Share

Siapa Elisa?

Pukul 06.30 Hilda sudah siap untuk berangkat kerja, roti bakar coklat dengan susu hangat pun sudah tersaji di meja makan.

Firman yang baru saja terbangun dari tidurnya bergegas menuju kamar untuk mempersiapkan diri berangkat kerja.

“Kamu kok nggak bangunin aku sih?!” ujar Firman kesal kepada Hilda, seraya mengancingkan kemejanya.

“Sudah ku bangunkan, tapi kamu malah mengigau nggak jelas. Lagi pula salah siapa pakai tidur diluar segala.” tukas Hilda tanpa menatap ke arah Firman.

“Mengigau? Memangnya aku mengigau apa?” Firman mendekati sang istri yang tengah menikmati roti bakar.

“Memangnya kamu mimpi apa? Siapa Elisa?” kini Hilda menatap lekat ke arah Firman, keningnya berkerut mencoba mencari kebenaran di wajah Firman.

"Ya mana aku tau siapa Elisa, kamu salah dengar kali." jawab Firman tanpa berani menatap ke arah Hilda.

"Haha. Kamu lucu Mas. Kamu pikir aku anak kecil yang gampang dibohongi? Nggak mungkin kamu sampai ngigau menyebut-nyebut nama seseorang jika tak sedang kepikiran dengan orang itu. Atau jangan-jangan dia selingkuhan kamu?" Hilda menatap lekat wajah Firman.

"Jangan sembarangan kamu kalau bicara Hilda! Aku tak kenal dengan Elisa. Sudah cukup, aku tak ingin berdebat!" ujar Firman dengan nada kesal namun tetap tak berani menatap Hilda.

Hilda sebenarnya masih kesal dan tidak puas dengan jawaban Firman tadi malam, namun pagi ini justru hati Hilda kembali mendidih ketika sang suami berkali-kali menyebut nama Elisa saat dibangunkan.

Dibiarkannya lah Firman tidur lagi, dia enggan untuk membangunkan Firman dari tidurnya, biar saja dia kesiangan, pikir Hilda begitu.

Bahkan Hilda pun tidak menyiapkan sarapan untuk Firman, dia hanya membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

“Kamu nggak nyiapin sarapan buat aku Hil?” tanya Firman begitu sudah siap untuk sarapan.

“Nggak.” Dengan singkat Hilda menjawab.

“Kenapa? Kamu egois banget sih! Apa gara- gara masalah tadi malam dan pagi ini kamu marah? Kamu kan tau kalo pagi ini aku ada meeting dengan bos aku. Ck hrrgghh!” geram Firman sambil melotot ke arah Hilda.

“Egois kamu bilang? Kamu pikir aku bakal terima dengan jawaban kamu Mas? Kamu saja tidak bisa menjawab dengan pasti bukan soal lipstick dan soal kamu menyebut nama wanita lain di dalam tidurmu?” Hilda tersenyum sinis sambil menatap juga ke arah Firman.

Brak!

Firman menendang kencang kursi makan yang ada di hadapannya hingga terpental ke tembok pembatas dinding dapur.

Hilda sedikit terperanjat melihat kelakuan Firman, namun dia bersikap biasa saja meskipun detak jantungnya berdegup dengan kencang.

Hilda takut jika Firman melakukan kekerasan terhadap dirinya, bisa ramai nanti satu perumahan jika dia ribut besar dengan Firman.

“Dasar istri durhaka! Berani kamu ya sama suami kamu!” Firman mendekati Hilda, salah satu tangannya diangkat tinggi hendak menampar Hilda.

“Berani kamu melukai aku, jangan salahkan aku jika orang tua mu bakal menderita Mas, atau kau mau aku tendang dari rumahku?!” Hilda menatap nyalang, nafasnya memburu, ingin rasanya dia memaki atau memukul Firman.

“Hrrggghhh! Dasar istri durhaka!” ucap Firman dengan suara lantang.

Brak!

Lagi-lagi pria itu menendang barang yang ada di hadapannya, kali ini meja hias dimana diatasnya terdapat figura kecil yang berisi foto Firman dan Hilda ketika menikah dulu.

Firman meninggalkan Hilda begitu saja, tak dihiraukannya kaca figura yang pecah berserakan dilantai akibat tendangan Firman tadi.

Pilu, ya tak dapat dipungkiri, kini hati Hilda pilu, tangis air mata kekecewaan dan kekesalan yang sedari tadi ditahan olehnya kini tumpah sudah.

Hilda menangis tergugu, 3tahun dia menikah dengan Firman, baru kali ini mereka bertengkar, meski Hilda belum tau pasti apa yang dilakukan Firman dibelakangnya, namun sepertinya firasat Hilda jika suaminya ada main dengan wanita lain itu benar.

Tring Tring Tring

Tiba-tiba ponsel Hilda berdering, ada panggilan masuk dari Riana, gegas dia menghapus air mata, menghela nafas dalam untuk menghilangkan sesak sebelum menerima panggilan dari sahabatnya.

“Halo, iya Ri.” Hilda menjawab panggilan tersebut.

“Kamu udah jalan belum Hil?” tanya Riana diseberang sana.

“Belum Ri, kamu bisa nyamperin aku nggak? Nanti kita langsung ke PT Sanjaya aja, kan ada meeting disana.” Pinta Hilda.

“Loh, kalo mau kesana, kenapa nggak bareng sekalian sama Firman? Kan suami kamu kerja disana. Aku pikir kamu mau ke kantor dulu.”

“Mas Firman udah berangkat duluan Ri, takut kena macet soalnya. Ya udah kamu jemput aku aja deh sekalian, kita ke kantor dulu, habis itu baru ke PT Sanjaya.” Ujar Hilda.

“Oke deh, bentar lagi sampe rumah kamu.” Jawab Riana lalu menutup panggilannya setelah mengucapkan salam.

“Lihat saja Mas, aku nggak akan tinggal diam. Akan aku cari tahu apa yang kamu perbuat dibelakang aku. Jika sampai benar kau berkhianat, siap-siap saja menerima resiko yang akan kau tanggung!” ucap Hilda penuh amarah.

Hilda sudah siap untuk berangkat ke kantor saat Riana sudah sampai di halaman rumahnya, tak lupa raport yang tadi malam dia temukan juga dia bawa.

Rencananya setelah meeting di PT Sanjaya, Hilda akan mencari tahu si pemilik raport tersebut.

Tunggu aku di kantor kamu Mas, aku akan memberikan kamu kejutan, ucap Hilda dalam hati sambil tersenyum miring.

Riana yang melihat sekilas ke arah Hilda sedikit heran, “kamu kenapa Hil, senyum-senyum sendiri gitu? Serem tau.”

“Kena sawan kali ya Ri,” jawab Hilda sekenanya sambil tertawa.

“Ih gaje banget sih,” ujar Riana lalu kembali fokus menyetir.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status