Hutan belantara masih diselimuti kabut tipis saat tim ekspedisi akhirnya tiba di depan reruntuhan kuno yang menjulang di tengah pepohonan raksasa. Struktur batu yang dipenuhi lumut berdiri megah, seolah menantang waktu yang telah berlalu berabad-abad. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, seperti mengandung sesuatu yang tak kasat mata sesuatu yang kuno dan menunggu untuk ditemukan.
Renzu berdiri di depan pintu masuk utama, menatap ukiran aneh yang menghiasi dinding-dinding batu. Ada simbol yang samar-samar dikenalnya, hampir mirip dengan pola yang muncul di dalam Sistem Astral miliknya. Dia menelan ludah, mencoba meredakan kegugupan yang mulai menjalar. "Jadi ini dia... reruntuhan yang katanya tersegel berabad-abad." Rufus bersiul pelan, meneliti batu-batu raksasa yang menyusun pintu masuk."Terlihat tua dan menyeramkan, bukan?" Mira menambahkan, memegang tombaknya lebih erat. "Aku bisa merasakan energi di sini berbeda," Lyra berbisik sambil meletakkan tangannya di dinding batu. "Seolah-olah tempat ini masih... hidup." Orfen, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara dengan suara dalam dan tenang. "Reruntuhan ini bukan sekadar bangunan tua. Ini adalah makam bagi peradaban kuno. Tempat ini dibangun bukan untuk ditemukan kembali." Renzu menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu?" Orfen menghela napas. "Tempat seperti ini tidak ditinggalkan begitu saja. Ada alasan mengapa banyak yang tidak kembali setelah masuk ke dalamnya." Hening sejenak. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan keheningan yang mencekam. Mira memutar bola matanya. "Terima kasih atas peringatan menyeramkan itu, Orfen. Sekarang ayo masuk sebelum aku semakin paranoid." Tanpa membuang waktu, mereka melangkah ke dalam kegelapan reruntuhan. Begitu mereka melewati ambang pintu, pintu batu besar di belakang mereka tiba-tiba tertutup dengan suara bergemuruh, menutup jalur kembali. "Sial!" Rufus mengumpat. "Tidak ada yang menyentuh apa pun, kan?" "Bukan itu masalahnya," Orfen menimpali, suaranya tetap tenang. "Tempat ini dirancang untuk menjebak siapa pun yang masuk." Renzu merasakan hawa dingin menyelinap ke kulitnya. Cahaya dari obor yang mereka bawa menerangi lorong panjang yang penuh dengan ukiran dinding. Tiba-tiba, simbol-simbol di dinding mulai bersinar. "Ada sesuatu yang aktif..." Renzu memperingatkan. Sebelum mereka bisa bereaksi lebih jauh, lantai di bawah mereka bergetar. Dari dalam dinding, suara gemuruh menggema, dan dua sosok besar muncul dari bayangan lorong Golem Guardian. "Bersiap!" Mira berteriak sambil mengangkat tombaknya. Golem-golem batu itu bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan. Tubuh mereka sebesar kuda perang, dengan mata yang bersinar keemasan dan lengan yang bisa menghancurkan batu dalam sekali pukulan. Lyra menarik busurnya, membidik salah satu golem. "Temukan titik lemahnya!" Renzu melangkah ke depan, mengangkat tangannya. Cahaya biru berpendar dari telapak tangannya saat Sistem Astral mulai bereaksi. "[Star Bolt]!" Sebuah kilatan energi bintang melesat dari tangannya, menghantam dada salah satu golem. Namun, serangan itu hanya membuat golem sedikit terdorong ke belakang. "Serangan langsung tidak cukup!" Rufus berteriak sambil meluncurkan sihir angin untuk menyeimbangkan posisi tim. Orfen yang sejak tadi hanya mengamati akhirnya menghunus pedangnya. Dia bergerak dengan kecepatan yang mustahil, meluncur ke arah golem dengan gerakan yang nyaris tak terlihat. Dalam satu serangan cepat, dia menebas bagian belakang lutut golem, membuatnya sedikit goyah. "Bagian persendian mereka! Itu titik lemahnya!" Orfen berteriak. Mira melompat ke udara, mengayunkan tombaknya tepat ke salah satu persendian golem, menciptakan retakan yang lebih besar. "Kita bisa menjatuhkannya!" Renzu mengambil napas dalam. Dia bisa merasakan energi Sistem Astral di dalam tubuhnya semakin mengalir deras. "Aku akan mencoba sesuatu." Dia menutup matanya sejenak, membiarkan sistem dalam pikirannya memberinya petunjuk. [Sistem Astral: Skill Baru Terbuka] [Astral Chain – Mengikat target dengan rantai energi bintang, memperlambat gerakan mereka.] Tanpa ragu, Renzu mengulurkan tangannya ke depan. "[Astral Chain]!" Rantai bercahaya melesat dari tangannya, melilit salah satu golem dan membuat gerakannya melambat drastis. "Sekarang! Hancurkan dia!" Mira dan Orfen tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan serangan gabungan, mereka berhasil menghancurkan golem pertama menjadi puing-puing. Lyra lalu menembakkan panah bertubi-tubi ke titik lemah golem kedua, membuatnya runtuh tak lama kemudian. Ketika pertempuran berakhir, semua orang terengah-engah. "Gila... itu pertarungan yang intens." Rufus mengusap dahinya yang basah oleh keringat. Mira menepuk bahu Renzu. "Bagus, Renzu. Aku tidak tahu kalau kau bisa melakukan itu." Renzu mengangguk, masih merasa gemetar setelah menggunakan kemampuan baru. Orfen menatapnya dalam diam. "Kekuatan itu... kau mulai memahami cara menggunakannya, bukan?" Renzu menatap tangannya sendiri, masih bercahaya samar. "Ya... tapi aku merasa ini baru permulaan." Dengan golem telah dikalahkan, mereka melanjutkan perjalanan ke bagian dalam reruntuhan. Lorong itu akhirnya membawa mereka ke sebuah ruangan besar dengan sebuah altar di tengahnya. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan mural kuno yang menggambarkan pertempuran antara manusia dan makhluk-makhluk bercahaya. "Ini... bukan sekadar reruntuhan biasa." Lyra berkata pelan, jari-jarinya menyentuh gambar yang terukir di dinding. Renzu berjalan mendekat, memperhatikan dengan saksama. Ada sesuatu di sini... sesuatu yang terasa familiar. Tiba-tiba, sebuah suara terdengar di kepalanya. "Kazehaya Renzu... pewaris Gelang Bintang... ujian pertamamu baru saja dimulai." Dia tersentak, matanya melebar. Mira menatapnya. "Apa yang terjadi?" Renzu menelan ludah. "Aku tidak tahu... tapi aku rasa kita baru saja menginjak wilayah yang lebih berbahaya dari yang kita kira." Di kejauhan, terdengar suara gemuruh lain. Sesuatu yang lebih besar... lebih tua... sedang menunggu mereka. Dan mereka tidak punya pilihan selain maju. Setelah mengalahkan Golem Guardian, tim ekspedisi akhirnya mencapai sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan ukiran dan simbol kuno. Cahaya biru keperakan dari kristal di dinding berkilauan, menerangi aula yang luas dengan atmosfer yang terasa magis dan sekaligus menegangkan. Renzu menatap sekeliling dengan penuh rasa ingin tahu. Meskipun tubuhnya masih terasa lelah setelah pertarungan sebelumnya, ada sesuatu tentang ruangan ini yang menariknya lebih dalam. "Tempat ini... terasa berbeda dari bagian lain reruntuhan," ujar Mira, menggenggam tombaknya erat. "Energi di sini jauh lebih kuat," Lyra menambahkan sambil menyentuh salah satu kristal di dinding. "Aku bisa merasakan aliran mana yang belum pernah kutemui sebelumnya." Orfen melangkah maju, meneliti ukiran yang terpahat pada dinding utama di tengah ruangan. "Ini bukan sekadar ruangan biasa," gumamnya. "Ini adalah pusat dari reruntuhan ini." Rufus, yang biasanya santai, terlihat agak waspada. "Oke, aku sudah cukup banyak melihat reruntuhan dalam hidupku, tapi ini... ini aneh. Tempat ini tidak hanya ditinggalkan, tapi sepertinya sengaja disembunyikan." Renzu berjalan mendekat ke ukiran utama. Ada pola berbentuk lingkaran dengan tujuh simbol yang tampaknya mewakili sesuatu salah satunya sangat mirip dengan pola yang muncul pada Sistem Astral miliknya. Tiba-tiba, sistem dalam pikirannya aktif. [Sistem Astral: Fragmen Gelang Bintang terdeteksi] [Resonansi dengan pengguna aktif...] Mata Renzu melebar. "Gelang Bintang... ada hubungannya dengan tempat ini." Sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, lantai di bawahnya mulai bersinar. Garis-garis cahaya keperakan mengalir di seluruh ruangan, seolah-olah sesuatu telah diaktifkan. Mira segera mundur. "Apa yang kau lakukan, Renzu?!" "Aku tidak tahu! Aku hanya menyentuh ukiran ini!" Orfen menatapnya tajam sebelum berbalik meneliti ruangan. "Kita mungkin telah mengaktifkan mekanisme kuno... bersiaplah untuk apa pun." Kemudian, suara berat bergema di dalam aula. "Pewaris Gelang Bintang... apakah kau siap menghadapi kebenaran?" Semua orang menegang. Suara itu tidak berasal dari salah satu dari mereka. "Siapa itu?!" Rufus berseru sambil menghunus pedangnya. Dinding di ujung ruangan mulai retak dan perlahan terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan lain yang lebih kecil, tetapi tampak jauh lebih kuno dan penuh dengan mural yang lebih detail. Mereka bertukar pandang sebelum akhirnya melangkah masuk.Menuju ibu kota Aurora - Melalui Labirin EsBadai salju semakin menggila saat Renzu dan timnya melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Aurora. Kabut tebal menutupi pandangan mereka, sementara angin dingin menembus pakaian tebal yang mereka kenakan. Hera berjalan di depan dengan langkah mantap, seolah tidak terpengaruh oleh suhu yang menggigit.Mira menggigil, merapatkan jubahnya. "Kau yakin kita di jalur yang benar, Hera? Aku bahkan tidak bisa melihat lima langkah ke depan."Hera tidak menghentikan langkahnya. "Aku sudah melewati jalur ini berkali-kali. Percayalah, kita akan segera sampai."Rufus menepuk-nepuk tangannya, berusaha menghangatkannya. "Lebih baik kita sampai secepat mungkin. Aku rasa jemariku mulai membeku."Lyra, yang berjalan di samping Renzu, berbicara pelan. "Aku tidak suka ini. Terlalu sunyi. Tidak ada suara burung, tidak ada suara binatang... bahkan angin terasa aneh."Renzu mengangguk setuju. "Sesuatu tidak beres. Aku bisa merasakannya juga."Tiba-tiba, Hera berhent
Perjalanan ke Kontinen AuroraPagi berikutnya, mereka menyelinap keluar dari kota dengan bantuan beberapa petualang yang setia pada Darios. Mereka naik ke kapal dagang yang disebut Frostwind, sebuah kapal kayu besar yang dirancang untuk menahan badai lautDi dek, Renzu berdiri di sisi kapal, menatap laut yang semakin membeku di kejauhan. Udara mulai menjadi lebih dingin seiring mereka mendekati perbatasan Aurora.Mira berjalan mendekat dan menyelubungi dirinya dengan jubah tebal. "Kau masih memikirkan pertarungan kemarin?"Renzu mengangguk. "Zael bukan lawan biasa. Dia tahu cara menggunakan energi kegelapan dengan sangat efisien. Jika kita bertemu dengannya lagi, kita butuh strategi yang lebih baik."Rufus mendekat, meniupkan napas ke tangannya yang kedinginan. "Dan itu bukan satu-satunya masalah kita. Jika Ordo Es Purba benar-benar memiliki informasi tentang Gelang Bintang, maka Kekaisaran juga pasti akan mengincarnya.""Itulah sebabnya kita harus lebih cepat dari mereka," kata Lyra
Pria itu tersenyum di balik topengnya. "Namaku Zael, salah satu eksekutor Black Crescent. Tugasku sederhana: mengambil pecahan yang kau bawa dan menghapus segala rintangan yang menghalangi." Mira mengayunkan tombaknya ke bahunya. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak pilihan selain menghancurkan kalian." Zael menghela napas. "Sangat disayangkan. Aku benci pertempuran yang tidak perlu." Dalam sekejap, dia mengangkat tangannya dan bayangan hitam menyebar dari kakinya, menciptakan pusaran energi gelap yang mulai menyelimuti area tersebut. "Bersiaplah!" Renzu berteriak. Lyra langsung menarik busurnya, menembakkan anak panah bercahaya ke arah Zael. Namun, bayangan di sekitarnya dengan mudah menyerap serangan itu. Rufus melancarkan serangan angin, mencoba meniup kabut gelap itu, tetapi efeknya hanya sebentar sebelum Zael kembali mengendalikannya. "Kalian masih terlalu lamban," Zael mencibir. "Biarkan aku menunjukkan kepada kalian perbedaan antara kita." Dalam satu gerakan cepat, di
Angin di kota pelabuhan terasa dingin menusuk dikulit saat Renzu dan timnya kembali dari reruntuhan kuno. Setelah pertarungan besar melawan makhluk astral dan pengkhianatan Orfen, mereka merasakan kelelahan yang luar biasa. Namun, tidak ada waktu untuk beristirahat terlalu lama dampak dari peristiwa tersebut mulai terasa di sekeliling mereka.Mira berjalan di sisi Renzu, sesekali melirik wajahnya yang tampak pucat. "Kau yakin baik-baik saja?"Renzu mengangguk, meskipun kepalanya masih terasa berat."Aku hanya butuh sedikit waktu. Sistem Astral memberiku peringatan, tapi aku rasa aku bisa mengatasinya." "Jangan memaksakan diri, Renzu," Lyra menyela dari belakang. "Setiap kali kau menggunakan kekuatan itu secara ekstrem, efeknya selalu membuatmu melemah."Rufus menghembuskan napas keras. "Kita butuh tempat aman untuk menganalisis semuanya. Lagipula, kita masih harus mencari tahu lebih banyak tentang fragmen yang kita dapatkan."Renzu menyentuh pecahan Gelang Bintang yang menempel dadan
Di dalam ruangan, terdapat altar besar dengan sebuah fragmen kristal mengambang di atasnya. Mural-mural di sekelilingnya menggambarkan kisah peradaban kuno yang tampaknya pernah berkuasa sebelum hancur oleh sesuatu yang tidak diketahui. "Ini bukan hanya reruntuhan biasa... ini adalah tempat yang menyimpan sejarah yang telah lama dilupakan," gumam Lyra. Mira menatap mural dengan serius. "Lihat yang ini," katanya sambil menunjuk pada gambaran seorang pria yang mengenakan sesuatu di pergelangan tangannya sesuatu yang tampak seperti Gelang Bintang. Renzu mendekat. "Dia... mengenakan gelang yang sama denganku." Orfen tetap diam, tetapi matanya mengamati mural itu dengan intensitas yang tidak biasa. "Menurut kalian, siapa mereka?" tanya Rufus sambil meneliti simbol-simbol aneh di sekelilingnya. Sebelum ada yang bisa menjawab, Renzu merasakan sesuatu di pikirannya. Suara itu kembali berbisik. "Temukan semua pecahan... atau dunia akan jatuh ke dalam kegelapan." Dia mengerang pelan, me
Hutan belantara masih diselimuti kabut tipis saat tim ekspedisi akhirnya tiba di depan reruntuhan kuno yang menjulang di tengah pepohonan raksasa. Struktur batu yang dipenuhi lumut berdiri megah, seolah menantang waktu yang telah berlalu berabad-abad. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, seperti mengandung sesuatu yang tak kasat mata sesuatu yang kuno dan menunggu untuk ditemukan. Renzu berdiri di depan pintu masuk utama, menatap ukiran aneh yang menghiasi dinding-dinding batu. Ada simbol yang samar-samar dikenalnya, hampir mirip dengan pola yang muncul di dalam Sistem Astral miliknya. Dia menelan ludah, mencoba meredakan kegugupan yang mulai menjalar. "Jadi ini dia... reruntuhan yang katanya tersegel berabad-abad." Rufus bersiul pelan, meneliti batu-batu raksasa yang menyusun pintu masuk."Terlihat tua dan menyeramkan, bukan?" Mira menambahkan, memegang tombaknya lebih erat. "Aku bisa merasakan energi di sini berbeda," Lyra berbisik sambil meletakkan tangannya di dinding batu