Bantal dilempar oleh Binar ketika Affandi menggodanya dengan kalimat cemburu. Tawa renyah memenuhi ruangan kamar mereka, dengan Affandi yang terus menghindari lemparan bantal dari istrinya. Panas sudah kini wajah wanita beranak satu itu ketika digoda oleh Affandi dan ... mengingat kejadian di bandara tadi. Wanita dengan blouse silver dan rok span sepaha itu tampak mengayunkan langkah, setengah berlari menuju Affandi. "Ada keperluan apa?" Binar yang mengenakan baju tunik biru muda, langsung berdiri tegak di depan Affandi. Menghalangi petugas medis itu dari tatapan centil si wanita. Binar melayangkan tatapan tak bersahabat. "Dia suamiku. Kalau ada urusan penting, baiknya saya juga mengetahuinya." Tegas Binar berucap. Mata wanita berbaju blouse itu menatap Affandi yang berada di belakang Binar. "Aku kangen banget sama Affandi. Pengen peluukk!" pekiknya girang. Binar menatap tajam wanita centil di hadapannya. "Kamu dengar nggak sih, dia
Dua puluh lima tahun kemudian .... Abimanyu dan Angkasa tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan, dengan garis wajah hampir serupa. Mereka pintar, disegani, dan digilai para gadis. Setelah menyelesaikan pendidikannya, kedua pria tersebut bekerja di perusahaan besar si kakek---Adipati Group. Tuan Adipati sekarang telah tiada, digantikan oleh sang putra Aiman yang menjabat sebagai CEO. Menemani langkah-langkah usaha sang putra, sekaligus meng-handel perusahaannya sendiri dibantu oleh sang istri--Syeira. Sementara Affandi, tetap memilih mengabadikan hidupnya melayani masyarakat sebagai tenaga medis kesehatan. **Di sebuah perusahaan ternama di kota J, seorang gadis dengan rok span selutut mengayunkan langkah, setengah berlari memasuki gedung kantor. Sayang, rok span yang membelit sepasang paha mungilnya, membuat si gadis kesusahan mengambil langkah lebar. "Aduh, bagaimana ini, aku takut terlambat." Hari ini pertama kalinya dia masuk kerja setelah berurusan pelik dengan HRD dan bers
Hening menyelimuti pasca ucapan spontan Chelsi tadi. Si gadis membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan. Sementara Abimanyu menatap intens gadis lancang itu. Melihat tatapan intens Abimanyu ternyata lumayan mengerikan, Chelsi memutar otak. "Susah untuk dilupain maksudnya, Pak," ralat Chelsi seraya tersenyum lebar, memamerkan lesung pipinya yang tampak manis. "Kamu pikir berhasil?" ejek Abimanyu tetap memberikan tatapan intens pada gadis itu. Membuat senyum Chelsi memudar. "Bilang saja kalau mau langsung ditendang keluar dari kantor ini ...." "Sungguh, maaf, Pak. Tolong jangan pecat saya, Pak. Saya sangat butuh pekerjaan ini," mohonnya. "Saya akan pastikan, Anda tidak akan kecewa dengan hasil kerjaku!" Abimanyu menangkap api semangat di mata gadis itu. Dia menyeringai, ingin memadamkan api semangat di mata tersebut. Dan yang memadamkannya, harus gadis itu sendiri. "Baiklah, karena saya lagi berbaik hat
Alis melengkung tebal milik gadis berlesung pipi itu, perlahan bergerak-gerak. Kelopak matanya terbuka, dan tampaklah ruangan asing memenuhi indra penglihatan. "Di mana ini?" Chelsi mengedarkan pandangan ke sekeliling sambil bangun. Terutama dia menunduk, mengecek pakaiannya. Sebab saat ini dia sedang terbaring di sebuah ranjang hitam dengan motif garis berwarna gold. Ada dua pintu di ruangan itu. Beberapa lembar map di meja, kursi, juga ... jas kantor yang terpajang. Makin mengernyitlah alis gadis itu. Tak ingin berlama-lama dalam ruangan asing tersebut, Chelsi memutuskan segera bangun. "Aww!" Dia meringis sambil memegang perutnya. Kepala gadis itu pun terasa berputar. "Maag-ku sepertinya benar-benar kambuh," lirihnya sambil mengigit bibir. Perlahan Chelsi melangkah sambil memegang perutnya yang sakit. Pintu di samping kanan dibuka, tenyata itu pintu kamar mandi. Chelsi memutuskan masuk, membasuh wajahnya yang tampak kuyu. "Dasar pria sombong! Baru jadi manajer saja tingkahnya s
Abimanyu langsung mengayunkan langkah lebarnya dengan cepat bersamaan dengan lengkingan keras suara sang ibu."Abi capek, Mah. Mau istirahat." Sudah di tengah tangga pula anak itu.Sementara Affandi dan Aiman yang mendengar suara Binar yang memekik keras, langsung Affandi menghampiri sang istri."Ada apa?" Affandi tampak cemas.Binar mengentakkan kaki sambil membawa nampan yang dipegangnya di ruang keluarga. Menaruh benda tersebut dengan wajah muram."Ada apa, Nona?" Lagi, Affandi bertanya cemas. Aiman pun ikutan panik dengan pandangan mengarah ke lantai atas, ke pintu kamar Abimanyu."Abi, Bang ... Abimanyu minum lagi!" Ketus, Binar berucap. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan minum!"Affandi menghembuskan napas panjang. "Wajarlah, Nona. Kalau Abi nggak minum, ya mati."
Langkah Abimanyu dan Chelsi yang menuju ke luar kantor, terhalang oleh kedatangan Angkasa. Pria dengan setelah jas rapi itu, mengernyit melihat kelakuan abang sepupunya yang makin hari, makin tidak bisa ditolerir. Angkasa segera menahan langkah Abimanyu yang menyeret Chelsi."Minggir!" Tingkah Angkasa membuat Abimanyu geram. Dia melayangkan tatapan tajam pada sang adik sepupu."Lepasin dia!" Angkasa malah mengalihkan pandangan pada pergelangan tangan Chelsi yang digenggaman kuat oleh Abimanyu. "Lepas!" lanjutnya menegaskan."Jangan ikut campur urusanku!" Abimanyu menepis kasar tangan Angkasa yang hendak meraih lengan Chelsi. "Jangan pikir kamu direktur di perusahaan ini, saya akan tunduk padamu?" Tatapan Abimanyu, melayangkan permusuhan.Angkasa menghela napas dalam-dalam. Dia mengamati raut kesakitan yang terpajang di wajah manis Chelsi. Angkasa memang tidak tah
Gadis berparas ayu itu, berteriak kencang, meronta-meronta ketika beberapa preman menarik tubuh mungilnya ke sudut jalan yang sepi. Gadis itu bernama Binar Widya. Di tengah kekalutannya, dia berharap ada seseorang yang datang di tengahnya malam penuh badai ini. Menolongnya dari terkaman binatang buas itu. “Lepas!” Binar mendaratkan gigitan pada preman yang mencengkeram lengannya yang polos. “Dasar jalang!” Gadis malang yang berusaha melindungi harga dirinya itu malah mendapatkan sebuah tamparan. “Hey, lepaskan wanita itu!” Seorang pria bertampang kaukasoid, tiba-tiba datang menghadang kerumunan itu. Tangan sang pria terkepal erat, tak terima melihat wanita berparas ayu itu diperlakukan dengan kasar. Mereka semua sontak mengalihkan pandangan ke pria asing itu. Sementara sang wanita menatap si pria dengan sayu, kesenduan di matanya seolah-olah menaruh harapan besar terhadap pria yang mengenakan setelan jas itu, agar menyelematakannya dari para bajingan yang mencengkeramnya. "Oh, ad
Tubuh mungil itu menggeliat kala sinar matahari menusuk kelopak matanya yang terasa memberat. Jemari lentiknya bergerak, dan tersentak bangunlah dia kala merasakan kulit asing di sampingnya tertidur. Jantung Binar serasa merosot menatap sosok gagah di sampingnya yang tertidur tengkurap. Mata bulat gadis itu langsung berkaca-kaca mengingat kejadian semalam, lalu meluncurlah anak-anak sungai di pipi yang tampak kemerahan dan lelah itu. Tangannya membekap mulut sendiri, menahan isak tangis, juga takut terhadap sosok di hadapannya. "Kenapa malah seperti ini?" gumamnya sambil menjambak rambut frustasi. “Tidak, ini tidak mungkin!”Dengan tangan bergetar, Binar bangkit sambil menahan area nyeri di tengah-tengah tubuhnya. Secepat mungkin dia memungut semua pakaiannya yang tercecer di lantai berdebu dan memakainya. Binar lantas keluar dari dalam gedung terbengkalai sebelum pria yang tertidur bersamanya itu bangun. Binar tak ingin bertemu lagi dengan pria itu. Pria yang dia pikir adalah pahlaw