MasukAngin di kota pelabuhan terasa dingin menusuk dikulit saat Renzu dan timnya kembali dari reruntuhan kuno. Setelah pertarungan besar melawan makhluk astral dan pengkhianatan Orfen, mereka merasakan kelelahan yang luar biasa. Namun, tidak ada waktu untuk beristirahat terlalu lama dampak dari peristiwa tersebut mulai terasa di sekeliling mereka.
Mira berjalan di sisi Renzu, sesekali melirik wajahnya yang tampak pucat. "Kau yakin baik-baik saja?" Renzu mengangguk, meskipun kepalanya masih terasa berat. "Aku hanya butuh sedikit waktu. Sistem Astral memberiku peringatan, tapi aku rasa aku bisa mengatasinya." "Jangan memaksakan diri, Renzu," Lyra menyela dari belakang. "Setiap kali kau menggunakan kekuatan itu secara ekstrem, efeknya selalu membuatmu melemah." Rufus menghembuskan napas keras. "Kita butuh tempat aman untuk menganalisis semuanya. Lagipula, kita masih harus mencari tahu lebih banyak tentang fragmen yang kita dapatkan." Renzu menyentuh pecahan Gelang Bintang yang menempel dadanya. Energinya masih terasa mengalir, tetapi ada sesuatu yang berbeda kali ini sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Saat mereka mendekati guild petualang di kota, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Para petualang yang biasanya sibuk dengan urusan masing-masing kini berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, berbisik satu sama lain. Mira menyipitkan matanya. "Ada yang aneh." Seorang petualang berlari menghampiri mereka, napasnya tersengal. "Kalian akhirnya kembali! Ada masalah besar!" Renzu mengangkat alis. "Masalah? Apa yang terjadi?" Petualang itu melirik ke sekeliling sebelum berbicara lebih pelan. "Nama kalian ada di daftar buruan." Di dalam ruang pertemuan guild, suasana semakin mencekam. Kapten Darios menatap mereka dengan ekspresi serius, tangannya melipat di atas meja kayu yang dipenuhi dokumen. "Jelaskan padaku apa yang terjadi di reruntuhan," katanya, suaranya dalam dan penuh tekanan. Mira duduk bersandar dengan tangan terlipat. "Kami menemukan pecahan Gelang Bintang. Orfen mengkhianati kami dan mencoba mengambilnya sendiri." Darios menghela napas panjang. "Aku sudah mendengar laporan itu. Tapi masalahnya lebih besar dari yang kalian pikirkan." Dia melemparkan sebuah gulungan ke meja. Renzu mengambilnya dan membukanya perlahan. Di sana, tertera dengan jelas: "Kazehaya Renzu dan kelompoknya Buronan Prioritas Kekaisaran Sunturion dan Black Crescent." Rufus melompat dari tempat duduknya. "Apa-apaan ini?!" Darios menatap mereka tajam. "Kalian menarik perhatian yang tidak seharusnya. Kekaisaran Sunturion mulai bergerak. Mereka tidak bisa mengabaikan seseorang yang memiliki kekuatan Gelang Bintang begitu saja." Lyra menggertakkan giginya. "Dan Black Crescent? Apa hubungan mereka dengan ini?" "Black Crescent telah lama mengincar artefak kuno. Begitu kabar tersebar bahwa kalian memiliki salah satu pecahan, mereka mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi kalian dan mengambilnya." Keheningan menyelimuti ruangan. Renzu mengepalkan tinjunya. "Jadi, sekarang kita resmi menjadi target?" Darios mengangguk. "Benar. Dan aku bisa jamin mereka tidak akan memberi kalian waktu untuk bersantai." Seolah menjawab ucapannya, sebuah suara ledakan menggema dari luar guild. Mira langsung berdiri. "Apa itu?!" Rufus mengintip dari jendela dan wajahnya memucat. "Kita tidak punya waktu. Mereka sudah datang." Langit malam memerah oleh nyala api yang melahap bangunan di sekitar pelabuhan. Suara logam beradu. Di jalan utama, asap dan debu berputar di antara siluet sekelompok petualang berpakaian hitam. Di dada mereka berkilat lambang bulan sabit merah tanda tak terbantahkan dari Black Crescent. Dari barisan itu, muncul seorang pria berjas panjang kelam. Tatapannya dingin, suaranya menembus kebisingan malam. “Renzu… serahkan pecahan itu sekarang, dan mungkin aku akan membiarkan kalian hidup.” Renzu menggenggam senjatanya erat. Angin laut menerpa wajahnya, membawa aroma darah dan garam. Ia menatap pria itu lurus, tanpa sedikit pun gentar. “Sebelum aku tahu siapa kau… tak ada satu pun yang akan kau dapatkan dariku.” --------->Renzu mengepalkan tangannya. "Jika semua fragmen dikumpulkan, apa yang akan terjadi?"Elyndor menghela napas, ekspresi wajahnya tegang. "Kemungkinan besar, sesuatu yang telah lama tersegel akan bangkit kembali. Dan dari apa yang tertulis di sini… itu bukan sesuatu yang kita inginkan."Keheningan melingkupi mereka. Seakan kota ini sendiri menunggu jawaban mereka.Tiba-tiba, tanah bergetar di bawah mereka. Air laut di sekitar reruntuhan mulai berputar perlahan, dan dari celah-celah batu yang mereka injak, muncul kilatan cahaya biru kehijauan."Apa yang terjadi?!" Neyra berteriak, mencoba menyeimbangkan dirinya di dalam air yang mulai bergolak.Sebuah suara berat bergema di seluruh reruntuhan, suara yang tak berasal dari makhluk hidup, melainkan dari sesuatu yang lebih tua, lebih dalam, lebih purba."Sang Penguasa Laut telah tertidur selama seribu tahun… tetapi kehadiran kalian telah mengganggunya…"Renzu merasakan Fragmen Lautan di tangannya bergetar semakin kuat, seolah mencoba memperi
"Serangan biasa tidak akan bekerja!" Vale berteriak. "Makhluk ini terbuat dari energi kuno! Kita harus mencari kelemahannya!"Renzu berusaha membaca pergerakan Sentinel, mencoba menemukan celah. Namun, setiap kali ia mendekat, makhluk itu mengeluarkan gelombang energi yang memaksanya mundur. Air di sekitar mereka semakin bergejolak, seolah-olah kota ini tidak ingin mereka berada di sana."Kita butuh strategi!" Mira menangkis serangan dari tentakel energi yang muncul dari tubuh Sentinel. "Kalau tidak, kita akan terkubur di sini!"Elyndor mulai membaca inskripsi di sekitar reruntuhan, matanya bergerak cepat menganalisis pola sihir yang terpahat di dinding. "Aku menemukannya! Makhluk ini hanya bisa dihentikan jika kita memutus sumber mananya! Simbol di dadanya!"Renzu melihat simbol spiral yang bersinar di dada Sentinel dan menyadari itulah titik lemahnya."Kita harus menyerang bagian itu!" Renzu berteriak.Vale mengangguk cepat. "Aku bisa menciptakan celah dengan sihirku! Tapi aku butuh
Kedalaman lautan semakin gelap, hanya diterangi oleh sinar dari kristal sihir yang dibawa Vale dan Elyndor. Ombak di atas mulai mereda ketika Renzu dan timnya akhirnya mencapai dasar lautan, di mana reruntuhan megah Kota Nautalis terbentang di hadapan mereka.Pilar-pilar batu raksasa menjulang dari dasar laut, ditutupi lumut dan karang yang telah mengeras selama berabad-abad. Gerbang kota yang setengah runtuh masih berdiri tegak, dengan ukiran kuno yang memancarkan aura magis. Mereka semua berdiri dalam diam sejenak, mengagumi sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang."Tempat ini…" Vale berbisik kagum, jari-jarinya menyentuh pahatan di salah satu dinding pilar. "Aku bisa merasakan energi sihir yang luar biasa dari kota ini. Seolah-olah sesuatu masih hidup di dalamnya."Renzu melangkah maju, mendekati gerbang utama, di mana ukiran kuno membentuk pola spiral yang seakan menuntun mereka masuk. Kristal Fragmen Lautan di tangannya mulai bergetar, seolah merespons sesuatu di dalam kota."
Vale menoleh ke Renzu. "Berarti masih ada jenderal lain Sunturion yang belum menunjukkan diri. Kita harus bertindak, sebelum mereka siap menyerang."Neyra mengepalkan tinju. "Aku bisa mengirim pasukan merfolk untuk memantau, tapi jika mereka benar-benar punya pemimpin baru, keadaannya bisa lebih serius."Renzu terdiam sejenak, berpikir cepat. Ia sadar bahwa memberi waktu bagi Sunturion untuk pulih adalah kesalahan fatal."Kita tak boleh membiarkan mereka bangkit. Kita serang duluan sebelum bala bantuan datang," katanya, akhirnya.Salah satu kepala suku merfolk angkat bicara. "Pasukan kita juga butuh istirahat. Jika kita terburu-buru menyerang, malah banyak yang jadi korban."Renzu mengangguk paham. "Kita takkan kerahkan semua prajurit. Hanya satu unit elit yang akan menghantam titik vital mereka. Ini bukan perang frontal, melainkan pukulan cepat agar mereka tak bisa bangkit."Mira menatap lurus ke arah Renzu. "Siapa yang memimpin?""Aku," jawab Renzu, mantap. "Aku harus memastikan mer
Vale menatap Renzu dengan penuh keyakinan. "Tapi kita tak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita perlu perencanaan, strategi, dan peradaban yang kuat. Aku akan mengabdikan diriku demi membangun administrasi yang layak untuk kita semua."Elyndor melangkah maju, sorot matanya tegas. "Kita memiliki kekuatan Astral, dan kita punya sejarah yang perlu kita gali lebih dalam. Aku akan memastikan setiap fragmen dan rahasianya digunakan untuk melindungi kekaisaran ini."Renzu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar kerumunan hening. "Mereka pikir kita hanya segelintir pemberontak. Mereka kira kita bisa dihancurkan sewaktu-waktu. Tapi mereka salah. Mulai malam ini, kita bukan lagi korban. Kita bukan lagi hamba. Kita adalah kekaisaran!"Raungan menyemangati pun mengguncang langit. Kemenangan atas Kekaisaran Sunturion kini lebih dari sekadar kemenangan perang ini adalah awal dari perubahan besar.Constela Empire telah berdiri.Meski demikian, Renzu sadar betul: ini baru permulaan. Ancaman masih
Laut yang sebelumnya menjadi medan peperangan kini tampak lebih tenang, namun jejak pertempuran masih jelas terlihat. Puing-puing kapal musuh mengambang di atas ombak, dan di sepanjang garis pantai, para beastmen dan merfolk yang tersisa mulai mengumpulkan tubuh-tubuh rekan mereka yang telah gugur.Di tengah lautan, kapal utama aliansi perlahan berlabuh di dermaga, disambut penduduk yang menanti dengan campuran perasaan lega dan duka. Renzu berdiri di anjungan, pandangannya menerawang jauh. Baru saja ia memimpin perang besar, namun kemenangan ini terasa pahit oleh pengorbanan yang tak sedikit.Saat Renzu turun, Mira, Rufus, Neyra, dan Vale berjalan di sampingnya. Wajah mereka letih, tubuh masih berlumur darah dan debu pertempuran. Di hadapan mereka, suku beastmen dan merfolk berkumpul mengadakan upacara bagi para pahlawan yang telah kehilangan nyawa.Sebuah altar batu berdiri di tengah alun-alun, bendera Aliansi yang baru berkibar pelan diiringi angin laut. Di sampingnya, sebuah spand







