas menegur Reynal.

Proses kelahiran dimulai.

Apakah bayi ini lahir selamat. Bila selamat, siapakah orang yang telah bersedia membeli bayi ini? Apakah Prasti benar-benar tidak punya suami? Dan, apakah Reynal masih perjaka? Ahh..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status