LOGINDi dalam ruangan, terdapat altar besar dengan sebuah fragmen kristal mengambang di atasnya. Mural-mural di sekelilingnya menggambarkan kisah peradaban kuno yang tampaknya pernah berkuasa sebelum hancur oleh sesuatu yang tidak diketahui.
"Ini bukan hanya reruntuhan biasa... ini adalah tempat yang menyimpan sejarah yang telah lama dilupakan," gumam Lyra. Mira menatap mural dengan serius. "Lihat yang ini," katanya sambil menunjuk pada gambaran seorang pria yang mengenakan sesuatu di pergelangan tangannya sesuatu yang tampak seperti Gelang Bintang. Renzu mendekat. "Dia... mengenakan gelang yang sama denganku." Orfen tetap diam, tetapi matanya mengamati mural itu dengan intensitas yang tidak biasa. "Menurut kalian, siapa mereka?" tanya Rufus sambil meneliti simbol-simbol aneh di sekelilingnya. Sebelum ada yang bisa menjawab, Renzu merasakan sesuatu di pikirannya. Suara itu kembali berbisik. "Temukan semua pecahan... atau dunia akan jatuh ke dalam kegelapan." Dia mengerang pelan, menekan pelipisnya. "Sistem Astral terus memberikan peringatan... tentang sesuatu yang lebih besar." Orfen akhirnya berbicara. "Mungkin sudah waktunya kita berhenti berpura-pura." Semua orang menoleh padanya dengan bingung. "Apa maksudmu?" Mira bertanya curiga. Orfen menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya menghela napas. "Aku tahu lebih banyak tentang tempat ini daripada yang kalian pikirkan." Tiba-tiba, sebelum mereka sempat merespons, Orfen mengangkat tangannya dan sebuah gelombang energi gelap menyelimuti ruangan. "Apa yang kau lakukan?!" Rufus berseru, mengangkat pedangnya. Mira segera memasang posisi bertahan, sementara Lyra menarik busurnya dengan cepat. Orfen menatap Renzu dengan mata penuh rahasia. "Kau bukan satu-satunya yang mencari pecahan Gelang Bintang, Renzu." "Jadi kau selama ini...?!" Renzu merasa dadanya berdegup kencang. Orfen tersenyum tipis. "Aku dikirim untuk memastikan bahwa pecahan itu tidak jatuh ke tangan yang salah." Mira menggeram. "Dan tangan siapa yang menurutmu benar?!" "Bukan tanganmu," Orfen menjawab dingin. "Bukan tangan siapa pun dari kalian." Dalam sekejap, Orfen melompat ke tengah ruangan, langsung mengincar altar tempat pecahan kristal mengambang. Sebelum siapa pun bisa menghentikannya, dia mengulurkan tangannya, dan pecahan itu mulai bergetar. Namun sesuatu yang tidak terduga terjadi. Cahaya dari kristal itu tiba-tiba menyala dengan intensitas luar biasa, dan kekuatan besar meledak dari dalamnya, menghantam semua orang ke belakang. Renzu jatuh ke tanah, terengah-engah. "Apa... yang terjadi?!" Orfen berdiri di tengah kekacauan itu, matanya bersinar dengan cahaya aneh. "Fragmen ini tidak bisa diambil dengan paksa... karena ini adalah ujian." Mira bangkit dengan susah payah. "Sial, kita harus menghentikannya!" Lyra segera menembakkan panah, tetapi sebelum bisa mengenai Orfen, sebuah perisai energi muncul, memblokir serangannya. Orfen menatap mereka semua. "Jika kalian ingin fragmen ini, kalian harus membuktikan bahwa kalian pantas memilikinya." Cahaya dari pecahan kristal semakin terang, dan suara bergema di dalam pikiran semua orang. "Ujian telah dimulai." Lantai di bawah mereka bergetar hebat, dan dari dalam bayangan ruangan, sesosok makhluk kuno mulai bangkit. Renzu mengepalkan tinjunya. "Kita tidak punya pilihan... kita harus menghadapinya!" Dan dengan itu, pertempuran baru pun dimulai dengan Orfen kini sebagai musuh mereka, dan ujian kuno yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Ruang rahasia yang sebelumnya sunyi kini bergemuruh hebat. Cahaya dari pecahan kristal yang mengambang di altar terus berpendar liar, menyelimuti seluruh ruangan dalam kilauan astral yang menyilaukan. Dari bayangan di sudut ruangan, sosok raksasa perlahan muncul makhluk kuno bertubuh besar dengan kulit berlapis kristal hitam pekat, matanya bersinar merah menyala, dan aura gelap yang memancar dari tubuhnya seperti membawa hawa kematian. Mira melangkah mundur, mencengkeram tombaknya erat. "Ini... ini lebih buruk dari yang kupikirkan." Rufus mengangkat pedangnya, matanya membelalak. "Apapun itu, kita tidak bisa lari sekarang." Lyra menarik busurnya, jari-jarinya bergetar. "Energinya berbeda... Ini bukan sekadar monster biasa. Ini... sesuatu yang seharusnya tetap tersegel." "Selamat datang di ujian terakhir." Orfen berkata dengan nada tenang, berdiri di dekat altar dengan senyum tipis. "Jika kalian bisa melewatinya, mungkin kalian memang pantas memiliki pecahan ini." Renzu mengepalkan tangannya. "Cukup bicara. Jika ini ujian, maka kita akan melewatinya!" Makhluk itu mengeluarkan raungan menggelegar, suaranya mengguncang seluruh ruangan. Dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan tubuh besarnya, ia melesat ke arah tim dengan cakar hitamnya yang bersinar energi astral. "Serang dari berbagai arah! Jangan diam di satu tempat!" Mira berteriak, melompat ke samping sambil mengayunkan tombaknya ke kaki makhluk itu. Senjatanya hanya berhasil meninggalkan goresan kecil di permukaan kristal hitam yang melindungi tubuh raksasa tersebut. "Sial! Pertahanannya terlalu kuat!" Rufus segera melompat ke belakang, mengangkat tangannya. "[Storm Cutter]!" Gelombang angin tajam melesat dari telapak tangannya, menyerang sisi tubuh makhluk itu. Namun, serangan itu hanya mendorongnya sedikit, tanpa benar-benar menembus pertahanannya. Lyra menembakkan serangkaian panah energi ke arah matanya. "Kita harus menemukan titik lemahnya!" Tiba-tiba, makhluk itu mengangkat tangannya dan menebaskan cakarnya ke arah mereka. Gelombang energi hitam menyebar, menghancurkan lantai tempat mereka berdiri. Renzu terjatuh ke belakang, tapi Sistem Astral di dalam pikirannya memberikan peringatan. [Analisis: Pertahanan lawan 90% aktif. Mencari titik lemah...] [Ditemukan: Segel di dada bagian tengah. Hancurkan untuk melemahkan makhluk ini.] Renzu menatap dada makhluk itu. Di tengah dadanya, ada sebuah simbol bercahaya berwarna ungu yang tampaknya tidak memiliki lapisan kristal sekuat bagian tubuh lainnya. "Dada bagian tengah! Itu titik lemahnya!" Renzu berteriak. Mira mengangguk. "Baik, ayo kita fokus menyerang bagian itu!" Rufus dan Lyra langsung mengubah strategi mereka. Lyra mulai menembakkan panah bertubi-tubi ke arah segel di dada makhluk itu, sementara Rufus menyiapkan serangan besar. Renzu mengambil langkah maju, mengumpulkan energi dari Sistem Astral. "[Star Burst]!" Sebuah cahaya bintang meledak dari telapak tangannya dan melesat ke arah dada makhluk itu. Serangan itu mengenai langsung ke segel dan makhluk itu meraung kesakitan. Tubuhnya bergetar hebat, retakan mulai muncul di bagian kristalnya. Orfen memperhatikan dengan penuh minat. "Menarik... sepertinya kau mulai memahami kekuatanmu, Renzu." Mira tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan luar biasa, ia melompat dan menusukkan tombaknya tepat ke titik lemah makhluk itu. "Sekarang, habisi dia!" Renzu menutup matanya, merasakan aliran energi bintang dalam tubuhnya meningkat. Jika ada saat yang tepat untuk menggunakan kekuatan ini sepenuhnya, maka saatnya adalah sekarang. "[Astral Execution]!" Cahaya bintang menyelimuti tubuhnya, membentuk sebuah pedang energi raksasa. Dengan satu tebasan, dia mengayunkannya ke arah segel di dada makhluk itu. Serangan itu menembus segel dan suara dentuman keras memenuhi ruangan. Cahaya astral membuncah, dan makhluk itu mengeluarkan raungan terakhir sebelum akhirnya tubuhnya hancur menjadi serpihan kristal. Keheningan menyelimuti ruangan. Mira terengah-engah. "Akhirnya..." Lyra menjatuhkan busurnya, menatap reruntuhan kristal yang bersinar samar. "Apakah... sudah selesai?" Rufus menendang potongan kristal di dekatnya. "Kurasa begitu." Tiba-tiba, pecahan kristal yang mengambang di altar perlahan turun dan melayang di depan Renzu. Sistem Astral dalam pikirannya kembali aktif. [Fragmen Gelang Bintang diperoleh: 2/7] [Misi Diperbarui: Temukan semua pecahan dan ungkap kebenaran di baliknya.] Renzu meraih pecahan itu dan merasakan energi hangat mengalir ke dalam tubuhnya. Fragmen ini adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dan kini ia semakin dekat untuk memahami apa sebenarnya Gelang Bintang. Orfen yang sejak tadi hanya mengamati akhirnya mendekat. "Selamat, kalian lulus ujian ini." Mira mendengus. "Cukup bicara. Apa sebenarnya tujuanmu, Orfen?" Orfen tersenyum kecil. "Aku hanya ingin melihat apakah kau benar-benar pantas memiliki pecahan ini, Renzu." Renzu menatapnya tajam. "Dan menurutmu?" Orfen mengangguk. "Kau pantas. Tapi ingat, semakin banyak pecahan yang kau temukan, semakin besar bahaya yang akan datang." Rufus menggerutu. "Kenapa orang-orang selalu bicara dalam teka-teki?" Orfen menghela napas. "Aku tidak bisa ikut dengan kalian lebih lama lagi. Aku punya urusanku sendiri." Mira memutar bola matanya. "Tentu saja. Aku sudah menebak sejak awal kau tidak akan bertahan lama bersama kita." Orfen tersenyum. "Kita akan bertemu lagi, dan saat itu, mungkin bukan sebagai sekutu." Sebelum mereka bisa mengatakan sesuatu, Orfen berbalik dan melangkah pergi ke dalam kegelapan lorong reruntuhan. Dalam sekejap, dia menghilang. Renzu mengepalkan tangannya, melihat pecahan kristal di genggamannya. "Ini baru permulaan... tapi aku akan menemukan kebenaran di balik semuanya." Mira menepuk pundaknya. "Dan kami akan ada di sisimu." Lyra tersenyum. "Kemana kita selanjutnya?" Renzu menatap ke depan, ke dalam reruntuhan yang lebih dalam. "Kita lanjutkan perjalanan ini. Masih banyak yang harus kita hadapi." Dan dengan itu, mereka meninggalkan ruangan, melangkah ke babak baru petualangan mereka dengan bahaya yang lebih besar menanti di depan.Renzu mengepalkan tangannya. "Jika semua fragmen dikumpulkan, apa yang akan terjadi?"Elyndor menghela napas, ekspresi wajahnya tegang. "Kemungkinan besar, sesuatu yang telah lama tersegel akan bangkit kembali. Dan dari apa yang tertulis di sini… itu bukan sesuatu yang kita inginkan."Keheningan melingkupi mereka. Seakan kota ini sendiri menunggu jawaban mereka.Tiba-tiba, tanah bergetar di bawah mereka. Air laut di sekitar reruntuhan mulai berputar perlahan, dan dari celah-celah batu yang mereka injak, muncul kilatan cahaya biru kehijauan."Apa yang terjadi?!" Neyra berteriak, mencoba menyeimbangkan dirinya di dalam air yang mulai bergolak.Sebuah suara berat bergema di seluruh reruntuhan, suara yang tak berasal dari makhluk hidup, melainkan dari sesuatu yang lebih tua, lebih dalam, lebih purba."Sang Penguasa Laut telah tertidur selama seribu tahun… tetapi kehadiran kalian telah mengganggunya…"Renzu merasakan Fragmen Lautan di tangannya bergetar semakin kuat, seolah mencoba memperi
"Serangan biasa tidak akan bekerja!" Vale berteriak. "Makhluk ini terbuat dari energi kuno! Kita harus mencari kelemahannya!"Renzu berusaha membaca pergerakan Sentinel, mencoba menemukan celah. Namun, setiap kali ia mendekat, makhluk itu mengeluarkan gelombang energi yang memaksanya mundur. Air di sekitar mereka semakin bergejolak, seolah-olah kota ini tidak ingin mereka berada di sana."Kita butuh strategi!" Mira menangkis serangan dari tentakel energi yang muncul dari tubuh Sentinel. "Kalau tidak, kita akan terkubur di sini!"Elyndor mulai membaca inskripsi di sekitar reruntuhan, matanya bergerak cepat menganalisis pola sihir yang terpahat di dinding. "Aku menemukannya! Makhluk ini hanya bisa dihentikan jika kita memutus sumber mananya! Simbol di dadanya!"Renzu melihat simbol spiral yang bersinar di dada Sentinel dan menyadari itulah titik lemahnya."Kita harus menyerang bagian itu!" Renzu berteriak.Vale mengangguk cepat. "Aku bisa menciptakan celah dengan sihirku! Tapi aku butuh
Kedalaman lautan semakin gelap, hanya diterangi oleh sinar dari kristal sihir yang dibawa Vale dan Elyndor. Ombak di atas mulai mereda ketika Renzu dan timnya akhirnya mencapai dasar lautan, di mana reruntuhan megah Kota Nautalis terbentang di hadapan mereka.Pilar-pilar batu raksasa menjulang dari dasar laut, ditutupi lumut dan karang yang telah mengeras selama berabad-abad. Gerbang kota yang setengah runtuh masih berdiri tegak, dengan ukiran kuno yang memancarkan aura magis. Mereka semua berdiri dalam diam sejenak, mengagumi sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang."Tempat ini…" Vale berbisik kagum, jari-jarinya menyentuh pahatan di salah satu dinding pilar. "Aku bisa merasakan energi sihir yang luar biasa dari kota ini. Seolah-olah sesuatu masih hidup di dalamnya."Renzu melangkah maju, mendekati gerbang utama, di mana ukiran kuno membentuk pola spiral yang seakan menuntun mereka masuk. Kristal Fragmen Lautan di tangannya mulai bergetar, seolah merespons sesuatu di dalam kota."
Vale menoleh ke Renzu. "Berarti masih ada jenderal lain Sunturion yang belum menunjukkan diri. Kita harus bertindak, sebelum mereka siap menyerang."Neyra mengepalkan tinju. "Aku bisa mengirim pasukan merfolk untuk memantau, tapi jika mereka benar-benar punya pemimpin baru, keadaannya bisa lebih serius."Renzu terdiam sejenak, berpikir cepat. Ia sadar bahwa memberi waktu bagi Sunturion untuk pulih adalah kesalahan fatal."Kita tak boleh membiarkan mereka bangkit. Kita serang duluan sebelum bala bantuan datang," katanya, akhirnya.Salah satu kepala suku merfolk angkat bicara. "Pasukan kita juga butuh istirahat. Jika kita terburu-buru menyerang, malah banyak yang jadi korban."Renzu mengangguk paham. "Kita takkan kerahkan semua prajurit. Hanya satu unit elit yang akan menghantam titik vital mereka. Ini bukan perang frontal, melainkan pukulan cepat agar mereka tak bisa bangkit."Mira menatap lurus ke arah Renzu. "Siapa yang memimpin?""Aku," jawab Renzu, mantap. "Aku harus memastikan mer
Vale menatap Renzu dengan penuh keyakinan. "Tapi kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita perlu perencanaan, strategi, dan peradaban yang kuat. Aku akan mengabdikan diriku demi membangun administrasi yang layak untuk kita semua."Elyndor melangkah maju, sorot matanya tegas. "Kita memiliki kekuatan Astral, dan kita punya sejarah yang perlu kita gali lebih dalam. Aku akan memastikan setiap fragmen dan rahasianya digunakan untuk melindungi kekaisaran ini."Renzu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar kerumunan hening. "Mereka pikir kita hanya segelintir pemberontak. Mereka kira kita bisa dihancurkan sewaktu-waktu. Tapi mereka salah. Mulai malam ini, kita bukan lagi korban. Kita bukan lagi hamba. Kita adalah kekaisaran!"Raungan menyemangati pun mengguncang langit. Kemenangan atas Kekaisaran Sunturion kini lebih dari sekadar kemenangan perang ini adalah awal dari perubahan besar.Constela Empire telah berdiri.Meski demikian, Renzu sadar betul: ini baru permulaan. Ancaman masih
Laut yang sebelumnya menjadi medan peperangan kini tampak lebih tenang, namun jejak pertempuran masih jelas terlihat. Puing-puing kapal musuh mengambang di atas ombak, dan di sepanjang garis pantai, para beastmen dan merfolk yang tersisa mulai mengumpulkan tubuh-tubuh rekan mereka yang telah gugur.Di tengah lautan, kapal utama aliansi perlahan berlabuh di dermaga, disambut penduduk yang menanti dengan campuran perasaan lega dan duka. Renzu berdiri di anjungan, pandangannya menerawang jauh. Baru saja ia memimpin perang besar, namun kemenangan ini terasa pahit oleh pengorbanan yang tak sedikit.Saat Renzu turun, Mira, Rufus, Neyra, dan Vale berjalan di sampingnya. Wajah mereka letih, tubuh masih berlumur darah dan debu pertempuran. Di hadapan mereka, suku beastmen dan merfolk berkumpul mengadakan upacara bagi para pahlawan yang telah kehilangan nyawa.Sebuah altar batu berdiri di tengah alun-alun, bendera Aliansi yang baru berkibar pelan diiringi angin laut. Di sampingnya, sebuah spand







